kemanusiaan bisa melewati tembok keangkuhan yang sering terjadi antar pemeluk agama. Islam sangat mengajarkan kasih sayang kepada umatnya. Akan tetapi
untuk masalah akidah, Islam menggariskan bahwa untuk ku agamaku dan untukmu agamamu. Tidak ada toleransi kepada siapapun untuk masalah
keyakinan. Bahkan untuk berdoa bersama dengan pemeluk agama lainnya. Menilai film My name is Khan, informan mengatakan bahwa film My
name is Khan ini secara keseluruhan sangat bagus. Produksi film yang didukung dengan orang-orang yang professional pasti akan menghasilkan sebuah karya
yang luar biasa. Pesan yang ditangkap informan juga cukup jelas dan kuat. Para pemain yang berperan dalam film ini juga sangat menghayati perannya sehingga
pesan yang ingin disampaikan dapat diterima. Film ini menyuguhkan kepada para penontonnya tentang bagaimana Islam, cinta, dan autis bersatu padu menguatkan
bagaimana seharusnya orang-orang menyikapi masalah terorisme yang telah menjadi isu global tersebut tidak menyulut kita bersikap diskriminasi, bahkan
sampai mengintimidasi agama tertentu. Alangkah baiknya jika film My name is Khan yang memiliki nilai pendidikan ini benar-benar murni mengusung Islam
menyampaikan bahwa Islam itu bukanlah terorisme, dan tidak semua muslim adalah teroris, tutur informan di akhir wawancara.
IV.2.4 Informan Keempat
Informan keempat bernama Pina Panduwinarsih, ia adalah mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara. Mahasiswi yang telah menginjak usia 22 tahun memiliki hobi membaca dan browsing. Anak sulung dari empat bersaudara ini merupakan
Universitas Sumatera Utara
keturunan etnis Tamil yang beragama Hindu. Pina, begitu biasa ia disapa adalah seorang wanita yang ramah dan terbuka dalam menjalin hubungan pertemanan
dilingkungan kampus. Selain sibuk mengikuti perkuliahan sebagai mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi, ia juga menduduki beberapa posisi penting dalam
organisasi, diantaranya adalah Wakil Bendahara IMAJINASI. Pina yang juga sebagai Sekretaris Persaudaraan Muda-mudi Shri Kaliamman Koil Medan, dan
Wakil Sekretaris DPK PERADAH Kota Medan ini juga sangat menentang aksi terorisme yang terjadi. Informan seperti dalam kutipan wawancara yang dilakukan
peneliti saat dilapangan mengungkapkan bahwasanya ketika ada peristiwa terorisme yang terjadi ia langsung tertuju pada sekelompok jaringan atau
organisasi Islam, namun ia juga tidak menampik bahwa tidak semua tindakan terror, kekerasan, atau pun pengeboman tersebut dilakukan oleh Islam. Kata
terorisme seolah tidak bisa lepas dan mengakar pada tubuh Islam. Masyarakat dunia seolah mengenal terorisme tersebut dengan aksi kekerasan, atau pun
pengeboman yang membawa ideologi Islam. Padahal begitu banyak kekerasan yang terjadi seperti teror atau pun pelanggaran berat Hak Azasi Manusia seperti
yang dilakukan Amerika serikat pada negara Afghanistan tidak diklasifikasikan sebagai tindakan terorisme.
