Perubahan tingkah laku yang diharapkan adalah suatu tingkah laku yang diperlukan dalam situasi kerja tertentu. Jika perubahan tingkah laku terjadi sesuai
yang diharapkan, yakni tercapainya pengetahuan, kemahiran, keterampilan, kepribadian, sikap, kebiasaan dan sebagainya, maka kelak ia akan mampu
melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Suatu pendidikan khususnya pendidikan di SDMI dikatakan berhasil
apabila, benar-benar terjadi perubahan tingkah laku yang diharapkan, juga bahwa dicapainya perubahan tingkah laku itu terlaksana dalam waktu yang telah ditentukan,
dengan perkataan lain terjadinya secara efektif dan efisien. Ada keadaan dimana pendidikan dikatakan tidak ada atau kurang berhasil yaitu: pertama, tidak tercapainya
perubahan tingkah laku yang diharapkan, kedua, perubahan tingkah laku terjadi dalam waktu relatif lama atau lebih lama
Selanjutnya bila hal tersebut terjadi, maka berarti bahwa proses belajar tidak berjalan semestinya, sehingga perubahan tingkah laku tidak berjalan semestinya,
tidak sesuai dengan harapan. Hal tersebut tentu tidak dikehendaki. Bila terjadi ketidakberhasilan
dalam belajar,
maka dalam
penanggulangannya perlu
memperhatikan berbagai faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar. Dalam hal ini penulis akan mengemukakan beberapa faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan proses belajar, ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa yang secara garis besarnya dapat dibagi
dalam dua bagian, yakni faktor internal dan faktor eksternal siswa.
7
a. Faktor Internal
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa yaitu berupa faktor fisiologis dan faktor psikologis pada diri siswa. Faktor kondisi fisiologis siswa
terdiri dari kondisi kesehatan dan kebugaran fisik dan kondisi panca inderanya terutama penglihatan dan pendengaran.
7
H. M. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2010, Cet- keempat, h, 59.
Adapun faktor psikologis yang akan mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah faktor: minat, bakat intelejensi, motivasi, dan kemampuan-kemampuan
kognitif, seperti: kemampuan persepsi, ingatan, berpikir, dan kemampuan dasar pengetahuan bahan appersepsi yang dimiliki siswa.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor tersebut terdiri dari faktor lingkungan dan faktor instrumental.
1 Faktor Lingkungan Faktor lingkungan siswa ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
faktor lingkungan alamnon sosial dan faktor lingkungan sosial. Yang termasuk faktor lingkungan non sosialalami ini ialah seperti:
keadaan suhu, kelembaban udara, waktu pagi, siang, dan malam, tempat letak gedung Sekolah, dan sebagainya.
Faktor lingkungan sosial baik berwujud manusia dan prestasinya termasuk budayanya akan mempengaruhi proses dan hasil belajar
siswa. 2 Faktor Intsrumental
Faktor instrumental ini terdiri dari gedungsarana fisik kelas, saranaalat pengajaran, media pengajaran, guru, dan kurikulum atau
materi pelajaran serta strategi belajar mengajaryang digunakan akan mempengaruhi proses dan hasil belajar siswa.
Menurut Budiamin dan Hj. Setiawati menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya masalah belajar, yaitu:
8
1 Faktor-faktor Internal Yang termasuk kedalam faktor internal pada diri peserta didik itu
sendiri, diantaranya:
8
Budiamin dan Hj. Setiawati, Bimbingan Konseling, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009, Cet- Pertama h, 120.
a Gangguan secara fisik b Kelemahan-kelemahan secara mental baik kelemahan yang
dibawa sejak lahir maupun karena pengalaman yang sukar diatasi oleh individu bersangkutan dan juga oleh pendidikan.
c Kelemahan emosional d Kelemahan-kelamahan yang disebabkan oleh kebiasaan dan
sikap-sikap yang salah. 2 Faktor-faktor Eksternal
Faktor-faktor yang timbul dari luar diri individu yakni situasi Sekolah dan masyarakat, antara lain:
a Kurikulum yang seragam, bahan-bahan buku yang tidak sesuai dengan perbedaan individu.
b Ketidak sesuaian
standara administratif,
penilaian, pengelolaan kegiatanbelajar mengajar.
c Kelemahan yang
terdapat dalam
kondisi rumah
tanggapendidikan, status sosial ekonomi, keutuhan keluarga, tradisi, kultur keluarga, dan sebagainnya.
