36 berada di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya, diantaranya; Garut, Sukabumi,
Tasikmalaya, Bandung, Cirebon, dan Jakarta.
B. Profil Jemaat Ahmadiyah Indonesia
Jemaat Ahmadiyah telah berada di Indonesia sejak 1925, beriringan dengan organisasi keagamaan lainnya, seperti; Muhammadiyah 1916, dan
Nahdatul Ulama 1926. Dengan demikian, hingga tahun 2014 ini, keberadaan Jemaat Ahmadiyah telah mencapai usia 89 tahun, suatu rentang usia yang
panjang. Bagi sebuah organisasi masyarakat, usia tersebut dianggap sebagai ruang
diterima oleh
masyarakat terhadap
organisasi tersebut,
sehingga organisasi tersebut telah menyatu dengan masyarakat itu sendiri. Namun
kenyataan tersebut tidak berlaku bagi Jemaat Ahmadiyah, justru memasuki ke 80 tahun keberadaan mereka digugat oleh masyarakat Indonesia.
1. Masuk dan Berkembangnya Ahmadiyah di Indonesia
Ahmadiyah masuk
ke Indonesia
bersamaan dengan
datangnya mubaligh
Ahmadiyah yang
pertama kali
diutus oleh
Imam Jemaat
Ahmadiyah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah al-Masih II, Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad. Mubaligh tersebut ialah Maulana Rahmat Ali,
yang bertolak dari Qadian pada Agustus 1925 dan tiba di Tapaktuan, Sumatera Utara pada tanggal 2 Oktober 1925. Tujuan diutusnya Maulana
Rahmat Ali adalah untuk menyebarkan kabar gembira bahwa Imam Mahdi yang ditunggu-tunggu telah datang di kawasan Hindia Timur julukan
Indonesia pada waktu itu Sholikhin, 2013: 77. Kedatangan mubaligh Ahmadiyah tersebut ke Indonesia tidak terlepas
dari peranan 19 pemuda Islam asal Indonesia di India, yang kemudian berbaiat masuk
Ahmadiyah. Merekalah
yang mengajukan
permohonan kepada
37 Khilafah al-Masih II, agar dapat mengirimkan mubalighnya ke Indonesia,
yang dijawab bahwa Khalifah dari Dzulqarnain sebutan Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, akan memenuhi permintaan tersebut. Atas permintaan
tersebut, Khalifah
II, Mirza
Basyiruddin Mahmud
Ahmad menugaskan
Maulana Rahmat Ali untuk datang ke Indonesia Sholikhin, 2013: 78. Sesampainya di Tapaktuan, Rahmat Ali tinggal di rumah Muhammad
Samin, orang
yang pernah
belajar di
Qadian. Masyarakat
Tapaktuan sebelumnya telah mengenal kepercayaan akan datangnya Imam Mahdi. Para
pelajar Indonesia di Qadian sering berkirim surat agar jika utusan dari Imam Mahdi datang supaya diterima sebaik-baiknya. Dalam waktu yang tidak lama,
beberapa penduduk Tapaktuan sudah ada yang mengaku secara terang- terangan mengikuti Ahmadiyah Zulkarnain, 2005:177.
Meski sudah masuk sejak tahun 1925 dan telah tersebar ke beberapa kota, baik di Sumatra maupun Jawa, akan tetapi sebagai sebuah organisasi,
Pengurus Besar baru terbentuk setelah sepuluh tahun kemudian. Pada tanggal 25
Desember 1935,
diadakan pertemuan
tokoh-tokoh di
Clubgebouw Kleykampweg sekarang menjadi jalan Balikpapan No. 41 Jakarta dan telah
memutuskan untuk membentuk Pengurus Besar Ahmadiyah. Organisasi diberi nama Anjuman Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia AQDI. Dalam
rangka penyempurnaan, Pengurus Besar berusaha menyesuaikan organisasi AQDI dengan organisasi Pusat Ahmadiyah di Qadian. Untuk mewujudkan
rencana tersebut, dalam konferensi yang diadakan pada tanggal 12 dan 13 Juni 1937 di masjid Hidayat, Jalan Balikpapan I10 Jakarta, memutuskan untuk
menyesuaikan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Ahmadiyah Qadian Departemen Indonesia AQDI dengan organisasi Pusat Ahmadiyah di
38 Qadian. Nama Ahmadiyah telah diganti dari Ahmadiyah Qadian Departemen
Indonesia AQDI
menjadi Anjuman
Ahmadiyah Departemen
Indonesia AADI Zulkarnain, 2005:194.
Pada bulan Desember 1949, diadakan Mukatamar di Jakarta. Selain menyetujui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang baru, juga
mengganti nama organisasi dari Anjuman Ahmadiyah Qadian Indonesia AADI menjadi Jemaat Ahmadiyah Indonesia JAI. Dalam perkembangan
selanjutnya, organisasi
ini telah
mendapat pengesahan
dari Pemerintah
Republik Indonesia sebagai badan hukum dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman No.J.A52313 tanggal 13 Maret 1953 dan diumumkan dalam
Berita Negara Republik Indonesia Nomor 26 Tanggal 31 Maret 1953 Zulkarnain, 2005:196.
2. Sejarah berdirinya Pusat Ahmadiyah di Pondok Udik, Kemang, Bogor
Perkembangan Jemaat
Ahmadiyah di
wilayah kota
Jakarta telah
membuat masjid Hidayat di Jalan Blikpapan 110 Jakarta Pusat, yang juga merupakan Kantor Pusat Jemaat Ahmadiyah Indonesia harus mengalami
beberapa kali perluasan, terutama hal itu dilakukan di masa Maulana H. Mahmud Ahmad Cheema HA. Sy sebagai amir Raisuttabligh, dan Ir. Syarif
Ahmad Lubis sebagai Ketua Pengurus Besar atau Ketua Nasional. Demikian pula perkembangan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di luar wilayah Jakarta pun
sangat meningkat,
sehingga untuk
keperluan kegiatan-kegiatan
Jemaat Ahmadiyah yang berskala Nasional seperti Jalsah Salanah, diperlukan tempat
yang cukup luas Qoyum, 2010: 1.