1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dalam era globalisasi yang didukung oleh perubahan yang cepat dibidang teknologi informasi maka akan mempengaruhi juga kebijakan perbankan di
bidang pengelolaan asset dan liabilities-nya, termasuk manajemen lembaga keuangan atau perbankan itu sendiri, karena jika tidak terjadi penyesuaian maka
bank yang bersangkutan akan tenggelam dalam era persaingan yang juga semakin ketat saat ini Slamet Riyadi, 2006.
Tujuan utama operasional bank adalah mencapai tingkat profitabilitas yang maksimal. Profitabilitas merupakan kemampuan bank untuk memperoleh
laba secara efektif dan efisien. Profitabilitas yang digunakan adalah ROA karena dapat memperhitungkan kemampuan manajemen bank dalam memperoleh laba
secara keseluruhan. Tingkat profitabilitas dengan pendekatan ROA bertujuan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva yang
dikuasainya untuk menghasilkan income Rangga, 2013. ROA digunakan untuk mengukur profitabilitas bank karena BI sebagai
Pembina dan pengawa perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar dari dana simpanan
masyarakat. semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank, dan semakin baik posisi bank tersebut dari segi
2 penggunaan asset Dendawijaya, 2009:118. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
ROA digunakan sebagai ukuran kinerja perbankan. Dipilihnya industri perbankan karena kegiatan bank sangat diperlukan bagi lancarnya kegiatan
perekonomian sektor riil. ROA merupakan indikator penting dari laporan keuangan yang memiliki berbagai kegunaan. Rasio ROA digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam memeroleh keuntungan laba secara keseluruhan.
Alasan dipilihnya ROA sebagai variabel dependen karena ROA merupakan rasio antara laba sebelum pajak terhadap total aset. ROA yang
semakin besar, menunjukkan kinerja bank semakin baik, karena tingkat pengembalian semakin besar. Oleh karena itu ROA merupakan rasio yang tepat
digunakan untuk mengukur efektifitas bank dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya Rangga, 2013. Faktor-faktor
yang mempengaruhi profitabilitas bank dapat bersumber dari berbagai kinerja profitabilitas yang ditunjukkan beberapa indikator. Rasio profitabilitas yang
penting bagi bank adalah Return On Asset ROA. ROA penting bagi bank karena ROA digunakan untuk mengukur efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan
keuntungan dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. ROA merupakan rasio antara laba sesudah pajak terhadap total asset. Semakin besar ROA
menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena tingkat pengembalian return semakin besar Nasser Aryati, 2000.
3 Adapun perkembangan ROA bank umum pada tahun 2007
– 2011 dapat dipaparkan dalam gambar 1.1 dibawah ini:
Gambar 1.1 Fluktuasi ROA
dalam persen
Melambatnya pertumbuhan laba perbankan selama tahun 2008 sudah terbukti. Per April 2008, laba sejumlah bank umum turun 7 persen year on year
dari Rp4,579 triliun menjadi Rp4,275 triliun yang disebabkan oleh peningkatan beban operasional maupun pencadangan provisi yang dilakukan oleh kalangan
perbankan. Berdasarkan statistik perbankan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia BI per Juni 2007, perbankan mencatat pertumbuhan laba bersih sebesar Rp4,579
triliun. Ekonomi nasional mampu tumbuh 6,4 persen per semester I-2012. Pertumbuhan itu ditopang oleh kinerja bank umum. Kinerja bank umum
merupakan representasi enam kelompok bank yakni kelompok bank persero, bank
2.93
2.68 2.67
2.97 3.02
2.40 2.50
2.60 2.70
2.80 2.90
3.00 3.10
2007 2008
2009 2010
2011
ROA
ROA
4 umum swasta nasional BUSN devisa, BUSN non-devisa, bank pembangunan
daerah BPD, bank campuran, dan bank asing. Enam kelompok bank itu makin mampu melaksanakan fungsinya sebagai intermediasi keuangan. Selain itu, bank
umum pun mampu meningkatkan laba sebelum pajak 24,21 persen dari Rp90,46 triliun per Juli 2011 menjadi Rp113,94 triliun per Juli 2012. Pencapaian itu telah
mendorong return on assets ROA dari 3,00 persen menjadi 3,13 persen melebihi dua kali ambang batas 1,5 persen. Dengan bahasa lebih bening, kualitas aset bank
nasional kian bertaji. Inilah rapor biru bank umum okezone, 2013. Dalam mengatasi krisis ekonomi tersebut, berbagai kebijakan dikeluarkan
oleh pemerintah diantaranya dengan menaikkan tingkat bunga bank dan mengeluarkan kebijakan pengetatan uang, tetapi ternyata juga tidak mampu
mengatasi kemerosotan rupiah terhadap dollar AS yang kemudian memicu laju inflasi hingga tingkat yang mengkhawatirkan. Hal ini berdampak buruk pada
iklim investasi yang akhirnya mempengaruhi perkembangan dunia usaha, perbankan dan pasar modal.