Pelaksanaan pembelajaran selayaknya berpegangan pada apa yang tertuang dalam perencanaan. Namun, situasi yang dihadapi guru dalam melaksanakan
pembelajaran mempunyai pengaruh besar terhadap proses pembelajaran itu sendiri. Oleh karena itu, guru sepatutnya peka terhadap berbagai situasi yang dihadapi,
sehingga dapat menyesuaikan polatingkah lakunya dalam mengajar dengan situasi yang dihadapi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajaran itu sendiri
diantaranya:
9
1 Faktor Guru Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar itu
tercermin dalam tigkah laku pada waktu pelaksanaan pembelajaran.
9
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, Bandung: Wacana Prima, 2009, h. 5.
2 Faktor Siswa Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun
keperibadian. 3 Faktor Kurikulum
Secara sederhana arti kurikulum dalam kajian ini menggambarkan pada isi atau pelajaran dan pola interaksi belajar mengajar antara guru dan
siswa untuk mencapai tujuan tertentu. 4 Faktor Lingkungan
Faktor lingkngan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang, dan berbagai situasi fisik yang ada di sekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya
proses pembelajaran. Adapun pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
siswa dalam belajar ada dua yaitu: Faktor dari dalam atau internal, meliputi; kecerdasan anak, kesiapan anak, bakat anak, kemampuan belajar dan minat belajar
anak. Faktor dari luar atau eksternal, meliputi; model pengajaran guru, pribadi dari guru yang mengajar, kompetensi diri dan kondisi luar. image_thumb Faktor-faktor
yang mempengaruhi keberhasilan belajar yang lain adalah tingkat intelegensi, faktor psikologis, bakat, minat dan motivasi. Dari kedua pendapat di atas, terlihat bahwa
faktor siswa meliputi kecerdasan, kesiapan, bakat, minat, motivasi dan suasana belajar sangat menentukan berhasil atau gagalnya siswa dalam mengikuti kegiatan
belajar mengajar.
10
3. Hakikat Hasil Belajar
Belajar dan mengajar merupakan konsep yang tidak bisa dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang harus dilakukan seseorang sebagai subyek dalam belajar.
Sedangkan mengajar merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru
sebagai pengajar.
10
http:www.m-edukasi.web.id201305faktor-faktor-yang-mempengaruhi.html , diakses pada tanggal 23032013.
Dua konsep belajar mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru terpadu dalam satu kegiatan. Diantara keduannya itu terjadi interaksi dengan guru.
Kemampuan yang dimiliki siswa dari proses belajar mengajar saja harus bisa mendapatkan hasil bisa juga melalui kreatifitas seseorang itu tanpa adanya intervensi
orang lain sebagai pengajar.
Dalam melakukan kegiatan belajar terjadi proses berpikir yang melibatkan kegiatan mental, terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang diterima
sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan terhadap materi yang diberikan. Dengan adnya pemahaman dan penguasaan yang didapat setelah melalui proses
belajar mengajar maka siswa telah memahami suatu perubahan dari yang tidak diketahui menjadi diketahui. Oleh karena itu hasil belajar yang dimaksud disini
adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki seorang siswa setelah ia menerima perlakukan dari pengajar guru, seperti yang dikemukakan oleh Sudjana.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya. Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam
bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar mengajar : 1. Keterampilan dan kebiasaan, 2. Pengetahuan dan pengarahan, 3. Sikap dan cita-cita.
11
Dari pendapat di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa setelah ia menerima perlakuan
yang diberikan oleh guru sehingga dapat mengiplementasikan atau mengamalkan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Tidak bisa dipungkiri bahwa tujuan utama dari kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah agar murid dapat menguasai bahan-bahan belajar sesuai dengan
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
12
Untuk itu guru melakukan berbagai upaya mulai dari penyusunan perencanaan pembelajaran, penggunaan strategi belajar
mengajar yangrelevan, sampai dengan pelaksanaan penilaian dan umpan balik.
11
http:esihkeyc.blogspot.com201303pengertian-definisi-hasil-belajar.html. diakss pada tanggal 27042013.
12
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset, 2011, h. 225.
Namun demikian, kenyataan menunjukan bahwa setelah kegiatan belajar mengajar berakhir masih ada murid yang tidak menguasai materi pelajaran dengan baik
sebagaimana tercermin dalam nilai atau hasil belajar lebih rendah dari kebanyakan murid-murid sekelasnya. Salah satu cara yangdilakukan untuk membantu
meningkatkan hasil belajar murid-murid adalah dengan cara melaksanakan layanan bimbingan belajar.
Hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan- kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil belajar
oleh sesorang dilihat dari perilakunya, baik perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik. Pencapaian
belajar atau hasil belajar diperoleh setelah dilaksanakannya suuatu program pengajaran. Penilaian atau evaluasi pencapaian hasil belajar merupakan langkah
untuk mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan belajar mengajar KBM suatu bidang studi atau mata pelajaran telah dapat dicapai. Jadi hasil belajar yang dilihat
dari tes hasil belajar berupa keterampilan pengetahuan integensi, kemampuan dan bakat individu yang diperoleh di sekolah biasanya dicerminkan dalam bentuk nilai-
nilai tertentu. Tes bertujuan untuk membangkitkan motivasi siswa agar dapat mengorganisasikan pelajaran dengan baik.
4. Pembelajaran Matematika di SDMI
Pembelajaran adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan sistemik, yang bersifat interaktif dan komunkatif antara pendidik guru dengan
peserta didik, sumber belajar, dan lingkungan untuk menciptakan suatu kondisi yang memungkinkan terjadinya tindakan belajar peserta didik, baik di kelas maupun di luar
kelas dihadiri guru secara fisik atau tidak, untuk menguasai kompetensi yang telah ditentukan .
13
Dalam proses pembelajaran guru akan mengatur seluruh rangkaian kegiatan pembelajara
n, termasuk proses dan hasil belajar yang berupa “dampak pengajaran”. Peran peserta didik adalah bertindak belajar, yaitu mengalami proses
13
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2009, h. 14
belajar, mencapai hasil belajar dan menggunakan hasil belajar yang dogolongkan sebagai “dampak pengiring”.
Belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan. Tujuan belajar ini ada yang benar-benar disadari dan ada pula yang kurang begitu disadari oleh orang yang
belajar. Menurut Surachmad yang dikutip oleh Sabri, tujuan belajar di Sekolah itu ditujukan untuk mencapai:
a Pengumpulan pengetahuan b Penanaman konsep dan kecekatanketerampilan
c Pembentukan sikap dan perbuatan.
14
Pembelajaran matematika SDMI perlu adanya penggunaan konteks dunia nyata dan sesuai dengan sifat mereka. Oleh karena itu pengajaran masih harus tetap
berdasarkan sifat-sifat atau ciri-ciri perkembangan pada masa umum SDMI. suatu prinsip yang penting adalah bahwa sebagian besar anak-anak di SDMI masih dalam
tahaf operasional konkret. Karena itu mereka kurang mampu untuk berpikir abstrak seperti masa remaja. Ini berarti bahwa pengajaran di SDMI harus sekonkret mungkin
dan betul-betul dialami. Pelajaran matematika sebaiknya menggunakan objek yang konkrit untuk menunjukan konsep dan membiarkan siswa memanipulasi objek
mewakili prinsip-prinsip matematika. Penekanannya pada penggunaan matematika untuk menyelesaikan permasalahan pada kehidupan sehari-hari dengan nyata.
Kelompok belajar dalam pembelajaran matematika di SDMI sangat diperlukan karena akan membantu dalam proses belajar mengajar. Kelompok belajar
diperlukan terutama untuk anak- anak yang membutuhkan karena meraka “kurang”
dibandingkan yang lain. Dalam kelompok belajar anak yang lebih pandai dapat membantu anak yang kurang pandai.
14
H.M. Alisuf Sabri, Op. Cit, h. 58.
5. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
PMRI
Realistic Mathematics Education RME yang di Indonesia lebih dikenal dengan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI tidak dapat
dipisahkan dari Institut Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht University, Belanda. Nama institut diambil dari nama pendirinya,
yaitu Profesor Hans Freudenthal 1905 – 1990. Sejak tahun 1971, Institut
Freudenthal mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME Realistic Mathematics Education. RME
menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika harus diajarkan. Freudenthal berkeyakinan
bahwa siswa tidak boleh dipandang sebagai passive receivers of ready-made mathematics penerima pasif matematika yang sudah jadi. Menurutnya pendidikan
harus mengarahkan siswa kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang
dapat diangkat dari berbagai situasi konteks, yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber belajar. Konsep matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu
dimulai dari penyelesaian yang berkait dengan konteks context-link solution, siswa secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman matematik ke tingkat yang
lebih formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa dapat mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah pada level berpikir
matematik yang lebih tinggi. Dua pandangan penting beliau adalah
‘mathematics must be connected to reality and mathematics as human activity ’. Pertama, matematika harus dekat
terhadap siswa dan harus relevan dengan situasi kehidupan sehari-hari. Kedua, ia
menekankan bahwa matematika sebagai aktivitas manusia, sehingga siswa harus di beri kesempatan untuk belajar melakukan aktivitas semua topik dalam matematika.
