yaitu 1 baik, jika responden memperoleh skor 13-15, 2 sedang jika responden memperoleh skor 9-12, dan 3 kurang jika responden memperoleh skor 5-8. Hasil
abel 4.6. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Variabel Sumber
ategorikan asar
at pada Tabel di bawah ini
No Jumlah
n Persentase
kategori variabel sumber daya dapat dikategorikan seperti pada Tabel4.6. T
Daya
Distribusi frekuensi responden berdasarkan sumber daya dik berd
kan hasil skoring yang dapat dilih .
Sumber Daya
1 Tidak Baik skor 13-15
skor 9-12 Total
31 100
9 29.0
2 Sedang
17 54.8
3 Baik skor 5-8
5 16.1
Berdasarkan Tabel 4.6. di atas, menunjukkan mayoritas sumber daya termasuk kategori sedang yaitu sebanyak 17 petugas 54,8 dibandingkan
kategori tidak baik yaitu sebanyak 9 petugas 29,0 dan baik yaitu sebanyak 5 etugas 16,1.
b. Ke
ram DBD terdiri dari 5 lima indikator yang dapat dilihat pada Tabeldibawah i
ab i Frekuensi Responden Menurut Indikator
p
pemimpinan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan kepemimpinan petugas P2P prog
ni.
T Kepemimpinan
el 4.7. Distribus
Jawaban TS
Indikator Kepemimpinan N
KS S
SS SS
S o
1 Selalu melakukan
pengawasan. 4
8 3
8 1
2 .
Universitas Sumatera Utara
. 4
. 7
. 9
2 Selalu melakukan
6 pengarahan.
4 5
. 2
4 8
. 4
. 5
. 3
Selalu melakukan evaluasi. 1
9 .
4 5
4 .
8 1
2 .
9 1
2 .
9
4 Selalu melakukan pembinaan.
1 9
. 4
5 8
. 1
2 2
. 6
. 5
Selalu melakukan pertemuan 9
4 1
3 9
4 .
rutin. 1
. .
. 6
1
Keterangan:
TS= Tid
48,4 petugas P2P tidak Berdasarkan indikator kedua, mayoritas 48,4 petugas P2P kurang
indikator ke lima diketahui mayoritas 61,3 petugas P2P menyatakan kurang
aka impinan dapat dikategorikan seperti pada Tabeldibawah ini.
ak Setuju; KS=Kurang Setuju; S= Setuju; SS= Setuju Sekali; SSS=Sangat Setuju Sekali
Berdasarkan Tabel 4.7. di atas, indikator pertama diketahui mayoritas setuju jika pemimpin selalu melakukan pengawasan.
setuju pemimpin melakukan pengarahan, selanjutnya menurut indikator ketiga, mayoritas 54,8 petugas P2P kurang setuju jika pemimpin melakukan evaluasi
terhadap hasil kerja mereka, dan indikator ke empat menunjukkan mayoritas 58,1 petugas P2P menyatakan kurang setuju jika dilakukan pembinaan dan
setuju jika dikakukan pertemuan rutin. Berdasarkan hasil skoring dari indikator kepemimpinan tersebut, m
variabel kepem
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.8
ategorikan asar
ang dapat dilihat pada Tabel di bawah ini
No Jumlah
n Persentase
. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Variabel Kepemimpinan
Distribusi frekuensi responden menurut kepemimpinan dik berd
kan hasil skoring y .
Kepemimpinan
1 Tidak Baik 13-15
9-12 3
Baik 5-8 1
3.2 13
41.9 2
Sedang 17
54.8 Total
31 100
anyak 3 orang 41,9, dan kepemimpinan kategori baik hanya 1 orang 3,2.
c. Im
m D
i.
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Indikator Imbalan
Berdasarkan Tabel 4.8 di atas, diketahui bahwa mayoritas responden mengemukakan bahwa kepemimpinan termasuk kategori sedang yaitu sebanyak
17 responden 54,8, di ikuti kepemimpinan kategori tidak baik yaitu seb 1
balan
Distribusi frekuensi responden berdasarkan imbalan petugas P2P progra BD yang terdiri dari 5 lima indikator dapat dilihat pada Tabel di bawah in
Indikator Imbalan Jawaban
TS KS
S S
S SS
S n
Imbalan sesuai dengan beban kerja. 1
9 4
1 ,
9 5
4 8
, 4
, 7
,
Imbalan sesuai dengan beban 4
pangkatgolongan. 2
2 ,
1 2
, 5
8 ,
,
Universitas Sumatera Utara
6 9
1 Imbalan diberikan setelah
melaksanakan tugas. 5
8 ,
1 1
3 2
, 3
9 ,
7 ,
Diberikan imbalan bila bekerja melebihi jam kerja
6 4
, 5
8 2
5 ,
8 9
, 7
,
Mendapatkan imbalan bila bekerja .
2 3
1 7
5 4
1 2
diluar tugas 3
, .