Meningkatnya suku bunga SBI berdampak pada peningkatan bunga deposito yang pada akhirnya mengakibatkan tingginya tingkat bunga kredit,
sehingga investasi dalam perekonomian menjadi menurun. Investasi domestik yang menurun mengakibatkan meningkatnya ketergantungan usaha domestic pada
investor luar negeri yang berarti bahwa terjadi peningkatan aliran arus dollar AS ke dalam negeri. Merosotnya kurs rupiah terhadap dollar AS akan memicu
terjadinya inflasi, meningkatnya inflasi secara relatif adalah signal negatif bagi
5 para investor, inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya profitabilitas suatu
bank sehingga akan menurun pembagian deviden dan daya tarik masyarakat terhadap suatu bank juga menurun. Suku bunga dan inflasi yang tinggi
mempunyai hubungan yang negatif bagi perbankan. Bagi Indonesia krisis keuangan yang melanda dunia dewasa ini berbeda
dengan krisis ekonomi yang menerjang Indonesia kurang lebih satu dasawarsa lalu, di mana pada saat itu ketidakmampuan Indonesia dalam menyediakan alat
pembayaran luar negeri di tambah rapuhnya perekonomian dalam negeri merupakan penyebab runtuhnya tatanan ekonomi Indonesia secara keseluruhan.
Hal ini mengakibatkan kurs rupiah anjlok, tingkat inflasi dan suku bunga melonjak tinggi, ditambah lagi hancurnya kesejahteraaan masyarakat dengan
meningkatnya pengangguran dan kemiskinan. Sedangkan pada tahun 2007 krisis keuangan global berasal dari faktor-faktor yang terjadi di luar negeri, namun
dampaknya masih tetap dirasakan oleh negara berkembang seperti Indonesia meskipun tidak terlalu besar.
Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat tersebut berdampak besar kepada negara-negara di Eropa maupun Asia. Krisis tersebut pada awalnya
bermula dari pertumbuhan subprime mortgage yang sangat pesat ketika The Fed Bank Sentral Amerika menurunkan suku bunga sebesar 1 - 1,75, yaitu
sekitar tahun 2001-2004. Selain itu, modifikasi skim subprime mortgage yang mempermudah kepemilikan rumah membuat sektor properti mengalami booming
buble economic. Hal ini membuat sekuritas yang terkait dengan bisnis ini
6 melambung tinggi nilainya. Pada tahun 2007, The Fed mulai menaikan suku
bunganya hingga level 5,25. Hal ini ternyata mengakibatkan banyak nasabah yang default gagal bayar. Secara umum, dampak dari kejadian tersebut
menimbulkan efek domino bagi keuangan global, dari merosotnya bursa saham dunia, melemahnya nilai mata uang negara berkembang, serta anjloknya harga
komoditas. Bank Indonesia, 2008 Tidak terkecuali bagi Indonesia, hal ini memberikan sentimen negatif bagi
pasar keuangan Indonesia, yang tercermin dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar sehingga harga barang-barang juga berimbas naik dan melemahnya
daya beli masyarakat. Selain itu, kebijakan yang dilakukan oleh perbankan dengan memperketat pemberian kredit mengakibatkan industri di sektor riil
manjadi tertekan, sehingga apabila hal ini berlangsung lama akan melemahkan daya tahan perusahaan yang kemudian berimbas pada efisiensi operasional
perusahaaan dengan melakukan pemutusan hubungan kerja PHK atau pun perusahaan menjadi tidak mampu beroperasi kembali.
Besarnya tingkat suku bunga menjadi salah satu faktor bagi perbankan untuk menentukan besarnya suku bunga yang ditawarkan kepada masyarakat.
Suku bunga berpengaruh terhadap keinginan dan ketertarikan masyarakat untuk menanamkan dananya di bank melalui produk-produk yang ditawarkan. Dampak
bagi bank itu sendiri, yakni dengan semakin banyaknya dana yang ditanamkan oleh masyarakat, akan meningkatkan kemampuan bank dalam menyalurkan dana
tersebut dalam bentuk kredit dimana dari kredit yang disalurkan tersebut, bank
7 memperoleh profit. Sehingga, semakin banyak kredit yang disalurkan, berdampak
pada besarnya pendapatan yang diperoleh bank. Menurut Kasmir 2008:131, besar kecilnya suku bunga simpanan dan
pinjaman sangat dipengaruhi oleh keduanya, artinya baik bunga simpanan maupun pinjaman saling mempengaruhi, disamping pengaruh faktor-faktor
lainnya, seperti jaminan, jangka waktu, kebijakan pemerintah dan target laba. Semakin besar dana yang terkumpul dari pihak ketiga, maka akan semakin besar
pula tingkat penyaluran kredit yang dilakukan oleh bank, namun efektif atau tidaknya tergantung dari kebijakan yang diterapkan oleh bank dalam menyalurkan
dana yang sudah terkumpul tersebut kepada pihak yang membutuhkan, apakah bank tersebut menerapkan prinsip kehati-hatian dengan memperhatikan faktor 5C
character, capacity, collateral, capital, condition of economy dalam menyalurkan kreditnya.