15
Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika dengan
bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan realistic. Realistic dalam hal ini dimaksudkan tidak mengacu
pada realitas saja, tetapi juga pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa. Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur pemecahan
informal, sedangkan proses penemuan kembali menggunakan matematisasi. Ada dua jenis matematisasi yang dipormulasikan oleh Traffers, yaitu
matematisasi horizontal dan vertikal. Berdasarkan keberadaan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam pendidikan matematika dapat dibedakan
menjadi empat jenis yaitu pendekatan: mekanistik, empiristik, strukturalistik, dan realistik. Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisional yang tidak
memperhatikan matematisasi horizontal dan vertikal. Pendekatan empiristik adalah suatu pendekatan yang menekankan pada matematisasi horizontal, tetapi
mengabaikan matematisasi vertikal. Pendekatan matematisasi strukturalistik merupakan pendekatan yang menekankan matematisasi vertical, tetapi mengabaikan
matematisasi horizontal. Pendekatan realistik adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran. Melalui aktivitas
matematisasi horizontal dan vertikal diharapkan siswa-siswa dapat menemukan dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika.
16
Pendidikan Matematika Realistik PMR merupakan teori belajar mengajar dalam matematika yang memiliki konsep dasar dan karakteristik yang berbeda
dengan yang lain. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI merupakan
15
http:nazwandi.wordpress.com20100622jurnalpmri-pembelajaran-matematika-realistik- indonesia-suatu-inovasi-dalam-pendidikan-matematika-di-indonesiadiakses pada tanggal 28-03-
2013.
16
Esti Yuli Widayanti. Dkk. Pembelajaran Matematika MI, Surabaya, LAPIS-PGMI, 2009, h. 3-6.
adopsi dari Realistic Mathematis Education RME yang sudah dikembangkan dan disesuaikan dengan konteks Indonesia, sehingga PMRI bukanlah sekedar jiplakan
dari RME yang dikembangkan di Negara asalnya.
a. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI
Pendidikan Matematika Realistik PMR adalah pendidikan matematika yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik
awal pembelajaran. Masalah-masalah realistic digunakan sebagai sumber munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal. Pembelajaran ini
sangat berbeda dengana pembelajaran matematika selama ini yang cenderung berorientasi kepada pemberian informasi dan menggunakan matematika yang siap
pakai untuk menyelesaikan masalah-masalah.
17
Oleh karena itu matematika realistik menggunakan masalah realistik sebagai pangkal tolak pembelajaran, maka situasi masalah perlu diusahakan benar-benar
kontekstual atau sesuai dengan pengalaman siswa-siswi, sehingga mereka dapat menyelesaikan masalah dengan cara-cara informal melalui matematisasi horizontal.
Cara-cara informal yang ditunjukan oleh siswa-siswi digunakan sebagai inspirasi pembentukan konsep atau aspek matematikanya, kemudian ditingkatkan ke
matematisasi vertikal. Melalui proses matematisasi horizontal vertikal diharapkan siswa-siswi dapat memahami atau menemukan konsep-konsep matematika
pengetahuan matematika formal. Pembelajaran matematika menurut pandangan kontruktivisme adalah
memberikan kesempatan peserta didik untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi.
Guru dalam hal ini berperan sebagai fasilitator. Menurut Davis yang dikutip oleh Esti Yuli Dkk, pandangan kontruktivis dalam pembelajaran matematika berorientasi pada:
1 Pengetahuan dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi, 2 Dalam pengerjaan matematika, setiap langkah siswa-siswi dihadapkan kepada apa
17
Ibid, h. 3-7.
yang dipahami, 3 Informasi baru harus dikaitkan dengan pengalaman siswa-siswi tentang
dunia melalui
suatu kerangka
logis yang
mentrasformasikan, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan pengalamannya, 4 Pusat pembelajaran
adalah bagaimana peserta didik berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis.
18
b. Prinsip-prinsip PMRI