, 8
, 9
,
Keterangan;
TS= Tidak Sesuai; KS=Kurang Sesuai; S=Sesuai; SS= Sesuai Sekali; SSS=Sangat Sesuai Sekali
Berdasarkan Tabel 4.9 di atas, berdasarkan indikator pertama, diketahui mayoritas 48,4 petugas P2P kurang sesuai imbalan yang diberikan
berdasarkan beban kerja. Menurut indikator ke dua, diketahui mayoritas 22,6 petugas P2P menyatakan tidak sesuai jika imbalan yang diberikan berdasarkan
pangkatgolongan. Berdasarkan indikator ke tiga menunjukkan mayoritas 58,1 menyatakan
tidak sesuai imbalan yang diberikan setelah melaksanakan tugas, dan menurut indikator ke empat menunjukkan mayoritas 64,5 P2P menyatakan tidak sesuai
imbalan juga diberikan jika bekerja melebihi jam kerja, dan sesuai dengan indikator ke lima diketahui mayoritas 54,8 menyatakan kurang sesuai imbalan
ang diberikan bila bekerja di luar jam kerja.
Tabel 4.10. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Variabel Imbalan
Distribusi frekuensi responden menurut imbalan dikategorikan berdasarkan hasil skoring yang dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
No Jumlah
n Persentase
y
Imbalan
Universitas Sumatera Utara
1 Tidak Baik
14 45.2
2 Sedang
13 41.9
3 Baik
4 12.9
Total 31
100
Berdasarkan Tabel 4.10 di atas, menunjukkan responden menyatakan imbalan yang diberikan termasuk kategori tidak baik dan sedang relatif sama
masing-masing yaitu 14 orang 45,2 dan 13 orang 41,9, sedangkan responden yang menyatakan baik sebanyak 4 orang 12,9.
4.2.3. Kinerja Staf P2P Program DBD
Distribusi frekuensi responden berdasarkan indikator kinerja petugas P2P program DBD terdiri dari 9 sembilan indikator dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini.
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Responden M ut Indikator
inerja Petug
waban
enur K
as P2P Program DBD
Ja TS
KS S
SS SSS
n n
n n
n 1
18 58.1
10 32.3
1 3.2
2 6.5
No Indikator
Kinerja Kasus
DBD selalu dilaporkan
sesuai jadwal
yang telah ditetapkan.
2 nak
14 45.2
16 51.6
1 3.2
0.0 Selalu
melaksa an
penyuluhan DBD
Universitas Sumatera Utara
secara intensif.
3 uhan
ri 10
32.3 13
41.9 6
19.4 2
6.5 Kegiatan
penyul selalu
dihadi oleh
petugas P2P .
4 an
l n
16 51.6
8 25.8
5 16.1
2 6.5
Penyuluh massa
merupakan kegiata
yang direncana.
5 an
a 19
61.3 9
29.0 3
9.7 0.0
Selalu melaksanak
an kegiat pemeriksa
n jentik berkala.
6 PSN
lalu 16
51.6 10
32.3 5
16.1 0.0
Cakupan pelaksanaa
n DBD se
capai target 80
7 an
an 13
41.9 10
32.3 5
16.1 3
9.7 Selalu
melaksanak n kegiat
gerakan 3M d
gotong royong.
8 araka
rima 8
25.8 13
41.9 6
19.4 4
12.9 Seluruh
masay t mene
bubuk abate
secara gratis.
9 pro
i 9
29.0 14
45.2 5
16.1 3
9.7 Selalu
diadakn penyem
tan bila terjad
wabah KLB DBD.
Keterangan;
S= T
Tidak Sesuai; KS=Kurang Sesuai; S=Sesuai; SS= Sesuai Sekali; SSS=Sangat Sesuai Sekali
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan Tabel 4.11. di atas menunjukkan bahwa 58,1 menyatakan tidak sesuai kasus DBD yang selalu dilaporkan sesuai jadwal yang telah ditentukan.
Selain itu mayoritas 51,6 petugas P2P menyatakan kurang sesuai dalam pelaksanaan penyuluhan DBD secara intensif, dan mayoritas 41,9 petugas P2P
juga m
ndapatkan
ka responden memperoleh skor 21-27, 2 kinerja sedang, jika responden emperoleh skor
9-14.
inerja
enyatakan kurang sesuai bahwa dalam pelaksanaan kegiatan DBD dihadiri oleh seluruh petugas P2P.
Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mayoritas 51,6 petugas P2P menyatakan tidak sesuai dalam pelaksanaan penyuluhan massal.
Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa mayoritas 61,3 petugas P2P menyatakan tidak sesuai pelaksanaan kegiatan pemeriksaan jentik berkala,
kemudian mayoritas 51,6 petugas P2P menyatakan tidak sesuai cakupan pelaksanaan PSN, selanjutnya mayoritas 41,9 petugas P2P menyatakan tidak
sesuai pelaksanaan gotong royong bersama dan gerakan 3M, dan mayoritas 41,9 petugas P2P menyatakan kurang sesuai masyarakat yang me
bubuk abate, serta mayoritas 45,2 petugas P2P menyatakan kurang sesuai bahwa pelaksanaan penyemprotan yang dilakukan ketika terjadi KLB.