Menurut Datu Asmira Suri 2005:1, dalam prakteknya kebijakan Bank Indonesia mengenai tingkat suku bunga SBI menjadi tolak ukur bank-bank yang
ada di Indonesia untuk menentukan tingkat suku bunga kreditnya. Kebijakan Bank Indonesia dalam hal penentuan tingkat suku bunga SBI memiliki 2 dua
fungsi, yaitu kebijakan kontraktif untuk meningkatkan tingkat suku bunga SBI dan kebijakan ekspansif untuk menurunkan tingkat suku bunga SBI. Karena
ketika Bank Indonesia menerapkan kebijakan kontraktif atau suku bunga SBI meningkat maka bank-bank umum akan meningkatkan suku bunga kredit untuk
menyeimbangkan peningkatan dari SBI begitu juga apabila terjadi penurunan.
8 Nilai tukar mata uang asing juga menjadi salah satu faktor profitabilitas
perbankan karena dalam kegiatannya, bank memberikan jasa jual beli valuta asing. Dalam situasi normal, memperdagangkan valuta asing pada dasarnya
sangat menguntungkan karena transaksi menghasilkan keuntungan berupa selisih kurs. Dalam kegiatan transaksi tesebut, nilai tukar akan mata uang asing menjadi
perhatian bank karena hal tersebut mampu mempengaruhi tingkat profitabilitas bank. Dengan terjadinya fluktuasi akan nilai tukar mata uang asing, bank dapat
memperoleh pendapatan berupa fee dan selisih kurs. Tingginya angka inflasi dapat berdampak pada sektor perbankan. Oleh
karena itu, Bank Indonesia juga perlu untuk menetapkan tingkat suku bungayang sesuai sebagai dasar atau patokan bank umum dan swasta untuk menentukan suku
bunga mereka agar mereka dapat tetap likuid dan menguntungkan. Salah satu penyebab krisis yang dialami oleh Indonesia adalah inflasi yang berkepanjangan.
Inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam absolute yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang
cukup lama yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil intrinsik mata uang suatu negara Tajul Khalwaty, 2000.
Dalam menjalankan fungsinya bank harus menjaga rasio kecukupan modalnya atau CAR Capital Adequacy Ratio pasal 29 ayat 2 Undang-Undang
Republik Indonesia No. 10 tahun 1998. Modal juga merupakan aspek yang sangat penting untuk menilai kesehatan bank karena ini berhubungan dengan
solvabilitas bank. CAR yang harus dicapai oleh bank umum itu ditetapkan sekitar
9 8, dimana ketentuan mengenai jumlah CAR ini harus ditaati oleh semua bank
umum. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan disiplin dan profesionalisme bagi setiap bank untuk mengelola seluruh aktiva yang dimiliki untuk
mendapatkan keuntungan bagi bank Lukman Dendawijaya, 2003 Dalam penelitian ini, dengan menggunakan metode dan alat uji yang
berbeda dengan penelitian sebelumnya, serta rentang waktu penelitian yang lebih panjang agar dapat memperoleh hasil yang lebih akurat dan valid, penulis
mencoba untuk mengetahui apakah variabel-variabel eksogen yang berasal dari internal perbankan dan kebijakan moneter dapat mempengaruhi profitabilitas
bank yang merupakan variabel endogen. Capital Adequacy Ratio
CAR yang diteliti oleh Kunto Wibisono 2012 menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara Capital Adequacy Ratio
CAR terhadap Return On Asset ROA. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh M. Muchlis Febrianto 2009 yang menunjukkan hasil
bahwa Capital Adequacy Ratio CAR tidak berpengaruh terhadap Return On Asset
ROA. Inflasi yang diteliti oleh Ayu Yunita Sahara 2013 menunjukkan hasil Inflasi berpengaruh positif terhadap Return On Asset ROA. Sedangkan
menurut Neni Supriyanti 2009 Inflasi tidak berpengaruh terhadap Return On Asset
ROA. Dengan demikian, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji pengaruh masing-masing variabel terhadap Return On Asset
ROA.
10 Dari latar belakang di atas dan mengingat betapa pentingnya fungsi bank
saat ini sebagai intermediasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan
demikian penelitian ini berjudul “Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga DPK,
Nilai Tukar, Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI, Inflasi dan Capital Adequacy Ratio CAR terhadap Profitabilitas pada Bank Umum Periode
2007-2011 ”.
B. Perumusan Masalah