5.2.2. Pengaruh Masa Kerja Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD
Berdasarkan masa kerja diketahui menurut hasil penelitian menunjukkan tidak menunjukkan hubungan signifikan dengan kinerja petugas P2P DBD dengan nilai
p-value=0,756, artinya masa kerja petugas P2P DBD dalam penelitian ini tidak menjadi faktor pendukung terhadap hasil kerja petugas P2P DBD dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya. Namun secara proporsi menunjukkan mayoritas responden dengan kinerja
tidak baik adalah sama pada responden dengan masa kerja 3 tahun dengan ≥3
tahun, kinerja kategori sedang mayoritas 54,4 terdapat pada responden dengan masa kerja
≥3 tahun, dan kinerja baik mayoritas 62,5 terdapat pada responden dengan 3 tahun. Masa kerja dalam penelitian ini adalah jumlah tahun petugas
P2P bekerja sebagai PNS dan bertugas di bidang P2P DBD. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Helmi 2008 bahwa
masa kerja mempunyai pengaruh dengan kinerja petugas puskesmas di Kabupaten Serdang Bedagai. Demikian juga dengan penelitian Mukhlis 2007 bahwa masa
kerja sangat berpengaruh terhadap pengetahuan petugas vaksin dan kinerja petugas vaksin di puskesmas.
Menurut Rivai 2003 masa kerja yang lebih lama menunjukkan pengalaman yang lebih dari seseorang dibandingkan dengan rekan kerjanya yang lain.
Pengalaman kerja pada awal melaksanakan tugas tidak banyak memerlukan bimbingan tetapi bila sifat kepribadiannya buruk atau intelegensinya rendah maka
Universitas Sumatera Utara
semakin lama akan semakin kurang berhasil guna dan berdaya guna dalam bekerja Sedarmayanti, 2004.
Menurut Payaman 2005 pengalaman kerja dapat memperdalam dan memperluas kemampuan kerja. Semakin sering seseorang melakukan pekerjaan yang
sama, semakin terampil dan semakin cepat menyelesaikan pekerjaan tersebut sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan kinerja.
5.2.3. Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD
Hasil uji chi square menunjukkan variabel pelatihan mempunyai hubungan signifikan dengan kinerja petugas P2P DBD di Kota Lhoksumawe dengan nilai p-
value=0,017. Pelatihan tersebut dilihat dari 5 lima indikator dan menunjukkan 38,7
menyatakan bahwa pelatihan yang diadakan menunjang program penanggulangan KLB DBD, mayoritas petugas menyatakan kurang sesuai 45,2 program
pelatihan yang didikuti sesuai dengan target yang diharapkan, mayoritas 58,1 menyatakan materi pelatihan yang diikuti sesuai dengan pelaksanaan program
KLB DBD, mayoritas 48,4 menyatakan tidak sesuai pelatihan yang didikuti tersebut memberikan informasi terbaru dalam upaya penanggulangan KLB DBD,
mayoritas responden menyatakan tidak sesuai 20,5 bahwa informasi yang diperoleh dari pelatihan dapat diterapkan dalam program penanggulangan KLB
DBD. Berdasarkan hasil skor indikator pelatihan tersebut menunjukkan bahwa
mayoritas petugas menyatakan bahwa pelatihan yang diadakan di Dinas
Universitas Sumatera Utara
Kesehatan Kota Lhoksumawe termasuk tidak baik yaitu sebanyak 13 orang 41,9, sedangkan kategori baik dan sedang adalah sama yaitu sebanyak 9
petugas 29,0. Keadaan ini menunjukkan bahwa peran dinas kesehatan dalam mengakomodir
pelatihan-pelatihan yang mendukung kinerja petugas P2P DBD sangat penting diperhatikan guna meningkatkan prestasi kerja dan hasil kerja mereka.
Menurut Umar 2002 program pelatihan ditujukan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu untuk
kebutuhan sekarang, sedangkan pengembangan bertujuan untuk menyiapkan pegawainya untuk memangku jabatan tertentu dimasa yang akan datang.
Pengembangan bersifat lebih luas karena menyangkut banyak aspek seperti peningkatan dalam keilmuan, pengetahuan, kemampuan, sikap dan kepribadian.
Program pelatihan dan pengembangan bertujuan antara lain untuk menutupi gap antara kecakapan pegawai dan peminatan jabatan. Selain untuk meningkatkan
efisiensi dan efektifitas kerja pegawai dalam mencapai sasaran kerja.
5.3 Pengaruh Karakteristik Organisasi Terhadap Kinerja Petugas P2P DBD