Stigma Islam Sebagai Teroris

film yang diproduksi akhirnya akan ditentukan pula oleh seorang editor yang bertugas mengedit gambar demi gambar dalam film tersebut. Jadi, editor adalah seseorang yang bertugas atau bertanggungjawab dalam proses pengeditan gambar httpwww.vaynatic.wordpress.com200912...unsur-unsur-dalam-film. Dalam perspektif komunikasi massa film dimaknai sebagai pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi films yang memahami hakikat, fungsi dan efeknya. Perspekstif ini memerlukan pendekatan yang terfokus pada film sebagai proses komunikasi Irawanto, 1999:11. Selain itu, film dapat dikelompokkan menjadi film cerita story film, film berita newsreel, film documenter documentary film dan film kartun cartoon film. Tujuan khalayak menonton film terutama adalah ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif, edukatif, bahkan persuasif Arianto, 2004:136.

II.4 Stigma Islam Sebagai Teroris

Belakangan, selalu saja agama Islam dikaitkan dengan segenap aksi kekerasan yang terjadi di berbagai belahan bumi. Pasca peristiwa 11 September yang meluluhlantakkan simbol kemapanan Barat berupa menara kembar World Trade Center, berbagai headline media massa serentak menyebut nama seorang Muslim, Osama ibn Laden dengan Tandhim al-Qaeda-nya. Jaringan al-Qaeda, sebagaimana asumsi Amerika Serikat, menjelma sebagai manifestasi gerakan Islam Radikal baru. Jika mengacu pada nomenklatur Universitas Sumatera Utara dunia mode, al-Qaeda serupa brand image baru bagi serangkaian aksi kekerasan di dunia. Fenomena al-Qaeda, spontan memicu reaksi dari negara Amerika dan negara lain yang tunduk dalam jargon besar “perang melawan teror”. Sebelum lebih jauh lagi membahas mata rantai penstigmatisasian Islam dengan terorisme, maka terlebih dahulu kita mengetahui sejarah terorisme. Dunia mengenal istilah terorisme secara fenomenal sejak zaman revolusi Prancis, kata terorisme berasal dari Bahasa Perancis “le terreur” yang semula dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Menurut Walter Reich Hendropriyono, 2009:26, terorisme adalah a strategy of violence designed to promote desired outcomes by instilling fear in the public at large suatu strategi kekerasan yang dirancang untuk meningkatkan hasil-hasil yang diinginkan, dengan cara menanamkan ketakutan di kalangan masyarakat umum. Hal senada juga diungkapkan oleh The Arab Convention on the Suppression of Terrorism, yang mengungkapkan bahwa terorisme adalah tindakan atau ancaman kekerasan apapun motif dan tujuannya, yang terjadi untuk menjalankan agenda tindak kejahatan individu atau kolektif, yang menyebabkan teror di tengah masyarakat, rasa takut dengan melukai mereka atau mengancam kehidupan, kebebasan, atau keselamatan atau bertujuan untuk menyebabkan kerusakan lingkungan atau harta publik maupun pribadi atau menguasai dan merampasnya atau bertujuan untuk mengancam sumber daya nasional httpWikipedia.comdefinisi terorisme. Universitas Sumatera Utara Sedangkan stigma adalah penamaan yang buruk terhadap sosok tertentu yang dinilai sangat terkutuk. Dalam The World Dictionary, stigma berarti tanda aib atau sesuatu yang ternoda httpWikipedia.comStigma. Dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia, stigma berarti ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya. Konsep asli tentang stigma bisa ditelusuri dalam bahasa Yunani yang merujuk pada sejenis tato yang disayatkan atau dibakar pada kulit tubuh para penjahat, budak, atau kaum pengkhianat yang sengaja diperlihatkan untuk mengidentifikasi mereka sebagai orang-orang tercela maupun dianggap kotor secara moral. Goffman mengemukakan tiga jenis stigma yang terdapat dalam masyarakat. Pertama, orang-orang yang dibenci karena tubuhnya mengalami deformasi. Mereka adalah pihak-pihak yang cacat secara fisik. Kedua, individu- individu yang dianggap tercemar karena berkarakter sebagai penganut keyakinan yang ketat dan perilakunya menunjukkan keradikalan secara politis. Ketiga, orang-orang yang berlatar belakang ras, bangsa, dan agama tertentu yang dicemooh karena garis keluarga. Seseorang yang dipandang memiliki afiliasi familial dengan ras, bangsa, dan agama itu otomatis