Berdasarkan hasil skoring pada indikator kinerja petugas P2P tersebut, maka variable kinerja petugas P2P dapat dikategorikan dengan ketentuan, 1 kinerja
baik, ji memperoleh skor 15-20, dan 3 kinerja kurang, jika responden m
Tabel 4.12. Distribusi Frekuensi Responden Menurut K
Universitas Sumatera Utara
Distribusi frekuensi responden menurut kinerja dikategorikan berdasarkan hasil sko
da Tabel di bawah ini. No
Jumlah n
Persentase
ring yang dapat dilihat pa
Kinerja
1 Tidak Baik skor 21-27
12 38.7
2 3
Sedang skor 15-20 11
35.5 Baik skor 9-14
8 25.8
Total 31
100 Berdasarkan Tabel 4.12 menunjukkan bahwa kinerja petugas P2P DBD
relatif sama antara tidak baik dengan sedang, masing-masing 12 orang 38,7 dan 11 orang 35,5 sedangkan petugas dengan kinerja yang baik sebanyak 8
4.3. A 4.3
idak baik 41,7, responden dengan tamatan D-III em
jukkan tidak terdapat hubungan masa kerja petugas P2P DBD dengan kinerja petugas P2P DBD yang
ditunjukkan oleh nilai p-value =0,756 p0,05. orang 25,8.
nalisis Bivariat .1. Hubungan Karakteristik Responden dengan Kinerja Petugas P2P DBD
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan pendidikan menunjukkan terdapat hubungan signifikan pendidikan petugas P2P DBD dengan kinerja
petugas P2P DBD yang ditunjukkan oleh nilai p-value =0,010 p0,05. Secara proporsi menunjukkan responden petugas P2P yang berpendidikan tamatan SLTA
mempunyai kinerja yang t m
punyai kinerja baik 54,5 dan responden dengan tamatan S-1 mempunyai kinerja yang baik 62,5.
Berdasarkan masa kerja secara statistic menun
Universitas Sumatera Utara
Secara proporsi menunjukkan mayoritas responden yang mempunyai masa kerja 3 tahun mempunyai kinerja tidak baik, demikian juga dengan masa kerja
≥3 tahun juga mempunyai kinerja tidak baik.
Tabel 4.13. Hubungan Karakteristik Individu dengan Kinerja Petugas P2P DBD
Hubungan karakteristik individu dengan kinerja petugas P2P program DBD dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Kinerja Tidak Baik
Sedang Baik
Hasil Uji Chi Square
Karakteristi k Responden
N n
n Nilai
X Nilai
p- value
Pendidikan
1 Tamat
SLTA SPK
5 41.
7 5
45. 5
2 25.
2 Tamat
D-III 6
50. 6
54. 5
1 12.
5 3
Tamat S-1
1 8.3
0.0 5
62. 5
13,37 7
0,010
Total 1
2 10
1 1
10 8
10
Masa Kerja
1 Baru
3 tahun
6 50.
5 45.
5 5
62. 5
0,559 0,756
2 Lama
= 3 tahun
6 50.
6 54.
5 3
37. 5
Total 1
2 10
1 1
10 8
10
Pelatihan
1 Tidak
Baik 8
66. 7
2 18.
2 3
37. 5
2 Sedan
g 1
8.3 7
63. 6
1 12.
5 3
Baik 3
25. 2
18. 4
50. 12,05
4 0,017
Universitas Sumatera Utara
0 2 0 Total
1 2
10 1
1 10
8 10
signifikan pada α=0,05 dan dimasukkan dalam analisis multivariat
Berdasarkan Tabel 4.13. di atas juga dapat diketahui bahwa berdasarkan pelatihan, petugas P2P DBD yang mempunyai pelatihan tidak baik, mayoritas
66,7 mempunyai kinerja tidak baik, kemudian petugas P2P DBD dengan pelatihan sedang, mayoritas 63,6 mempunyai kinerja sedang dan petugas P2P
DBD yang dengan pelatihan baik mayoritas mempunyai kinerja baik 50,0. Hasil uji chi square menunjukkan terdapat hubungan signifikan pelatihan
dengan kinerja petugas P2P yang ditunjukkan oleh nilai α=0,017 p0,005
4.3.2. Hubungan Karakteristik Organisasi dengan Kinerja Petugas P2P DBD
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan sumber daya menunjukkan tidak terdapat hubungan sumber daya dengan kinerja petugas P2P DBD yang
ditunjukkan oleh nilai p-value =0,129 p0,05. Secara proporsi menunjukkan mayoritas responden yang menyatakan sumber
daya yang tidak baik mayoritas 50,0 mempunyai kinerja tidak baik, selanjutnya petugas P2P DBD yang menyatakan sumber daya sedang, mayoritas
mempunyai kinerja sedang dan petugas P2P DBD dengan sumber daya baik mayoritas 37,5 mempunyai kinerja baik.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan kepemimpinan, diketahui menunjukkan terdapat hubungan kepemimpinan dengan kinerja petugas P2P DBD yang ditunjukkan oleh nilai p-
value= 0,040 p0,05. Secara proporsi menunjukkan petugas P2P dengan pendapat kepemimpinan kategori tidak baik maypritas 83,3 mempunyai
kinerja tidak baik, kemudian petugas P2P dengan penilaian kepemimpinan kategori sedang mayoritas 81,8 mempunyai kinerja sedang dan responden
dengan penilaian kepemimpinan baik mayoritas 37,5 mempunyai kinerja kinerja.
Berdasarkan variabel imbalan, menunjukkan terdapat hubungan imbalan dengan kinerja petugas P2P DBD yang ditunjukkan oleh nilai p-value =0,002
p0,05. Secara proporsi menunjukkan petugas P2P dengan penilaian imbalan tidak
baik mayoritas 83,3 mempunyai kinerja tidak baik, kemudian petugas P2P dengan penilaian imbalan kategori sedang mayoritas 81,8 mempunyai kinerja
sedang, dan petugas P2P dengan penilaian imbalan baik mayoritas 37,5 mempunyai kinerja baik. Keseluruhan hasil penelitian dapat dilihat pada
Tabel4.14.