Sekalipun belakangan ini banyak buku-buku, tokoh-tokoh agama, badan- badan atau pun lembaga sosial yang membahas masalah terorisme, tetapi tetap
saja isu terorisme ini seolah-olah tidak pernah lepas dari keterkaitan Islam. Media sesungguhnya memiliki peranan penting terhadap penyebaran informasi yang
mengangkat masalah terorisme dan keterkaitan Islam di dalamnya. Kehadiran film My name is Khan mengangkat perjalanan seorang Khan pengidap sydrom
Universitas Sumatera Utara
asperger berjuang mengungkapkan bahwa dirinya bukanlah teroris seperti yang dipikirkan oleh warga Amerika pasca peristiwa 11 September 2001 seolah
menjadi sumber inspirasi bagi semua makhluk beragama untuk saling menciptakan perdamaian. Film yang membawa misi perdamaian ini seolah
menjadi jendela baru bagi mereka untuk melihat Islam dan bagaimana menyikapi masalah terorisme, tutur informan yang belakangan ini sibuk menyelesaikan
skripsinya. Banyak hal yang terungkap dari wawancara singkat yang dilakukan peneliti dengan informan. Ketika ditanya apakah kehadiran film My name is
Khan ini mampu mengklarifikasi soal stigmatisasi terorisme terhadap Islam, informan mengatakan bahwa film My name is Khan ini bukan film dokumenter
yang dibuat untuk maksud dan tujuan tertentu, film ini telah mengajarkan pada para penontonnya untuk tidak memberikan cap terhadap suatu agama karena
tindakan terorisme yang dilakukan oleh sekelompok orang tertentu. Film My name is Khan adalah salah satu film yang mengkover permasalahan yang tengah
menjadi isu penting, yaitu terorisme dan Islam sebagai salah satu agama yang disinggungkan dengan terorisme klaim para teroris. Berbicara tentang adanya
ideologi tertentu yang dianut para teroris, khususnya ideologi yang membawa- bawa nama Islam sebenarnya adalah sesuatu yang sangat sensitif untuk
dibicarakan karena itu dapat menyebabkan sara, tutur informan saat diminta pendapatnya tentang kaitan Islam dengan terorisme.
Lebih lanjut informan mengungkapkan bahwasanya, simbol-simbol keagamaan maupun organisasi keagamaan yang selama ini menjadi sesuatu hal
simbolik yang dapat informan tangkap dari beberapa informasi maupun yang digambarkan dalam film My name is Khan bahwasanya Al-Qaedah adalah salah
Universitas Sumatera Utara
satu jaringan atau organisasi terorisme terbesar. Informan juga menambahkan bahwa masyarakat dunia baik itu Muslim atau pun non-Muslim melihat beberapa
simbol-simbol Islam seperti cadar, jilbab, jubah dan jenggot khususnya adalah bagian dari pakaian atau pun ciri yang melekat pada para teroris, sehingga
menurut informan simbol-simbol demikian juga berefek pada orang-orang atau para Muslim dan Muslimah yang mengenakan tata busana sedemikian rupa.
Pesan dalam film cukup tertangkap dengan jelas dan kuat oleh informan. Apalagi jika dilihat dari sistematika produksi, tidak dapat diragukan lagi dan
hasilnya juga sangat baik.. Durasi yang cukup lama seperti film-film India lainnya dirasakan cukup pas untuk sampai pada klimaksnya, karena menggunakan alur
yang maju mundur. Begitu juga dengan sutradara film My name is Khan, ia mampu melihat sebuah titik yang berbeda yang dieksplorasinya dengan kualiatas
akting para pemain dengan skenario cerita film tersebut. Dengan mengangkat perjuangan seorang Muslim dalam mencapai keadilan karena stigma terorisme
pasca peristiwa 11 September 2001, dan yang membuat film ini cukup berbeda adalah karakter Khan yang memiliki penyakit autis mampu berjuang untuk
mendapatkan pengakuan bahwa dirinya bukanlah teroris. Mungkin akan sangat berbeda jika tokoh Khan dalam film tersebut adalah manusia biasa yang sehat dan
tidak mempunyai penyakit keterbelakangan mental. Menurut informan, inilah nilai plus dari film tersebut, selain itu informan juga mengatakan bahwa ada nilai
