Nilai Tukar Rupiah Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi 19971998

4.3. Nilai Tukar Rupiah Sebelum dan Sesudah Krisis Ekonomi 19971998

Ada tiga sistem yang pernah digunakan oleh pemerintah Indonesia dalam menetapkan kebijakan nilai tukar sejak tahun 1971 hingga sekarang. Antara tahun 1971 hingga 1978 dianut sistem tukar tetap fixed exchange rate dimana nilai rupiah secara langsung dikaitkan dengan dollar Amerika. Sejak 15 November 1978 sistem nilai tukar rupiah diubah menjadi mengambang terkendali managed floating exchange rate dimana nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD namun terhadap sekeranjang valuta partner dagang utama. Maksud dari sistem nilai tukar tersebut adalah bahwa meskipun diarahkan ke sistem nilai tukar mengambang namun tetap menitikberatkan unsur pengendalian. Kemudian terjadi perubahan mendasar dalam kebijakan mengambang terkendali terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997, dimana jika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance atas pergerakan nilai tukar maka sejak saat itu tidak ada lagi band sebagai acuan nilai tukar. Namun demikian cukup sulit menjawab apakah nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas kepasar free floating atau masih akan dilakukan intervensi oleh Bank Indonesia. Nilai tukar rupiah juga sudah mengalami beberapa kali devaluasi terhitung mulai dari 30 Maret 1983 dari Rp. 702.50 menjadi Rp. 970 per USD guna mengembalikan daya saing Indonesia yang menurun dikarenakan rupiah over valued akibat tingginya laju inflasi dibanding negara pesaing atau negara rekanan utama Indonesia dan juga dikarenakan pertumbuhan ekonomi semakin menurun tajam diikut dengan defisit neraca pembayaran yang cukup besar. Tindakan devaluasi kembali Universitas Sumatera Utara dilakukan pada 12 September 1986 sebesar 31 dikarenakan merosotnya harga minyak internasional sampai 10 per barel pada bulan Agustus 1986 menyebabkan defisit neraca pembayaran Indonesia semakin membengkak. Hal ini disebabkan karena ekonomi Indonesia sangat bergantung pada ekspor minyak. 1 yang semula hanya Rp. 1.134 disesuaikan menjadi Rp. 1.644. Setelah beberapa kali devaluasi itu dilakukan, terlihat peningkatan yang cukup berarti pada penerimaan ekspor, khususnya dari sektor non migas. Namun pada periode-periode berikutnya penerimaan ekspor menurun akibat tidak realistisnya nilai tukar rupiah terhadap US dollar. Dilain pihak, masyarakat juga sudah trauma terhadap kebijakan devaluasi yang terus dilakukan pemerintah dan hal ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan pasar. Demi menghindari ekspektasi negatif masyarakat tersebut maka pemerintah menerapkan kebijakan nilai tukar mengambang managed floating exchange rate ditahun 1986. Dengan sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap beberapa mata uang negara mitra dagang utama Indonesia. Pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergera dipasar dengan kisaran spread tertentu sedangkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, pemerintah melakukan intervensi ketika kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah yang ditetapkan. Hingga paruh pertama bulan Juli 1997 nilai tukar rupiah masih relatif stabil pada level Rp. 2.350 per 1. Namun dalam triwulan pertama 199899, nilai tukar rupiah mengalami penurunan yang sangat tajam hingga sempat mencapai tingkat terendah yaitu Rp. 16.500 per dollar pada bulan Juni 1998. Hal ini berkaitan dengan semakin lemahnya Universitas Sumatera Utara kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang tercermin