Tabel 4.14. Hubungan Karakteristik Organisasi dengan Kinerja Petugas P2P DBD
Hubungan karakteristik organisasi dengan kinerja petugas P2P program
DBD dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
Kinerja Karakteristik
Organisasi
Tidak Baik
Sedang Baik
Hasil Uji Chi Square
Universitas Sumatera Utara
n Nilai
X Nilai p-
value 1
Sumber Daya
Tidak Baik 6
5 .
2 1
8 .
2 1
2. 5
Sedang 5
4 1
. 7
8 7
2 .
7 5
0. Baik
1 8
. 3
1 9
. 1
3 7.
5 7,127
0,291
Total 1
2 1
1 1
1 1
2 Kepemimpinan
Tidak Baik 5
4 1
. 7
6 5
4 .
5 2
5. Sedang
7 5
8 .
3 5
4 5
. 5
3 7.
5 Baik
. .
3 7.
5 10,05
0,040
Total 1
2 1
1 1
1 1
3 Imbalan
Tidak Baik 1
8 3
. 3
2 1
8 .
2 2
5. Sedang
1 8
. 3
9 8
1 .
8 3
7. 5
Baik 1
8 .
3 .
3 7.
5 19,17
0,001
Total 1
2 1
1 1
1 1
signifikan pada α=0,05 dan dimasukkan dalam analisis multivariat
4.4.
Analisis Multivariat
Universitas Sumatera Utara
Analisis multivariat didasarkan pada variabel-variabel dalam analisis bivariat yang mempunyai nilai p-value 0,25. Berdasarkan hasil analisis bivariat terdapat
4 empat variabel yang dapat diikutkan dalam analisis multivariat yaitu variabel 1 pendidikan, 2 pelatihan, 3 kepemimpinan, dan 4 imbalan.
Tabel 4.15. Hasil Uji Rgresi Berganda Berdasarkan analisis uji multivariat maka di dapat hasil uji regresi berganda
pada 4 empat variabel yang dapat dilihat pada Tabel di bawah ini.
No Variabel
Nilai
β
Nilai Beta Nilai
p- value
1 Pendidikan
0,327 0,304
0,118 2
Pelatihan 0,027
0,028 0,882
2 Kepemimpinan
0,461 0,351
0,029 4
Imbalan 0,559
0,486 0,007
Nilai Konstanta 0,289
signifikan pada α=0,05
Berdasarkan Tabel 4.15. di atas, diketahui bahwa dari empat variabel yang diuji secara serempak dengan metode enter menunjukkan hanya terdapat 2 dua
variabel yang mempunyai pengaruh dengan kinerja petugas P2P DBD yaitu variabel imbalan dengan nilai p-value= 0,007 dengan nilai
β=0,559, dan variabel kepemimpinan dengan nilai nilai p-value= 0,029 dengan nilai
β=0,351, sehingga dapat dibuat model regresi berganda yaitu sebagai berikut:
Y= 0,289 + 0,486 imbalan + 0,351 kepempimpinan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Pengaruh Karakteristik Individu Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD
5.2.1. Pengaruh Pendidikan Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil chi square menunjukkan pendidikan mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja
petugas P2P DBD dengan nilai p-value=0,010, artinya pendidikan petugas P2P DBD dapat menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan prestasi dan hasil
kerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Keadaan ini didukung oleh persentase pendidikan petugas berdasarkan
kinerja. Secara proporsi menunjukkan mayoritas responden dengan kinerja tidak baik terdapat pada responden dengan pendidikan tamat D-III yaitu sebesar 50,0,
kinerja kategori sedang mayoritas 54,4 juga terdapat pada responden dengan pendidikan D-III, dan kinerja baik mayoritas 62,5 terdapat pada responden
dengan tamatan S1. Namun secara serempak berdasarkan hasil uji regresi linear berganda ternyata
pendidikan petugas P2P DBD tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja P2P DBD, artinya secara bersama-sama dengan faktor lain variabel
pendidikan secara parsial tidak mempengaruhi petugas P2P DBD untuk mencapai hasil kerja yang maksimal. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor lain yang lebih
dominan.
Universitas Sumatera Utara
Dampak perbedaan latar belakang pendidikan menyebabkan rendahnya pengetahuan petugas P2P DBD, sehingga berdampak secara langsung atau tidak
langsung terhadap kinerja petugas P2P DBD. Dampak dalam jangka pendek adalah tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas pada bidangnya dengan tepat
waktu dan dampak jangka panjang adalah hasil kerja mereka tidak ada perubahan. Hanya mengandalkan kegiatan-kegiatan yang rutinitas dilakukan tanpa ada
trobosan baru dan memperoleh informasi terkini, misalnya mencatat hasil kerja dengan form yang sama, menyusun laporan kegiatan yang tidak seperti layaknya
laporan pelaksanaan kegiatan yang direkomendasikan oleh Depkes. Hasil pengamatan dilapangan sebagian besar mereka cenderung tidak menggunakan
buku pedoman pelaksanaan kegiatan pada masing-masing bidang, dimana buku yang telah dibagikan oleh dinas kesehatan cenderung diabaikan, tidak dipelajari
tentang ketentuan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan. Menurut pendapat Surbagus 2008 bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang semakin tinggi pengetahuan yang dimilikinya dan semakin terampil dalam menyikapi pekerjaannya dan menghasilkan kinerja yang diharapkan.
