Tipe-Tipe Organisasi Keagamaan Kerangka Teoretis

13 menyelamatkan dunia. Keyakinan mereka, bahwa dengan kelompoknya itu, kehidupan manusia akan selamat. Wilson, 1996: 181-182. Berdasarkan beberapa definisi tersebut ada sesuatu yang menjadi ciri khas dari sekte, yaitu; berkelompok dan mempunyai paham atau praktek yang berbeda dengan masyarakat secara umum. Definisi tersebut memberi beberapa pengertian bahwa; sekte lahir dan muncul dari dalam „organisasi keagamaan’. Spilka dalam Waryono ,1998: 142 menyebutkan bahwa sekte tumbuh dan berkembang sebagai bagian inheren dari agama, yang ingin memisahkan diri dari hegemoni kelompok mapan, dan sekte memisahkan diri karena memiliki paham atau pengalaman yang berbeda dari yang selama ini dipraktekkan oleh mayoritas. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa sekte adalah komunitas dalam komunitas atau komunitas kecil yang berada dalam komunitas yang besar. Bryan Wilson, seorang sosiolog asal Inggris, yang membagi sekte ke dalam tujuh tipe. Tipologi ini disusun berdasarkan sikap sekte-sekte terhadap dunia sekitar yang kesemuanya hampir secara nyata terwakili dan berkembang di Indonesia. Ketujuh tipe sekte ini adalah sebagai berikut. Pertama, Conversionist, yakni sekte yang mengarahkan perhatiannya kepada perbaikan moral individu dengan kegiatan utamanya men-tobat-kan orang luar. Di Indonesia gerakan yang mirip tipe ini adalah gerakan dakwah seperti jemaah Tabligh. Kedua, Messianistik, suatu sekte yang percaya akan datangnya Imam Mahdi, Messiah, al-Masih, Ratu Adil ataupun Satria Piningit yang akan menyelamatkan dunia dari kehancuran. Ketiga, Introversionis, kelompok yang mencari kesucian diri sendiri tanpa mempedulikan masyarakat luas. Keempat, Manipulationist atau gnostic ber-marifat, yakni suatu sekte yang 14 cenderung tidak peduli terhadap keselamatan dunia sekitar, akan tetapi mereka mengklaim bahwa mereka memiliki ilmu khusus yang biasanya dirahasiakan dari orang luar, seperti aliran kebatinan dengan amalan-amalan khusus dan sistem baiat. Kelima, Thaumaturgical, yakni gerakan sekte yang mengembangkan sistem pengobatan, pengembangan tenaga dalam atau penguasaan alam gaib. Keenam, tipe reformis, yakni gerakan yang melihat usaha reformasi sosial sebagai kewajiban esensial agama, dan ketujuh tipe Utopian, yakni suatu gerakan komunitas ideal sebagai teladan untuk masyarakat luas dalam Nunu B, 2010: 504. Tipe ketiga, Denominasi. Kelompok ini relatif stabil, ukuran dan kompleksitasnya seringkali besar Nottingham, Elizabeth, 1994: 165. Denominasi berasal dari sebuah sekte yang berubah menjadi badan yang terlembagakan dan tidak lagi berbicara lantang tentang protes keagamaan sebagaimana ciri khas sekte. Sebuah sekte yang survive, dalam perjalanan sejarahnya biasanya berubah menjadi denominasi. Dalam sejarah Kristen misalnya, ditemukan sekte seperti Calvinisme dan Metodis yang pada awalnya merupakan sekte, namun belakangan telah berubah menjadi denominasi. Dalam hal status sosial, denominasi sedikit banyak mendapatkan pengakuan dari gereja atau kelompok keagamaan mapan dan selalu menjaga sikap kooperatif dengan pihak gereja Giddens, 1997: 8. