Kondisi Perekonomian Dunia Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si 4. Kasyful Mahalli, SE, M.Si

akhir tahun 2008 sebesar 51.6 miliar. Surplus neraca transaksi berjalan mencapai 1.3 miliar yang ditopang oleh volume ekspor dan harga komoditas yang relatif tinggi. Dampak krisis global juga tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah yang ditandai oleh tekanan depresiasi yang tinggi dan volatilitas yang meningkat, terutama sejak Oktober 2008. Menyikapi potensi meningkatnya ketidakstabilan ekonomimakro terkait dengan melambungnya harga minyak dan krisis ekonomi global, pemerintah dan Bank Indonesia melakukan berbagai langkah kebijakan stabilisasi ekonomimakro salah satunya dengan tetap mempertahankan BI rate di level 8. Kebijakan tersebut juga telah mempertimbangkan bahwa stabilitas suku bunga akan mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang masih dalam fase ekspansi dan juga tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan sumber: Laporan Perekonomian Indonesia dari tahun 1998-2008 oleh Bank Indonesia.

4.2. Kondisi Perekonomian Dunia

Perekonomian global selalu mengalami pasang surut dalam perjalanannya. Diawali dengan depresi besar pada 1930-an adalah peristiwa ekonomi yang paling traumatik di abad 20. Kejadian ini mengejutkan mengingat kemajuan besar yang dicapai dalam standar hidup di Barat pada masa new era 1920-an. Akibat depresi standar hidup itu merosot pada 1929-33. Di Amerika Serikat, output industri turun sampai 30, hampir seluruh bank komersial ambruk, tingkat pengangguran naik lebih dari 25 dan harga saham kehilangan 88 dari nilainya. Eropa dan seluruh dunia menghadapi ancaman bencana. Hal ini disebabkan oleh konsep Adam Smith Universitas Sumatera Utara mengenai prinsip kebebasan alamiah yaitu kebebasan orang untuk melakukan apa yang diinginkannya tanpa campur tangan negara. Ini berarti kebebasan aliran perpindahan tenaga kerja, modal, uang dan barang. Konsep kebebasan alamiah dan invisible hand tangan gaib atau lebih dikenal dengan konsep ekonomi klasik ini menimbulkan pemikiran baru di kalangan generasi yang kemudian, mengubah arah politik, menghancurkan doktrin proteksionisme merkantilis lama dan membebaskan belenggu manusia. Sebagian besar negeri diseluruh dunia yang mulai bergerak menuju perdagangan bebas bisa dikatakan dipengaruhi oleh karya Adam Smith. Namun konsep Adam Smith ini tidaklah luput dari kekurangan bahkan bisa dikatakan konsep yang diutarakan oleh Adam Smith adalah konsep ideal yang hanya bisa diterapkan jika masyarakat tersebut dipenuhi oleh nilai kebaikan, kedermawanan dan hukum sipil yang melarang praktik bisnis curang dan tidak adil. Dipastikan konsep tersebut telah gagal membawa dunia kearah kemakmuran dan membawa depresi besar sebagai imbalannya. Ditengah depresi besar tersebut muncul beberapa intelektual yang berusaha mencari alternatif selain sosialisme, nasionalisasi dan perencanaan terpusat. John Maynard Keynes adalah satu dari beberapa intelektual yang ada pada saat itu yang membawa pembaharuan ekonomi yang menyatakan bahwa kapitalisme yang selama ini didengung-dengungkan oleh Adam Smith pada dasarnya tidak stabil dan tidak berkecenderungan ke arah full employment. Dia mengatakan hal yang perlu dilakukan oleh pemerintah adalah mengendalikan kendaraan kapitalis dan mengembalikannya kejalan menuju kemakmuran dengan menjalankan kebijakan defisit dan melakukan Universitas Sumatera Utara pengeluaran untuk kerja publik yang akan menaikkan permintaan dan memulihkan kepercayaan. Keynes menganjurkan pemerintah menaikkan atau mengurangi permintaan agregat dan hal ini tampaknya dapat mengeliminasi gejolak yang ada didalam kapitalisme tanpa mengeliminasi kapitalisme itu sendiri sumber: Skousen, Mark, 2006. Memasuki awal tahun 1980-an resesi ekonomi kembali terjadi, hal ini ditandai dengan menurunnya harga minyak dipasaran dunia. Krisis hutang dekade 1980-an di Amerika Latin yang dimulai dari keputusan Meksiko untuk mengemplang hutang luar negeri pada Agustus 1982 dipicu oleh kombinasi faktor eksternal dan ketidakseimbangan makroekonomi didalam negara itu sendiri, yang terjadi selama periode boom investasi beberapa tahun sebelumnya. Faktor eksternal meliputi antara lain merosotnya harga atau nilai tukar terms of trade komoditas yang diekspor Meksiko, melonjaknya suku bunga pinjaman untuk dollar Amerika dan penurunan ekonomi global. Ketidakseimbangan makroekonomi domestik tercermin dari membengkaknya defisit fiskal dan nilai tukar mata uang yang over valued dihargai terlalu tinggi sehingga berpeluang besar mengalami koreksi kebawah atau devaluasi. Salah urus mismanagement arus modal masuk terutama lewat pemberian jaminan kurs baik secara implisit maupun eksplisit kepada debitor swasta maupun BUMN kian memperparah krisis itu. Sebaliknya krisis Meksiko tahun 19941995 lebih banyak dipicu oleh kepanikan berlebihan para pelaku pasar yang kemudian menuntun pada ambruknya peso. Namun diluar faktor itu, ada penyebab lain yakni kerawanan dalam Universitas Sumatera Utara perekonomian dalam negeri yang menyebabkan posisinya rentan terhadap kemungkinan serangan spekulan. Kerawanan itu diantaranya adalah membengkaknya defisit neraca transaksi berjalan akibat mata uang yang over valued serta kebijakan manajemen utang yang sembrono sebelum krisis, yang kemudian terbukti menyebabkan terjadinya akumulasi hutang jangka pendek dalam dollar Amerika yang sangat besar. Selain itu ekspansi yang terlalu cepat dari sektor finansial dalam negeri selama masa boom juga menyebabkan buruknya kualitas portofolio kredit perbankan dan membuka potensi terjadinya devaluasi mata uang. Hal berbeda terjadi pada krisis Asia tahun 1997 yang sempat membuat dunia terhenyak sebab krisis juga menyapu negara-negara yang selama ini dianggap sebagai bagian dari ”keajaiban Asia” Asian miracle karena pertumbuhan ekonominya yang sangat tinggi selama hampir dua dekade sebelumnya. Sebelum krisis terjadi bisa dikatakan negara-negara ini hampir tidak pernah mengalami apa yang disebut sebagai problem ketidakseimbangan makroekonomi. Kondisi fiskal umumnya surplus dan tingkat inflasi tergolong rendah atau moderat selama bertahun-tahun. Dengan perkecualian Thailand, nilai tukar mata uang negara-negara itu juga tidak mengalami apresiasi yang berarti pada tahun-tahun menjelang krisis. Kalaupun ada perlambatan pertumbuhan ekspor disejumlah negara dikawasan ini sejak tahun 1996, penurunan terjadi setelah beberapa tahun ekspansi yang luar biasa. Meskipun demikian kualitas portofolio kredit dari lembaga-lembaga keuangan dinegara-negara tersebut mengalami perburukan sementara sektor dunia usaha juga terjerat beban hutang sangat berat sehingga secara finansial kondisinya juga menjadi sangat rentan terhadap Universitas Sumatera Utara kemungkinan terjadinya shock. Kelemahan disektor finansial dan korporasi ini merupakan satu-satunya kesamaan diantara negara-negara Asia yang terkena imbas krisis finansial tahun 1997. Bahayanya krisis yang terjadi dengan cepat menyebar dari satu negara ke negara lain, karena investor yang ketakutan investor yang ketakutan investasinya akan terpukul, berlomba-lomba menarik dananya. Meskipun faktor pencetus krisis berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain akan tetapi gejala umum yang terjadi dinegara-negara krisis hampir sama seperti menyusutnya dengan cepat cadangan devisa hingga ketingkat berbahaya, tingginya beban hutang luar negeri dibanding skala ekonomi negara bersangkutan. Hasil survei World Institute for Development Economics Research WIDER dengan sponsor United Nations PBB menyebutkan, selama tidak ada regulasi lebih ketat termasuk untuk membatasi sepak terjang para spekulan dan upaya-upaya lain untuk meredam dampak dari siklus naik- turun boom and bust-nya serta merosotnya arus modal global ke negara-negara berkembang, sulit mencegah terulangnya kembali krisis seperti dialami sejumlah negara berkembang akhir-akhir ini. Globalisasi tanpa pengawalpengaman karena dipaksakan saat arsitektur finansial global sendiri lemah sementara langkah-langkah preventif untuk mencegah atau mendeteksi secara dini potensi terjadinya krisis yang diperkenalkan IMF International Monetary Fund juga belum efektif, ini beresiko tinggi memunculkan korban-korban baru bertumbangan dikalangan emerging market seperti yang sudah terjadi di Asia. Cile sebagai contoh kasus liberalisasi pasar terbaik, negara ini pernah membuka secara penuh perekonomiannya pada tahun 1980-1981. Dengan liberalisasi penuh itu negara ini pada awalnya memang berhasil menarik Universitas Sumatera Utara modal asing dalam skala masifbesar. Namun situasi ini hanya berlangsung sesaat, sebab akibat imbas krisis utang besar Meksiko tahun 1982 yang kemudian diikuti sejumlah negara tetangganya, para pemodal asing beramai-ramai menarik modalnya dari negara tersebut. Belajar dari kejadian itu, pada awal tahun 1990-an, Cile mulai memperkenalkan serangkaian kebijakan kontrol modal yang didefinisikan dengan sangat jelas yang membatasi jumlah dana yang bisa ditarik investor keluar dari negara tersebut sewaktu-waktu. Hasilnya bisa dilihat, ketika krisis Meksiko kembali meledak tahun 1995 