dari tingginya tingkat inflasi dan dalamnya kontraksi ekonomi. Ekspansi moneter yang terjadi pada periode ini mendorong peningkatan permintaan dipasar valuta asing sehingga memperlemah nilai tukar rupiah. Upaya penanganan pinjaman luar negeri swasta yang belum menemui titik terang dan credit line perbankan Indonesia yang dibekukan oleh pihak luar negeri ikut memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Selanjutnya rupiah kembali melemah kembali dikisaran Rp. 8.500 – Rp. 9.260 pada bulan Februari hingga pertengahan Maret 1999. Depresiasi tersebut terutama dipicu oleh melemahnya mata uang regional khususnya Baht Thailand dan Dollar Singapura, dan devaluasi mata uang Brazil, Real, serta isu akan didevaluasinya mata uang RRC, Renminbi. Berbagai kerusuhan didalam negeri dan penundaan pembekuan beberapa bank pada akhir Februari turut memberikan andil bagi bertambahnya sentimen negatif pelaku pasar terhadap rupiah. Pada akhir periode laporan, rupiah kembali menguat dan bergerak stabil pada kisaran Rp. 8.500 – Rp. 8.800. Penguatan rupiah berkaitan erat dengan pembelian rupiah dipasar, terutama untuk pembayaran pajak akhir tahun fiskal oleh perusahaan asing. Sentimen positif pasar terhadap rupiah dalam periode tersebut juga dipengaruhi oleh pencairan dana bantuan internasional yang berasal dari IMF, ADB dan JEXIM serta adanya restrukturisasi utang luar negeri perbankan. Kondisi politik yang cenderung membaik, khususnya setelah dikeluarkannya UU Politik, relatif lancarnya rangkaian persiapan pelaksanaan persiapan Pemilu, serta semakin besarnya iklim keterbukaan Universitas Sumatera Utara pemerintah diberbagai hal turut pula mengoreksi sentimen negatif pasar yang terjadi sebelumnya. Krisis global kembali terjadi diakhir tahun 2007 yang dipengaruhi oleh sentimen negatif pasar global yang terimbas memburuknya krisis subprime. Kondisi ini diperparah dengan naiknya harga minyak sehingga memicu investor untuk mengalihkan aset ke investasi yang dipandang lebih tidak berisiko. Dinamika nilai tukar rupiah selama tahun 2008 sangat dipengaruhi oleh perkembangan krisis keuangan global, gejolak harga komoditas dan perlambatan ekonomi dunia yang memicu memperburuknya persepsi investor dan ekspektasi pelaku pasar. Gejolak eksternal tersebut menyebabkan perkembangan nilai tukar rupiah selama tahun 2008 sangat berfluktuasi, terutama sejak awal triwulan IV-2008. Namun demikian kebijakan ekonomi makro yang konsisten dan berhati-hati disertai langkah stabilisasi nilai tukar secara umum dapat meredam terjadinya tekanan yang berlebihan. Secara rata-rata nilai tukar rupiah melemah 5.4 dari Rp. 9.140 per dollar Amerika pada tahun 2007 menjadi Rp. 9.666 per dollar Amerika pada tahun 2008. Diakhir tahun 2008, rupiah berada dilevel Rp. 10.900 per dollar Amerika atau melemah 13.8 dari akhir tahun sebelumnya Rp. 9.393 per dollar Amerika. Sementara itu, neraca transaksi berjalan juga mengalami tekanan akibat jatuhnya harga komoditas dan merosotnya pertumbuhan ekonomi dinegara mitra dagang. Perkembangan tersebut menyebabkan rupiah tertekan hingga mencapai level tertinggi Rp. 12.150 per dollar Amerika pada November 2008 Gambar 4.1. Universitas Sumatera Utara Namun demikian, kebijakan Bank Indonesia serta kebijakan pemerintah untuk mengamankan implementasi APBN 2008 berhasil meredam timbulnya tekanan yang lebih kuat bahkan mendorong kembali masuknya aliran portofolio asing. Seiring dengan hal itu, nilai tukar rupiah cenderung stabil pada triwulan II-2008 sumber: LPI 2009 Bank Indonesia.

4.4. Hasil Uji Akar-Akar Unit Unit Root Test