Sedangkan semakin rendah pendidikan yang dimiliki seseorang maka semakin rendah pula pengetahuan yang dimilikinya dan semakin tidak terampil dalam
menyikapi pekerjaannya. Menurut Maslow 1984 dalam Ilyas 2001 bahwa latar belakang
pendidikan dan masa kerja seseorang akan mempengaruhi kemampuan pemenuhan kebutuhannya. Sesuai dengan tingkat pemenuhan kebutuhan yang
berbeda-beda akhirnya mempengaruhi motivasi kerja seseorang.
Universitas Sumatera Utara
5.2.2. Pengaruh Masa Kerja Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD
Berdasarkan masa kerja diketahui menurut hasil penelitian menunjukkan tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan kinerja petugas P2P DBD dengan nilai
p-value=0,756, artinya masa kerja petugas P2P DBD dalam penelitian ini tidak menjadi faktor pendukung terhadap hasil kerja petugas P2P DBD dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Namun secara proporsi menunjukkan mayoritas responden dengan kinerja
tidak baik adalah sama pada responden dengan masa kerja 3 tahun dengan ≥3
tahun, kinerja kategori sedang mayoritas 54,4 terdapat pada responden dengan masa kerja
≥3 tahun, dan kinerja baik mayoritas 62,5 terdapat pada responden dengan 3 tahun. Masa kerja dalam penelitian ini adalah jumlah tahun petugas
P2P bekerja sebagai PNS dan bertugas di bidang P2P DBD. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Helmi 2008 bahwa
masa kerja mempunyai pengaruh dengan kinerja petugas puskesmas di Kabupaten Serdang Bedagai. Demikian juga dengan penelitian Mukhlis 2007 bahwa masa
kerja sangat berpengaruh terhadap pengetahuan petugas vaksin dan kinerja petugas vaksin di puskesmas.
Menurut Rivai 2003 masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih dari seseorang dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain.
Pengalaman kerja pada awal melaksanakan tugas tidak banyak memerlukan bimbingan tetapi bila sifat kepribadiannya buruk atau intelegensinya rendah maka
Universitas Sumatera Utara
semakin lama akan semakin kurang berhasil guna dan berdaya guna dalam bekerja Sedarmayanti, 2004.
Menurut Payaman 2005 pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang
sama, semakin terampil dan semakin cepat menyelesaikan pekerjaan tersebut sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan kinerja.
5.2.3. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD
Hasil uji chi square menunjukkan variabel pelatihan mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja petugas P2P DBD di Kota Lhoksumawe dengan nilai p-
value=0,017. Pelatihan tersebut dilihat dari 5 lima indikator dan menunjukkan 38,7
menyatakan bahwa pelatihan yang diadakan menunjang program penanggulangan KLB DBD, mayoritas petugas menyatakan kurang sesuai 45,2 program
pelatihan yang didikuti sesuai dengan target yang diharapkan, mayoritas 58,1 menyatakan materi pelatihan yang diikuti sesuai dengan pelaksanaan program
KLB DBD, mayoritas 48,4 menyatakan tidak sesuai pelatihan yang didikuti tersebut memberikan informasi terbaru dalam upaya penanggulangan KLB DBD,
mayoritas responden menyatakan tidak sesuai 20,5 bahwa informasi yang diperoleh dari pelatihan dapat diterapkan dalam program penanggulangan KLB
DBD. Berdasarkan hasil skor indikator pelatihan tersebut menunjukkan bahwa
mayoritas petugas menyatakan bahwa pelatihan yang diadakan di Dinas
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan Kota Lhoksumawe termasuk tidak baik yaitu sebanyak 13 orang 41,9, sedangkan kategori baik dan sedang adalah sama yaitu sebanyak 9
petugas 29,0. Keadaan ini menunjukkan bahwa peran dinas kesehatan dalam mengakomodir
pelatihan-pelatihan yang mendukung kinerja petugas P2P DBD sangat penting diperhatikan guna meningkatkan prestasi kerja dan hasil kerja mereka.
Menurut Umar 2002 program pelatihan ditujukan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk
kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan bertujuan untuk menyiapkan pegawainya untuk memangku jabatan tertentu dimasa yang akan datang.
Pengembangan bersifat lebih luas karena menyangkut banyak aspek seperti peningkatan dalam keilmuan, pengetahuan, kemampuan, sikap dan kepribadian.
Program pelatihan dan pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi gap antara kecakapan pegawai dan peminatan jabatan. Selain untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran kerja.
5.3 Pengaruh Karakteristik Organisasi Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD
5.3.1. Pengaruh Sumber Daya Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD
Hasil uji chi square menunjukkan bahwa variabel sumber daya tidak mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja petugas P2P DBD dengan nilai
p-value=0,291, artinya sumber daya yang ada di dinas kesehatan maupun
Universitas Sumatera Utara
puskesmas belum memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja petugas P2P DBD.
Sumber daya yang dimaksud dilihat berdasarkan lima indikator dan hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden 41,9 menyatakan kurang
setuju dalam penanggulangan KLB DBD tersedia sarana transportasi yang mendukung, demikian juga dengan tersedia SDM yang mendukung dan fasilitas
kesehatan masing-masing 45,2. Selain itu mayoritas responden menyatakan setuju bahwa dalam pelaksanaan penanggulangan KLB DBD setuju jika tersedia
dana yang mendukung dan mayoritas 48,4 menyatakan tidak setuju bahwa perencanaan program kerja mendukung pelaksanaan penanggulangan KLB DBD.