dan menyeret seluruh Amerika Latin kedalam krisis, PDB Cile justru tumbuh 9. Dewasa ini, negara ini merupakan satu-satunya negara di Amerika Latin yang lembaga pemeringkat dinilai layak investasi investment grade Berg and Patillo, IMF, 2000. Gejolak krisis keuangan global kembali terjadi dan telah mengubah tatanan perekonomian dunia. Krisis global yang berawal di Amerika Serikat pada tahun 2007, mulai semakin dirasakan dampaknya ke seluruh dunia, termasuk negara berkembang pada tahun 2008. Sejumlah kebijakan yang sangat agresif di tingkat global telah dilakukan untuk memulihkan perekonomian. Di Amerika Serikat, sebagai episentrum krisis, kebijakan pemerintah baru yang menempuh langkah serius untuk mengatasi krisis, menjadi faktor positif yang dapat mengurangi pesimisme akan resesi yang berkepanjangan dan risiko terjadinya depresi. Sementara itu, kemauan negara-negara industri maju lainnya untuk berkoordinasi dalam kebijakan pemulihan ekonomi juga diharapkan dapat meningkatkan keyakinan pelaku pasar. Namun, proses berbagai lembaga keuangan memperbaiki struktur neracanya deleveraging yang diperkirakan Universitas Sumatera Utara masih terus berlangsung, serta dampak umpan balik dari sektor riil ke sektor keuangan, menyebabkan risiko dan ketidakpastian dipasar keuangan global masih tinggi. Perekonomian dunia saat ini sedang berada di puncak gelombang krisis ekonomi global yang terberat sejak depresi tahun 1929. Berbagai upaya yang ditempuh agar dapat melalui krisis di tahun 2009 ini, menjadi agenda utama para pengelola kebijakan dan para pelaku ekonomi di semua negara. Krisis keuangan dengan skala global yang terjadi saat ini bukanlah yang pertama kali terjadi di dunia. Sepanjang sejarah, krisis ekonomi dan instabilitas finansial datang silih berganti. Perubahan karakteristik krisis yang berbeda dari waktu ke waktu memberi dampak yang berbeda pada wajah perekonomian global. Semenjak beberapa tahun terakhir, fenomena yang terjadi di pasar keuangan global adalah terjadinya kelebihan likuiditas global global excess liquidity, melonjaknya harga minyak, dan merebaknya inovasi finansial yang tercermin pada fenomena carry trade, praktik sekuritisasi, dan aktivitas leveraging dari lembaga-lembaga keuangan. Berbagai perkembangan tersebut telah membawa sistem keuangan global pada tabir kerentanan finansial. Munculnya berbagai inovasi finansial tersebut, pada gilirannya juga meningkatkan risiko moral hazard terutama adanya persepsi ‘too big too fail’ bagi produk finansial Amerika, yang juga didukung oleh rating tinggi dari produk keuangan tersebut, bahkan untuk surat berharga berbasis sub-prime mortgages. Merosotnya harga properti, yang diikuti oleh turunnya harga surat hutang berbasis sub-prime mortgages di Amerika Serikat, pada ujungnya mengguncang pasar keuangan disana. Dengan semakin terintegrasinya perekonomian global, krisis Universitas Sumatera Utara tersebut kemudian bergulir dan melebar keseluruh penjuru dunia. Belajar dari kegagalan penanganan krisis Depresi Besar di tahun 1930-an hingga menyebabkan proses pemulihan berjalan sangat lambat, sejumlah negara telah melakukan langkah- langkah yang agresif. Pemerintahan di seluruh dunia meluncurkan paket-paket stimulus fiskal untuk memberikan dorongan pada perekonomian yang terus melemah. Bank sentral di berbagai negara juga bersama-sama memompakan likuiditas ke dalam perekonomian dalam jumlah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Upaya tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya proses spiral ke bawah yang akan berdampak pada sektor keuangan dan sektor riil. Di sektor keuangan, upaya penyelamatan yang dilakukan pemerintah di berbagai negara adalah menempuh langkah-langkah intervensi, termasuk menerapkan penjaminan penuh blanket guarantee bagi simpanan di bank, menjamin atau mengambilalih aset-aset bermasalah, menginjeksi modal kepada lembaga-lembaga keuangannya atau bahkan mengambilalih lembaga- lembaga tersebut. Meski belum sepenuhnya mampu mengatasi permasalahan yang terus berkembang, secercah harapan muncul dari kebijakan agresif yang telah dilakukan tersebut. Apabila berbagai kebijakan tersebut dapat ter-implementasi dengan baik dan berjalan secara konsisten, harapan akan membaiknya perekonomian dunia mulai triwulan IV-2009 akan semakin besar. Dengan demikian, krisis global saat ini tidak akan jatuh ke dalam depresi seperti yang terjadi di tahun 1930-an Laporan Perekonomian Indonesia 2008, Bank Indonesia, 2009. Universitas Sumatera Utara

4.3. Nilai Tukar Rupiah Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi 19971998