40 atas dasar bahwa masyarakat di sekeliling tanah itu tidak menyetujui adanya
rencana pembangunan Pusat Jemaat Ahmadiyah di sana Qoyum, 2010: 2. Pada tanggal 12 Februari 1979, pihak Jemaat Ahmadiyah Indonesia
mengajukan appeal permohonan kepada Gubernur Jawa Barat, Mayjen TNI AD Solichin GP, dan pada tanggal 27 Juli 1980 kepada Menteri Dalam
Negeri, Jenderal TNI Amir Mahmud, namun tidak ada jawaban. Untuk pembangunan Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia pada waktu itu telah
direncanakan sejumlah
angaran. Untuk
pendirian Pusdik
Mubarak di
Sendangbarang, Bogor direncanakan anggarakan sebesar Rp. 500,000,000.- dan pembangunannya direncanakan akan selesai dalam tempo 10 tahun.
Untuk itu akan disediakan anggaran Rp. 50,000,000.- per tahun. Sumbangan dari para anggota setiap tahun Rp. 26,000,000.- dan sisanya akan diterima dari
penerimaan hak Pusat Qoyum, 2010: 2. Ketika pembangunan Pusdik Mubarak di Sindangbarang, Bogor tidak
mendapat izin, maka kepada beberapa Cabang Jemaat Ahmadiyah Indonesia yakni Jakarta, Bandung dan Garut. Akan tetapi jawaban mereka mengatakan
bahwa mereka tidak berhasil mendapatkan izin dari Pemerintah. Usaha Cabang
Manislor juga
tidak berhasil.
Mula-mula Cabang
Jakarta mengusahakan izin untuk pembangunan Pusdik ini di daerah Bekasi, namun
juga tidak berhasil. Pada akhirnya Cabang Jakarta dengan perantaraan seorang Ahmadi, Letkol TNI AD Abdul Mukti, berhasil memperoleh izin dari
Pemerintah Kabupaten Bogor dan mendapat lokasi di Desa Jampang, Parung. Ketika itu yang menjadi Bupati Bogor ialah Letkol TNI AD Ayip Rughby
Qoyum, 2010: 3.
41 Sebelum panitia Pembangunan Pusdik Mubarak membeli tanah di Desa
Udik, Parung, Kemang, telah disebarkan pengumuman ke Cabang-cabang supaya melakukan shalat istikharah, namun jawaban hanya diterima dari
seorang anggota Lajnah Imaillah yaitu Ny. Sri Wenda Thayyib Ibu Entoy. Di dalam istikharahnya diisyaratkan bahwa tempat itu sangat baik. Semula
direncanakan untuk membeli tanah di Desa Jampang Kcamatan Parung, sekarang Desa Pondok Udik, Kecamatan Kemang, seluas 7 hektar. Namun
karena penjualan tanah di Pinang dan Sindangbarang mengalami banyak hambatan maka pihak Jemaat hanya dapat membeli 3 hektar saja, padahal
yang 4 hektar keadaan permukaan tanahnya rata, namun tidak dapat dibeli karena tidak ada biaya Qoyum, 2010: 4
3. Ahmadiyah Sebagai Organisasi Keagamaan
Jemaat Ahmadiyah adalah organisasi keagamaan, bukan organisasi politik dan tidak memiliki tujuan-tujuan politik. Dalam mengembangkan
dakwah rohaninya, Jemaat Ahmadiyah senantiasa loyal dan patuh kepada undang-undang negara serta kepada pemerintah yang berkuasa di manapun
Jemaat Ahmadiyah berdiri. Banyak
orang menganggap
bahwa Ahmadiyah
merupakan sebuah
sekte karena hidup dalam eksklusivisme, yakni cenderung memisahkan diri dari masyarakat luas. Beberapa hal yang menyebabkan orang berpandangan
demikian diantaranya karena; Ahmadiyah beribadah di masjidnya sendiri, intensitas hubungan sesama anggota Ahmadiyah, dan warga Ahmadiyah
menikah dengan sesama anggota Munawar, 2013: 257
42 Eksklusivitas
Ahmadiyah tidak
hanya mengesankan
bahwa Ahmadiyah
bersikap menutup
diri dari
komunitas luar,
tetapi secara
bersamaan juga
menganggap salah
kelompok yang
lain. Implikasinya,
benturan antara pengikut Ahmadiyah dengan kelompok Islam lain memang banyak ditemukan di berbagai daerah.
Sengaja atau tidak, eksklusivitas dan sikap menutup diri tersebut sebenarnya tidak muncul tanpa alasan dan landasan. Oleh karena itu,
pertanyaan besarnya adalah, apakah sikap eksklusif tersebut muncul sebagai kekuatan sosiologis semata untuk mempertahankan kemurnian identitas, atau
memang ada dasar atau landasan teologis dan doktrinalnya yang mampu menkonstruksi budaya-budaya eksklusif di tubuh Ahmadiyah?
Dalam aspek
doktrinal memang
ada beberapa
ajaran keagamaan
Ahmadiyah yang mampu mendorong penganutnya untuk menjadi sangat eksklusif. Doktrin seperti; imamah, amir, dan bai
’at, menjadi benteng dan pembentukan karakter eksklusif Ahmadiyah. Kekuatan doktrin ini jelas sekali
pengaruhnya dalam menafikan kelompok-kelompok lain di luar kelompok mereka.
Selain itu,
adanya doktrin
komunalisme yang
mewujudkan komunalitas kelompok yang sangat eksklusif.
Akan tetapi,
secara sosiologis-kultural
sikap eksklusif
tersebut bukanlah karakter yang permanen. Sikap eksklusivisme tersebut nampaknya
dilatarbelakangi oleh argumen sosial yang dibangun oleh sejarah yang panjang. Sejarah Ahmadiyah selalu dipenuhi oleh penderitaan, pemboikotan,
dan penindasan terhadap pengikutnya baik di negara asalnya Pakistan maupun negara-negara lainnya. Keadaan tersebut telah berlangsung sejak
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai al-Masih. Sejak saat itulah pengikut
43 Ahmadiyah selalu mendapat tekanan hingga saat ini .Oleh karena itu, Mirza
Ghulam Ahmad
menganjurkan untuk
menikah dengan
sesama anggota
Ahmadiyah, mendirikan masjid untuk beribadah berjamaah, dan melakukan hubungan secara intens dengan sesama anggota Ahmadiyah. Suatu ketika
ijtihad tersebut
mungkin akan
dicabut apabila
kondisi telah
berubah Munawar, 2013: 258. Oleh karena itu, tidak mengejutkan jika pada
perkembangan selanjutnya
terdapat perubahan
sangat mendasar
yang dilakukan oleh Ahmadiyah.
Dalam setiap
tahunnya, banyak
orang yang
masuk ke
dalam Ahmadiyah. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel: Jumlah penambahan pengikut Ahmadiyah dari tahun 1992-2011
No Tahun
Anggota Baru
1 1992
1993 5.898
2 1993
1994 7.487
3 1994
1995 8.000
4 1995
1996 6.000
5 1996
1997 17.020
6 1997
1998 41.120
7 1998
1999 25.287
8 1999
2000 20.757