Keadaan ini memberikan gambaran bahwa selama ini sumber daya yang ada hanya dianggap sebagai fasilitas pendukung saja dan belum mampu untuk
memberikan masukan bagi peningkatan hasil kerjanya. Menurut Rosidah, dkk 2003 organisasi dipengaruhi oleh sumber daya yang
terdiri dari sumber daya manusia dan sumber daya non manusia atau disebut jasa dengan sumber daya alam natural resource seperti modal, mesin, teknologi,
material dan lain-lain. Kedua kategori sumber daya tersebut sama-sama penting, akan tetapi sumber
daya manusia SDM merupakan faktor dominan karena memilki akal, pengetahuan, keterampilan, motivasi, karya dan prestasi. Pada prinsipnya SDM adalah satu-satunya
sumber daya yang sangat menentukan organisasi dalam melakukan aktivitas untuk mencapai tujuan.
Universitas Sumatera Utara
5.3.2. Pengaruh Kepemimpinan Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD
Hasil penelitian berdasarkan hasil uji chi square menunjukkan variabel kepemimpinan mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja petugas P2P
DBD. Hal ini mengindikasikan bahwa kepemimpinan unit organisasi dalam hal ini puskesmas dan dinas kesehatan mempunyai peran andil terhadap peningkatan
kinerja petugas dan hasil kerjanya. Secara proporsi menunjukkan mayoritas responden dengan kinerja tidak baik
terdapat pada responden dengan penilaian kepemimpinan kategori sedang yaitu sebesar 58,3, kinerja petugas kategori sedang mayoritas 54,4 juga terdapat
pada responden dengan penilaian kepemimpinan kategori sedang, dan responden dengan kinerja baik sama antara penilaian kepemimpinan sedang dan baik
masing-masing 37,5. Keadaan ini memberikan fenomena bahwa semakin baik kepemimpinan unit
organisasi maka akan memberikan dorongan bagi petugas P2P DBD untuk meningkatkan hasil kerjanya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya di unit
kerja masing-masing. Hasil uji regresi linear berganda juga menunjukkan bahwa kepemimpinan unit
organisasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja petugas P2P DBD, artinya secara serempak hasil uji keseluruhan variabel dalam penelitian ini ternyata
variabel ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja petugas P2P DBD, yang ditunjukkan oleh nilai
β=0,461, artinya variabel kepemimpinan 46,1 berpengaruh terhadap kinerja petugas P2P DBD.
Universitas Sumatera Utara
Tingkah laku pemimpin bersifat motivasional sejauhmana memberikan kepuasan dari kebutuhan bawahan yang kontigen pada prestasi efektif dan
melengkapi lingkungan bawahan dengan memberikan bimbingan, kejelasan arah, dan penghargaan yang dibutuhkan untuk prestasi efektif. Dimana maksud teori ini
adalah: Supportive leadership atau kepemimpinan yang mendukung; member perhatian
kepada kebutuhan para bawahan, memperlihatkan perhatian terhadap kesejahteraan mereka dan menciptakan suasana bersahabat dalam unit kerja
mereka. Directive leadership kepemimpinan yang instruktif; memberitahukankepada
bawahan apa yang diharapkan dari mereka, member pedoman yang spesifik, meminta para bawahan untuk mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur-
prosedur, mengatur waktu, dan mengkoordinasi pekerjaan mereka Partisipative leadership kepemimpinan partisipatif; berkonsultasi dengan para
bawahan dan memperhitungkan opini dan saran Acehrieekvaem. ent oriented leadership kepemimpinan yang berorientasi pada
keberhasilan; menetapkan pada tujuan-tujuan yang menantang, mencari perbaikan kinerja, menekankan pada keunggulan dalam kinerja, dan memperlihatkan
kepercayaan bahwa para bawahan akan mencapai standar yang tinggi. Dari beberapa uraian ini perlu adanya kebijakan dari setiap pimpinan untuk
membina staf atau bawahannya. Seperti juga diuraikan oleh Hellriegel dan Slocum, menjelaskan; pengembangan staf secara umum dapat dilakukan melalui
pelatihan serta pengembangan staf ada 2 cara yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Pengalaman pekerjaan dilakukan bimbingan oleh pimpinan, rotasi kerja, rapat
evaluasi, serta upaya pemecahan masalah, seperti gugus kendali mutu GKM dan problem solving cycle.
2. Pendidikan tambahan melalui On the job training, ceramahceramah, kursus dan
seminar-seminar, serta mengikuti di kampus formal pendidikan Menurut Rivai 2003 kepemimpinan seseorang sangat besar peranannya
dalam setiap pengambilan keputusan sehingga membuat keputusan dan mengambil tanggung jawab terhadap hasilnya adalah salah satu tugas seorang
pimpinan. Pengambilan keputuasan dalam tinjauan perilaku dapat mencerminkan karakter bagi seorang pemimpin. Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk
menganalisis situasi dengan memperoleh informasi seakurat mungkin, sehingga permasalahan dapat dituntaskan.
5.3.3. Pengaruh Imbalan Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD
Hasil penelitian berdasarkan uji chi square menunjukkan variabel imbalan mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja petugas P2 DBD. Imbalan
tersebut dapat diberikan secara langsung maupun tidak langsung. Bentuk imbalan secara langsung adalah memberikan insentif secara berkala atau bonus dari hasil
pekerjaannya, sedangkan imbalan tidak langsung dapat berupa promosi jabatan maupun penghargaan lainnya.
Secara proporsi menunjukkan bahwa mayoritas responden 83,3 dengan kinerja tidak baik terdapat pada responden dengan penilaian imbalan kategori
Universitas Sumatera Utara
tidak baik, kinerja petugas kategori sedang mayoritas 81,2 juga terdapat pada responden dengan penilaian imbalan kategori sedang, dan responden dengan
kinerja baik adalah sama antara penilaian imbalan kategori sedang dan baik masing-masing 37,5.
Keadaan ini memberikan gambaran bahwa petugas P2P DBD yang mempunyai kinerja baik mempunyai penilaian terhadap imbalan yang baik atau
sangat baik dan sesuai dengan hasil kerjanya. Pemberian imbalan langsung tersebut berkaitan erat dengan motivasi kerja
petugas puskesmas untuk meningkatkan hasil kerjanya. Menurut Siagian 1995 berpendapat bahwa imbalan erat kaitannya dengan prestasi kerja seorang
karyawan. Imbalan merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi motivasi seseorang, disamping faktor lainnya, seperti jenis dan sifat pekerjaan,
kelompok kerja dimana seseorang bergabung dalam organisasi tempat bekerja dan situasi lingkungan pada umumnya. Menurut Hasibuan 2001, imbalan langsung
merupakan imbalan bersifat ekstrinsik utama yang mempengaruhi motivasi seseorang untuk bekerja.
Hasil penelitian Wahyudin 2005 menunjukkan bahwa variabel kompensasi termasuk gaji dan insentif secara individual berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja dan produktivitas kerja pegawai di lingkungan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surakarta.
Hasil penelitian Sumantie, dkk 2005 di rumah sakit wilayah Klaten dan Yogyakarta menunjukkan bahwa pemberian insentif bagi perawat berpengaruh
terhadap hasil kerja. Pemberian imbalan langsung ini merupakan upaya yang
Universitas Sumatera Utara
dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan petugas puskesmas selain dari gaji yang diperolehnya berdasarkan pangkatgolongan dalam sistem kepegawaian,
karena mereka merupakan PNS, sedangkan tunjangan fungsional juga tergantung pada jenis kepangkatan dalam jabatan fungsional.
Secara umum gaji sudah memenuhi standar peraturan kepegawaian, namun jumlah-nya masih kecil sehingga perlu didukung dengan tambahan dalam
bentuk insentif atau bentuk lainnya. Hasil penelitian Kristiani dan Salmon 2006 di Propinsi papua pada petugas dinas kesehatan, 66,7 menyatakan gaji mereka
masih kurang dan berpengaruh terhadap kepuasan kerja mereka, sehingga berimpliakasi terhadap hasil kerjanya. Hal tersebut juga terjadi pada petugas
puskesmas, meskipun dalam penelitian ini peneliti tidak meneliti tentang kepuasan terhadap imbalan langsung, namun secara umum mereka merasa kurang
atau tidak puas terhadap gaji atau tunjangan yang diberikan. Petugas puskesmas merasa bahwa insentif dalam bentuk uang saat ini masih tergolong kecil dan
belum mengimbangi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga mereka mengharapkan kenaikan insentif dalam bentuk uang.
Kejelasan insentif yang dapat diterima oleh petugas kesehatan dalam pelayanan yang bermutu akan memberikan motivasi dalam pelaksanaan pelayan
bermutu. Individu akan bertindak dengan berdasarkan atas pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu
Sarwono, 2004. Insentif dapat diartikan sebagai stimulan bagi para petugas kesehatan,
sehingga memberikan persepsi, pemahaman, penafsiran dan pengalaman untuk
Universitas Sumatera Utara
melakukan tindakan pelayanan yang bermutu. Hasil penelitian Glorikus 2005, menunjukkan bahwa mengungkapkan ada hubungan antara besarnya insentif dan
motivasi petugas dalam memberikan pelayanan bermutu. Informasi lain yang terungkap dari informan tersebut bahwa dengan adanya insentif akan
menimbulkan minat dalam memberikan pelayanan bermutu. Dengan adanya insentif menurut informan memungkinkan akan terjadinya pemberian pelayanan
yang bermutu disuatu tempat kerja. Sedangkan Imbalan tidak langsung dalam penelitian ini adalah imbalan yang
diberikan kepada petugas puskesmas dalam bentuk pelatihan, promosi atau pengembangan karir. Menurut Hasibuan 2001, imbalan tidak langsung
merupakan imbalan ekstrinsik yang diberikan dalam bentuk penghargaan, dan promosi serta pengembangan karir karyawan.
Hasil penelitian sesuai dengan pendapat Webster’s yang dikutip Monroe bahwa insentif adalah segala sesuatu yang memberi harapan atau penghargaan
sehingga memberikan dorongan untuk bekerja Manroe, 1994. Kerlinger menyatakan bahwa insentif merupakan suatu perangsang atau daya tarik yang
sengaja diberikan kepada pegawai dengan tujuan untuk membangun, memelihara dan memperkuat harapan-harapan pegawai agar dalam diri mereka tumbuh
semangat Gustri, 2002. dengan hasil penelitian Demen 2002 yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang bermakna antara insentif persepsi dan jumlah yang
diterima dengan kinerja perawat di lima puskesmas kota Palangkaraya.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian imbalan tidak langsung ini umumnya diberikan oleh pemerintah daerah seperti penghargaan bagi petugas puskesmas yang berprestasi,
dan oleh kepala puskesmas seperti usulan untuk ikut melanjutkan pendidikan.
