Strategi bertahan Internal Strategi Bertahan Jemaat Ahmadiyah Pondok Udik Kemang

52 mengenai „keselamatan’ yang akan mereka peroleh nanti melalui imam jamaah, yang dimiliki oleh Khalifat al-Masih sebagai penerus Ghulam Ahmad, yang menyatakan sebagai juru selamat. Sebagaimana pernyataan Yaqub, yang mengungkapkan bahwa: “Dengan adanya pemimpin tunggal untuk seluruh dunia yang dibarengi dengan semangat ketaatan kepada pemimpin, maka tidak akan melahirkan perpecahan dalam tubuh jamaah.Tertutup segala kemungkinan untuk berbeda.Suara Khalifah sangat ditaati dalam Ahmadiyah, sehingga mampu menyatukan semua.”Wawancara pribadi dengan Yaqub, 17 Februari 2014. Loyalitas atau ketaatann para jamaah ini juga nampaknya berkaitan dengan salah satu poin yang terdapat dalam syarat bai’at yang disampaikan Yaqub ketika peneliti menanyakan seputar proses bai’at yang harus dijalani bagi calon anggota baru; “Orang yang bai‟at berjanji dengan hati yang jujur bahwa; . . . akan mengikat tali persaudaraan dengan hamba ini Imam Mahdi dan Al-Masih Mauud, semata-mata karena Allah swt dengan pengakuan taat dalam hal makruf segala hal yang baik dan akan berdiri di atas perjanjian ini hingga mautnya, dan menjunjung tinggi ikatan perjanjian ini melebihi ikatan duniawi, baik ikatan keluarga, ikatan persahabatan atau pun ikatan kerja.”Wawancara pribadi dengan Yaqub, 17 Februari 2014. Berdasarkan kutipan di atas, dapat dikatakan bahwa syarat bai’at yang harus dipenuhi oleh calon anggota Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI cukup ketat. Ketika sesorang sudah bersedia untuk menerima persyaratan tersebut, hampir dapat dipastikan ia akan setia terhadap organisasi, hal tersebut bisa dilihat dari sedikitnya anggota yang keluar dari Ahmadiyah. 53 b. Internalisasi nilai-nilai keagamaan Strategi internal berikutnya yang dilakukan Jemaat Ahmadiyah dalam menghadapi tekanan adalah penguatan nilai-nilai yang bersumber dari Hazrat Mirza Ghulam.Menukil wawancara dengan Yaqub: “Ahmadiyah sangat memperhatikan nilai-nilai kerohanian.Melalui berbagai peraturan maupun tradisi jemaat.Ahmadiyah memiliki seperangkat peraturan-peraturan maupun tradisi yang menjadi panduan bagi Ahmadi untuk menjalankan keahmadiyahaannya.Serta melalui tarbiyat yang dilakukan secara terus menerus.”Wawancara pribadi dengan Yaqub, 17 Februari 2014. Dalam rangka penguatan nilai-nilai keahmadiyahan, perempuan ibu memiliki peran yang sangat vital. Perempuan ibu bertugas untuk menanamkan nilai-nilai keahmadiyahan kepada anak-anaknya. Mengutip wawancara dengan Lilis, tokoh Lajnah Imaillah yang mengungkapkan bahwa: “Perempuan ibu harus bisa menjadi contoh bagi anak- anaknya.Berlangsung secara alami maupun natural tanpa adanya paksaan.Maka tumbuhlah pemuda pemudi Ahmadi.”Wawancara pribadi dengan Lilis, 28Januari 2014. Hal tersebut menunjukkan bahwa Ahmadiyah sangat mengoptimalkan peran keluarga dalam hal internalisasi nilai-nilai yang mereka yakini. Oleh karena itu, keluarga juga mempunyai peran utama dalam proses regenerasi di tubuh organisasi Ahmadiyah. Jika perempuan ibu bertugas untuk menanamkan nilai-nilai keahmadiyahan kepada anak-anaknya, maka Amir dan pengurus-pengurus memiliki tugas mengawasi aktivitas kerohanian jamaah. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ahmad Amin dalam wawancara yang menuturkan bahwa: 54 “Ahmadiyah memiliki susunan pengurus yang memiliki fungsinya masing-masing. Pengurus-pengurus tersebutlah yang harus memastikan bahwa keadaan setiap anggota baik, dari segi kerohanian, keilmuan maupun kesejahteraan berjalan dengan baik” Wawancara pribadi dengan Ahmad Amin, 17 Februari 2014 Sementara kaum laki-laki yang berusia 40 tahun ke atas yang tergabung dalam Majlis Ansharullah juga memiliki tugas dalam penguatan nilai-nilai keahmadiyahan, sebagaimana apa yang disampaikan oleh Anwar, selaku pengurus Majlis Ansharullah yang mengungkapkan bahwa: “Agenda utama Ansharullah adalah tarbiyat, selain kepada anggota juga kepada semua anggota badan lain Khuddam dan Lajnah Immaillah terutama yang ada dalam lingkup keluarganya.Anggota Majlis Ansharullah juga diberi tugas untuk manganjurkan dan mengajarkan kepada keturunannya untuk tetap setia kepada Khilafat. Karena itulah antara lain Ansharullah diposisikan sebagai Pengawas bagi badan- badan.” Wawancara pribadi dengan Anwar, 23 Februari 2014 Dengan demikian, berbagai elemen yang ada di dalam Ahmadiyah seperti keluarga dan pengurus mempunyai peran besar dalam penguatan nilai-nilai keahmadiyahan. c. Konsolidasi Internal Seperti yang sudah dijelaskan di muka, sistem organisasi yang dianut Jemaat Ahmadiyah bercorak sentralistik. Sistem tersebut nampaknya memberikan kekuatan dan energi pertahanan yang lebih baik dibandingkan dengan sistem yang lain. Ini menjadi kunci bagi soliditas organisasi, relatif aman dari kemungkinan perpecahan. Mengutip wawancara dengan Ahmad Amin yang menyebutkan bahwa: “Ketaatan kepada pemimpin baik di tingkat lokal hingga internasional menjadi pilar tegaknya persatuan di antara anggota” Wawancara pribadi dengan Ahmad Amin, 17 Februari 2014 55 Selama penelitian, peneliti menyaksikan bahwa anggota Jemaat Ahmadiyah nampak sangat antusias melaksanakan shalat berjamaah yang digelar di masjid An-Nasr. Mengutip wawancara dengan Yusuf selaku Pengurus Majlis Khuddamul Ahmadiyah yang menyatakan bahwa: “Dalam Ahmadiyah, sebenarnya sudah ada ruh untuk selalu dalam kebersamaan. Itu sudah ada dengan sendirinya, tanpa ada usaha yang lebih.Hal ini ada pada setiap anggota karena sebelumnya telah ada pernyataan komitmen.Persaudaraan antar anggota itu, tak sekedar kawan tetapi juga saudara yang sesungguhnya. Kalau kegiatan untuk lebih mempererat ya, melalui pengajian, sholat jumat, organisasi-organisasi yang ada, dan banyak kegiatan lain.” Wawancara pribadi dengan Yusuf, 23 Februari 2014 Di samping itu, teknologi juga digunakan oleh kalangan Ahmadiyah untuk meningkatkan soliditas mereka. Hal tersebut terlihat dari didirikannya Muslim Television Ahmadiyya International MTA, serta pemanfaatan internet, Chatting