akan mendapatkan tudingan sebagai penerus www. Wawasandigital.comindex.php. Kalangan awam Barat menilai, penyebab atau pemicu dominan dari kejahatan terorisme adalah ideologi, agama atau kepercayaan yang dianut. Kata ideologi tersebut, secara spesifik menunjuk Islam sebagai satu-satunya ideologi yang potensial menghasilkan teroris. Tentu saja, asumsi diatas terlalu berlebihan dan hanya mencerminkan Islamophobia yang berlebihan. Nyatanya, tingkat Universitas Sumatera Utara ketaatan seorang pemeluk Islam terhadap ajaran Islam tidak berbanding lurus dengan aktivitas terorisme. Di sisi lain, bagi kalangan terpelajar tindakan terorisme tercipta karena adanya banyak faktor. Mereka meyakini, terorisme terjadi karena adanya akumulasi antara fanatisme agama, kemiskinan dan pengangguran. Meski lebih masuk akal, tetapi analisis ini hanya tepat dalam kasus terorisme sebelum peristiwa 11 September. Namun setelah peristiwa 11 September, para cendekiawan tak lagi mampu mempertahankan pandangan konvensionalnya, karena pemicu trigger kejahatan terorisme menjadi bertambah kompleks. Dengan merunut berbagai kejadian terorisme di belahan dunia, para pakar berkesimpulan ada beberapa sebab yang melatarbelakangi aksi terorisme, yaitu: - sebab psikologis, terjadi dalam kasus dimana pelaku teror mengalami gangguan kejiwaan abnormal, labil dan broken home. - sebab sosiologis, ketika pelaku berlatar belakang kurang pendidikan, terkucil dari lingkungan - sebab ekonomi, saat pelaku merupakan pengangguran atau dari keluarga menengah ke bawah - sebab politis, terjadi ketika berupaya menolak sebuah rezim dan menolak terjaminnya hak asasi manusia - sebab agamis atau ideologis, karena pemahaman yang literalistik, fanatik dan enggan berpandangan maju kolot Akumulasi sebab-sebab diatas akan berjalan efektif memicu perilaku teror. Berdasarkan penelitian tersebut ditemukan sebuah kebenarannya jika kita menilik kejadian bom JW Marriot dan Ritz-Carlton, dimana sebab psikologis dan Universitas Sumatera Utara ideologis memegang peranan penting sehingga pelaku pengeboman mempunyai keberanian untuk menjalankan aksi kejinya. Sebagaimana analisis para psikolog yang dilansir media massa, secara psikologis, remaja antara 17-25 tahun relatif labil dan belum mampu memutuskan sesuatu dengan tepat dan bijak. Kondisi inilah yang kemudian dimanfaatkan untuk mencuci otak dengan mengindoktrinasikan pemahaman keagamaan yang literalistik, kaku dan konfrontatif. Fakta ini dengan sendirinya menepis dan meruntuhkan prasangka beberapa kalangan di Barat yang menyatakan bahwa Islam sendiri yang sesungguhnya menjadi sebab bagi terjadinya aksi teror. Penyalahgunaan agama beserta nomenklatur oleh pemeluknya untuk melakukan teror. Seperti terma “jihad” yang dimaknai secara salah dan kaku sehingga identik dengan kekerasan dan terorisme. Satu hal yang pasti, “terorisme” dalam hukum konvensional tidak bisa dipadankan dengan “jihad” yang menjadi salah satu ajaran Islam. Meski beberapa kalangan mencoba untuk memaksakan sinonimitas diantara keduanya. Oleh kalangan yang mengalami Islamophobia, terorisme diidentikkan dengan jihad. Sedang oleh kalangan skripturalis, konsep jihad seringkali dipakai untuk menjustifikasi perilaku teror mereka yang sesungguhnya tidak memiliki kaitan sama sekali dengan agama. Berkenaan dengan konsep jihad, Islam telah memberikan batasan dengan ketat. Bagi Islam, sifat dasar jihad adalah pembelaan diri atas kehormatan harga diri umat Islam. Bukan untuk menebar teror dan kebencian bagi warga sipil. Dalam khazanah fikih, jihad yang merupakan kewajiban komunal fardh al- kifayah, bukan kewajiban personal fardh al-‘ayn memiliki prasyaratan yang Universitas Sumatera Utara sangat ketat. Salah satunya adalah bahwa jihad hanya dapat terlaksana setelah kepala pemerintahan memberikan perintah untuk jihad. Sayangnya, syarat ini selalu dilupakan oleh para pelaku teror yang menganggap aksi terornya sebagai salah satu bentuk jihad. Syarat kedua, pelaksanaan jihad baru bisa dilaksanakan setelah adanya peringatan terhadap pihak lawan httpwww.xa.yimg.comkqgroups186987701086519861nameTerorisme.

2.5 Teori S-O-R Stimulus-Organism-Respon Theory