5.4 Kinerja Petugas P2P DBD
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja petugas P2P DBD di Kota Lhoksumawe hanya 25,8 mempunyai kinerja baik. Keadaan ini menunjukkan
bahwa kinerja petugas P2P DBD di Kota Lhoksumawe masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Kinerja tersebut dilihat dari keseluruhan tugas pokok
dan fungsinya serta hasil kerja petugas P2P DBD sebagaimana termaktub dalam indikator pencapaian program DBD.
Rendahnya kinerja petugas P2P DBD ini diduga disebabkan oleh rendahya pendidikan yaitu hanya tamatan D-III 41,9, sehingga kurang mampu untuk
melaksanakan seluruh tugas pokok dan fungsinya, dan hasil kerjanya tidak sesuai dengan target yang diharapkan.
Keadaan ini didukung oleh hasil tabulasi silang, dimana 41,7 responden dengan kinerja tidak baik mempunyai pendidikan tamatan D-III, 50 dengan
masa kerja 3 tahun juga mempunyai kinerja tidak baik, serta mempunyai penilaian tentang pelatihan kategori tidak baik 66,7 mempunyai kinerja tidak
baik. Menurut Ilyas 2001 kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik
kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Dalam organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang
Universitas Sumatera Utara
efektif bagi tenaga kerja profesional. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja
organisasi yang efektif. Selama ini evaluasi kinerja petugas P2P DBD belum berorentasi pada hasil
tetapi cenderung penilaian secara subjektif dan hanya berdasarkan penilai Daftar Penilaian Pekerjaan Pegawai DP3 sedang penilaian berdasarkan tugas pokok
dan fungsinya tidak dilakukan sama sekali. Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja petugas P2P DBD antara lain
pendidikan petugas, masa kerja maupun dilihat dari aspek organisasi. Menurut Ilyas 2001 yang mengutip pendapat Gibson 1987 ada tiga faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu faktor individu, faktor psikologis dan organisasi.
1. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan ketrampilan, latar belakang dan
demografis. Variabel kemampuan dan ketrampilan merupakan faktor utama yang mempengaruhi perilaku dan kinerja individu, variabel demografis
mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu. 2.
Faktor Psikologis terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi. Variabel ini banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial, pengalaman kerja
sebelumnya dan variabel demografis. Variabel seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar merupakan hal yang kompleks yang sulit untuk diukur.
3. Faktor organisasi berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu
terdiri dari sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut penelitian Kristiani 2006, bahwa kinerja petugas vaksin di puskesmas dipengaruhi oleh faktor individu seperti pengetahuan, motivasi,
pelatihan dan masa kerja serta faktor organisasi berupa hubungan kerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan pengetahuan dan motivasi kerja
dengan kinerja petugas vaksin puskesmas p=0,006. Pada era informasi dewasa ini, kelompok “pekerja” yang akan memainkan
peran yang dominan adalah yang mahir dalam mencari dan memilih data yang tepat dan mengolahnya menjadi informasi yang akurat, kemudian
mentransformasikannya menjadi pengetahuan yang bermanfaat bagi perusahaan serta diminati oleh konsumen pasar. Dengan memiliki pengetahuan yang
ditunjang dengan kemajuan teknologi pengolahan data dan informasi, kelompok pekerja ini mampu memberikan “nilai tambah” terhadap produk barang, jasa,
solusi yang dihasilkan oleh perusahaan tempatnya bekerja Ruky, 2004. Apabila dihubungkan antara pernyataan di atas dengan hasil penelitian,
jelas pengetahuan yang dimiliki oleh petugas puskesmas sangat bermanfaat bagi kinerjanya dalam pelaksanaan program puskesmas, bila semakin tinggi
pengetahuan petugas maka akan semakin baik kinerja petugas puskesmas. Keberhasilan organisasi kesehatan sebagai suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya, tidak terlepas dari pegawainya, karena pegawai bukan semata-mata menjadi obyek dalam mencapai tujuan organisasi tetapi juga menjadi subyek atau
pelaku. Mereka dapat menjadi perencana, pelaksana, pengendali yang selalu berperan aktif dalam mewujudkan tujuan organisasi serta mempunyai pikiran,
perasaan, dan keinginan yang dapat mempengaruhi sikapnya terhadap
Universitas Sumatera Utara
pekerjaannya. Sikap ini akan menentukan prestasi kerja, dedikasi, dan kecintaan terhadap pekerjaan dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya
Pendapat lain menyatakan bahwa keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh keberhasilan pegawai dan kelompok pegawai Fanthoni, 2006.
Pendapat ini mempunyai konsekwensi adanya suatu tuntutan kepada organisasi untuk lebih memperhatikan aspek-aspek kritis yang merupakan faktor penentu
keberhasilan kinerja pegawai sehingga pegawai melaksanakan semua tanggung jawabnya dan memperoleh kepuasan kerja. Pendapat lain juga mengemukakan
bahwa kepuasan bawahan dipengaruhi oleh keterbukaan komunikasi dalam kelompok, dan kinerja pimpinan itu sendiri Ruky, 2004.
5.5 Keterbatasan Penelitian