dan mailing menjadi tugas rutin para mubaligh yang berada di daerah untuk korespondensi dengan pengurus pusat. Mengutip wawancara dengan Bilal Ahmad selaku pengurus MTA, yang menyebutkan bahwa: “Salah satu tujuan didirikannya Muslim Television Ahmadiyya International MTA adalah untuk memberikan kesempatan kepada para pengikutnya dimanapun diseluruh dunia untuk berhubungan secara instan dengan khalifah.” Wawancara pribadi dengan Bilal, 28Januari 2014 Dengan terus menjalin komunikasi yang baik, akan tercipta hubungan yang harmonis antara sesama anggota maupun antara anggota dengan pemimpin, akan mempermudah organisasi dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian, organisasi akan terus berjalan. d. Pernikahan dengan sesama anggota Strategi bertahan internal Ahmadiyah selanjutnya adalah mengatur pernikahan anggota. Secara kelembagaan, Ahmadiyah mempunyai peraturan 56 menyangkut pernikahan anggotanya. Peraturan tersebut yaitu kewajiban untuk melakukan pernikahan hanya dengan sesama anggota. Peraturan tersebut berdasarkan pertimbangan dari aspek „kufu’. Mengutip wawancara dengan Yaqub, yang menyatakan bahwa: “Islam mengajarkan bahwa alangkah baiknya di dalam pernikahan laki-laki dan perempuan itu dalam keadaan kufu.Di dalam kufu, kesamaan mazhab, agama, keadaan keluarga sebagai tolak ukur utama.Maksud dari kufu sebenarnya adalah menciptakan keharmonisan dan keserasian dalam kehidupan berkeluarga bagi kedua belah pihak”. Wawancara pribadi dengan Yaqub, 17 Februari 2014 Hal senada juga disampaikan oleh Lilis, tokoh Lajnah Imaillah yang menuturkan bahwa: “Kami punya aturan untuk mengatasi, karena pernikahan itu kan sesungguhnya penyamaan persepsi akidah. Jadi kami berprinsip secara Islami penuhi dulu itu, tapi kami punya persepsi lain alangkah baiknya apabila ada persamaan, daripada berbeda maka nantinya akan sulit dalam proses pembinaan dengan anak-anak tadi.” Wawancara pribadi dengan Lilis, 28Januari 2014 Berdasarkan pernyataan kedua informan tersebut menunjukkan bahwa, kecil kemungkinan anggota Ahmadiyah menikah dengan non-anggota. Namun bukan berarti tidak mungkin. Mengutip wawancara dengan Yosep, ketua RT setempat yang mengungkapkan bahwa: “Hubungan warga di sini dengan Ahmadiyah baik, tidak ada masalah dengan warga di sini. Bahkan beberapa warga bekerja di sana. Ada pula yang menikah dengan anggota Ahmadiyah.Memang pada awalnya mereka sangat tertetutup namun lama- lama mereka sedikit terbuka dengan kita warga.” Wawancara pribadi dengan Yosep, 28 Januari 2014 Pernyataan tersebut menarik untuk dicermati. Pernikahan antara angoota Ahmadiyah dengan non-anggota seperti yang telah disebutkan di atas menunjukkan adanya interaksi dengan kelompok lain, dalam hal ini masyarakat sekitar. Perubahan yang terjadi salah satunya disebabkan oleh 57 semakin heterogennya warga Ahmadiyah, baik dari segi latar belakang pendidikan maupun profesi seperti pegawai negeri, dosen, dan wiraswasta, yang mana memberikan nuansa tersendiri dalam perubahan pandangan tersebut. Meskipun pada masa-masa awal pendirian Ahmadiyah, Mirza Ghulam Ahmad tidak memperbolehkan pernikahan di luar jamaah. Sementara itu, pernikahan antara anggota Ahmadiyah dengan non-muslim rasanya menjadi hal yang mustahil, mengingat kecilnya kemungkinan pernikahan antara anggota Ahmadiyah dengan non-anggota, walaupun itu sesama muslim. e. Finansial Organisasi Ahmadiyah secara finansial mandiri dari bantuan pihak luar. Sumber pendanaan diperoleh dari iuran para anggotanya.Iuran di luar zakat dan shadaqah bagi kalangan Ahmadiyah disebut dengan “pengurbanan” atau disebut juga candah.Pengurbanan sendiri bisa berbentuk harta maupun tenaga. Mereka menyandarkan diri pada berbagai ayat al- Qur’an yang menyatakan bahwa para umat Nabi terdahulu juga diperintahkan untuk melakukan pengurbanan yang besar, demi syi’ar keagamaan. Iuran yang paling pokok, yang menjadi kewajiban anggota Ahmadiyah terdiri dari tiga jenis iuran, yakni: 1. Candah Aam, di mana setiap anggota Ahmadiyah yang sudah berpenghasilan mengeluarkan minimal 116 dari penghasilannya perhari, atau perbulan, pertiga bulan, atau perenam bulan. 2. Candah Wasiat, kontribusi yang ditentukan oleh orang yang menginginkan dengan perjanjian 110 dan 13 dari harta. Dalam artian, organisasi menjadi salah satu ahli waris. 58 3. Tahrik Jadid, perjanjian yang isinya kesediaan kontribusi 15 atau jumlah tertentu untuk masa satu tahun, di mana dalam pembayarannya dapat dicicil. Selain ketiga jenis iuran wajib tersebut, juga masih terdapat berbagai jenis iuran, yakni: 1 Candah Wasiyat Jaidad; 2 Fund Kongres; 3 Fund Umar Foundation; 4 Buyut al-Hamd dana untuk pembangunan rumah bagi orang miskin; 5 Zakat; 6 Fitrah dan Fidyah; 7 Ied Fund; 8 Dana Seabad; 9 Dana Pusdik; 10 Bilal Fund dana untuk keluarga korban; 11 Tousee Makan Bharat untuk pemeliharaan tempat-tempat suci; 12 Markas Eropa; 13 Priok Jalsah; 14 Dana Komputer; 15 Waqvi Jadid; 16 Dana Darwisy; 17 Dana Pendidikan, dan sebagainya. Dengan demikian, hampir semua event dan moment-moment penting dapat menjadi sumber infaq untuk kepentingan dakwah. Dana tersebut dikembangkan dalam skala perencanaan satu tahun. Semua itu didasarkan pada 59 kontrak yang diinginkan oleh penyetor dana yang tidak lain ialah anggota, memilih untuk menyalurkan infaqnya di bidang apa. Oleh JAI, anggota yang paling setia membayar berbagai jenis infaq, dan berdasarkan jumlah kekayaannya, paling sesuai dengan peraturan yang ditetapkan, maka orang tersebut dinyatakan memiliki hak untuk dimakamkan di Behisyti Maqbarah perkuburan ahli surga, lingkungan perkuburan suci yang hanya disediakan bagi orang-orang yang dianggap suci di lingkungan Ahmadiyah yang terletak di Qadian, Punjab, India. Dengan pendanaan secara mandiri serta dikelola secara profesional dan bertanggung jawab itulah, maka Jemaat Ahmadiyah mampu menghimpun dana dalam skala besar, yang dapat mencukupi pembiayaan dakwahnya. Dengan system pendanaan secara mandiri membuat Ahmadiyah percaya diri untuk bersikap independen terhadap pihak luar.