penting lainnya yang dapat kita tangkap dari film tersebut adalah ajaran “Only good people who do good things and bad people who do bad things”. Informan
mengharapkan kepada semua masyarakat dunia dapat lebih cermat dalam menilai stigma terorisme yang diberikan kepada Islam. Tidak ada satu agama pun yang
Universitas Sumatera Utara
mengajarkan untuk berbuat kejahatan, tetapi semuanya tergantung individu dari pemeluk agama tersebut dalam menelaah ajaran agamanya. Informan pada
akhirnya juga mengemukakan sedikit pandangannya secara individual agar kita semua saling damai dan jangan pernah adalagi kasus-kasus terorisme, baik itu di
Indonesia atau pun di negara-negara lainnya yang mengorbankan puluhan, ratusan, bahkan ribuan manusia yang tidak bersalah untuk mencapai tujuan
tertentu. IV.2.5 Informan Kelima
Rudy anto adalah nama dari informan ke-5, Rudy begitu biasa ia disapa oleh teman-teman kampusnya ini adalah mahasiswa jurusan Ilmu Sosiologi
stambuk 2008. Lelaki yang punya senyuman khusus dengan lesung pipi ini merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara. Mahasiswa yang hobi membaca dan
gemar bermain bola kaki ini merupakan keturunan China-Jawa. A lun begitu ia dipanggil dilingkungan keluarganya ini adalah satu-satunya anak yang menganut
agama Islam diantara saudara-saudara kandungnya yang beragama Budha. Rudy sendiri mengakui bahwa dirinya adalah seorang Muallaf. Ketika ia duduk di kelas
3 Sekolah Menengah Pertama ia memutuskan untuk memeluk agama Islam. Namun, walaupun informan adalah seorang muallaf, ia telah banyak mempelajari
dan mendalami ajaran Islam. Keadaan inilah yang membuat peneliti merasa tertarik menjadikannya sebagai informan.
Menanggapi persoalan tentang film yang cukup fenomenal di kalangan masyarakat ini, informan mengatakan film “My name is Khan” adalah film yang
sangat bagus. Alasannya, bentuk cerita dalam film ini merupakan realitas yang dapat kita lihat dan rasakan pasca persitiwa 11 September 2001, selain itu cerita
Universitas Sumatera Utara
ini jalan cerita yang terjadi sangat alamiah dan terkesan tidak direkayasa. Walaupun ada beberapa bagian dalam film tersebut yang cukup berlebihan dan
tidak sesuai. Jika dilihat dari tema film ini, informan mengatakan bahwa film ini ingin mempresentasikan bahwasanya Islam itu bukan teroris. Film ini benar-benar
menyampaikan isi pesan dimana seorang muslim yang berjuang untuk mengatakan kepada seluruh masyarakat dunia bahwa dirinya, dan tidak semua
Islam itu adalah teroris. Banyaknya tragedi kemanusiaan peledakan bom yang terjadi di beberapa
negara yang salah satunya adalah Indonesia, membuat umat Islam semakin termarjinalkan, stigma teroris yang diberikan barat terhadap kalangan kelompok
Islam yang ingin menunjukkan simbol-simbol arabisme telah mempengaruhi ke Imanan dan Ukhuwah Islamiyah umat Islam di negeri ini. Indonesia sebagai
penganut agama Islam terbesar di dunia sepertinya semakin kebingungan dan merasa tidak percaya diri untuk menunjukkan eksistensinya sebagai kelompok
mayoritas. Pasca tragedi runtuhnya WTC pada 11 September 2001, yang disebut- sebut Amerika sebagai ulah jaringan Al-Qaidah, secara tidak langsung,
berimplikasi pada stigmatisasi Islam, misalnya, radikal, teroris, atau ekstrimis. Apalagi, dengan pemberitaan masif media masa, stigma tersebut hingga kini
masih sering disematkan. Narasi terorisme akan ditangkap oleh kalangan yang ingin memojokkan Islam. Sosok para teroris yang santun, hormat kepada orang
tua, disayangi keluarga, dan anak-anak teladan dalam lingkungan dipandang merupakan representasi Islam, namun keliru karena pemahaman ideologis
mereka. Selanjutnya isu dilemparkan pada stigma bahwa ideologi Islam yang menginspirasi terorisme.
Universitas Sumatera Utara
Ketika telah teropini bahwa Islam yang menginspirasi terorisme, maka dengan mudah mereka-mereka yang tidak menyukai Islam dan membuminya
syariat Islam akan mengarahkan stigma negatif ke pesantren-pesantren, ormas- ormas Islam, kelompok-kelompok dakwah dan institusi manapun yang
menyampaikan Islam secara kaffah. Dengan mudahnya makna jihad pun dibolak- balik. Jihad seolah identik dengan teror. Karena ternyata mereka yang dituduh
melakukan teror, adalah alumni-alumni mujahidin, baik di Afghanistan. Mungkin memang ada kalangan muslim yang salah tempat dalam memaknai jihad. Tetapi
harus diakui, bahwa kelompok ini memang terkadang disimpan oleh yang berwenang untuk tujuan tertentu. Dampak dari peristiwa ini adalah
kesalahfahaman bagi muslim awam dalam memandang jihad. Padahal Jihad yang merupakan aktivitas tertinggi bagi seorang muslim dengan pengorbanan terbesar
yakni jiwa, terikat dengan hukum-hukum tertentu. Ujar informan. Lebih lanjut lagi informan menjelaskan, Jihad hanya berlaku untuk menghadapi orang-orang
kafir muhariban fi’lan, yang secara langsung menyerang negeri-negeri muslim. Mujahid bukanlah teroris. Teroris bukanlah Mujahid. Jihad Fii Sabiilillah adalah
hukum tersendiri bagi kaum muslimin. Terikat dengan tempat, waktu, kapan dan dimana. Semuanya harus sejalan dengan hukum syara’. Demikian juga tatacara
peperangan. Siapa yang menyerukan, siapa saja yang wajib atasnya berjihad, maka Fiqh Islam menjelaskan secara rinci. Bahkan cara-cara berperang pun
diatur, antara lain perempuan dan anak tidak boleh diganggu dan dibunuh, kecuali terpaksa atau dia menjadi mata-mata. Orang tua yang tidak kuat berperang tidak
boleh disakiti. Merusak negeri dengan membakar dan menghancurkan tidak dibolehkan. Musuh yang belum sampai kepadanya seruan Islam juga belum boleh
Universitas Sumatera Utara
diperangi. Semuanya diatur dalam hukum-hukum syariat Islam. Jadi sebenarnya akhir dari drama ini hanyalah stigma negatif pada Islam, yaitu mengkaburkan
makna jihad yang sesungguhnya. Tak ada satupun muslim yang setuju dengan aksi-aksi terorisme. Lebih tak setuju lagi bila jihad disamakan dengan terorisme,
ujar informan dengan tegas. Informan juga mengungkapkan bahwa film ini sebenarnya cukup komplit
dalam membentuk konflik cerita agar film ini sukses dipasaran. Menurutnya film yang dibumbui dengan percintaan dan kekeluargaan ini dapat diacungi jempol.
Keseluruhan produksi film juga sangat bagus, sutradara dari film ini menurut informan telah cukup sukses dalam mengarahkan para pemain maupun tim
produksi lainnya dalam menghasilkan film yang berkualitas. Apalagi dengan para aktor atau pun aktris berhasil dalam membangun cerita dan menghidupkan
karakter dalam film tersebut. Begitu juga dengan nilai positif yang bisa ditangkap informan dalam film ini, selain mengajarkan kita toleransi, nilai kemanusian, juga
mengajarkan agar tidak mudah berputus asa. Pada akhir wawancara informan mengungkapkan masukannya secara pribadi, film My name is Khan ini dapat
dijadikan sebuh nilai positif yang pro terhadap Islam. Film ini dapat menjadi masukan untuk negara-negara yang selama ini kontra terhadap Islam. Namun,
alangkah lebih baiknya lagi masyarakat Islam pada masa ini yang mulai ikut tenggelam dengan hedonisme, budaya barat kembali pada syariahnya. Menjadi
sumber inspirasi bagi pemeluk agama-agama lain untuk menegakkan ideologi perdamaian dengan kekuatan Islamiyah.
Universitas Sumatera Utara
IV.2.6 Informan Keenam