2. Strategi Bertahan Eksternal

Strategi eksternal yang diterapkan Jemaat Ahmadiyah di Pondok Udik untuk mempertahankan eksistensinya adalah: a. Adaptasi Yang dimaksud dengan adaptasi di sini adalah proses penyesuaian organisasi terhadap lingkungan dan keadaan sekitar Metnarno, 2011: 66. Salah satu strategi bertahan eksternal Ahmadiyah adalah dengan melakukan perubahan nama organisasi. Perubahan nama ini dapat dikategorikan ke dalam strategi eksternal karena nama merupakan unsur identitas yang paling mudah dikenali. Ahmadiyah tercatat telah tiga kali mengganti nama mereka. Pertama, Jemaat Ahmadiyah menggunakan nama Ahmadiyah Qadian Departemen 60 Indonesia AQDI. Penggunaan nama „departemen’ dalam nama organisasi ini menunjukkan bahwa Ahmadiyah ingin menerapkan pola pendekatan kultural-keagamaan dengan memadukan bahasa Arab dengan bahasa Indonesia ke dalam nama mereka, dengan harapan dapat diterima oleh masyarakat. Kedua, setelah menyandang nama Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia AQDI, kemudian Ahmadiyah merubah namanya menjadi Anjuman Ahmadiyah Departemen Indonesia AADI. Nama tersebut merupakan hasil dari Muktamar bulan Desember 1949 yang digelar di Jakarta. Selain menghasilkan nama baru, Mukatamar tersebut juga Ahmadiyah menghasilkan perubahan pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ahmadiyah, yang mana Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga tersebut disesuaikan dengan organisasi Pusat Ahmadiyah di Qadian Zulkarnaen, 2005: 195. Ketiga, nama Ahmadiyah berubah lagi menjadi Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI hingga saat ini. Perubahan nama tersebut nampaknya berkaitan dengan banyaknya protes dan kecaman yang ditujukan kepada Ahmadiyah Qadian, sehingga kata “Qadian” dihilangkan untuk menghindari stigma di kalangan umat Islam Indonesia. b. Berpartisipasi pada kegiatan warga Strategi bertahan berikutnya adalah dengan berpartisipasi pada kegiatan warga. Secara sosial hubungan Jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat berlangsung cukup baik. Mereka sering melakukan kegiatan bersama, meski baru sebatas kegiatan-kegiatan non-formal. Sebagaimana ditegaskan oleh Ahmad Amin bahwa: 61 “Hubungan kami dengan masyarakat baik. Tidak ada masalah dengan masyarakat setempat, masyarakat di sini menerima kami dengan baik. Terutama dengan pemuda di sini. Pemuda-pemuda Ahmadi sering berkomunikasi dengan pemuda di sini. Mereka sering bertanding sepakbola, voli, dan sebagainya ” Wawancara pribadi dengan Ahmad Amin, 17Februari 2014 Hal senada juga disampaikan oleh Yosep selaku Ketua RT setempat ketika penulis menanyakan seputar kegiatan bersama yang dilakukan oleh warga dengan anggota Ahmadiyah: “Kalau kegiatan yang formal sih tidak pernah, tapi kalau kegiatan yang non-formal seperti kerjabakti, bermain sepak bola, bermain volly, dan sebagainya cukup sering. Ya, saya sih berharap mereka bisa lebih dekat dengan warga, lebih sering berkomunikasi dengan kita, biar nggak ada rasa curiga atau apa satu sama lain.”Wawancara pribadi dengan Yosep, 28 Januari 2014 Hubungan tersebut membuktikan bahwa Jemaat Ahmadiyah mulai membuka diri terhadap lingkungan sekitar. Keterbukaan yang mulai diperlihatkan Jemaat Ahmadiyah tersebut penting untuk menghindari adanya kecurigaan yang diekspresikan oleh masyarakat sekitar. c. Aktivisme bersama organisasi lain Di samping menciptakan hubungan yang baik dengan warga setempat, Jemaat Ahmadiyah juga berusaha membangun kedekatan dengan organisasi lainnya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ahmad Amin bahwa: “Ahmadiyah terbuka dengan siapa saja, baik itu dengan pemerintah, dengan kelompok mainstream, maupun dengan kelompok minoritas. Kami sering berkomunikasi dengan kelompok-kelompok minoritas lainnya seperti Syi‟ah”Wawancara pribadi dengan Ahmad Amin, 17Februari 2014 Seperti halnya Ahmad Amin, hal senada juga disampaikan olehYaqub yang mengungkapkan bahwa: “Jemaat Ahmadiyah melalui Badan Lajnah Immaillah secara kontinu turut ambil bagian dalam berbagai kegiatan sosial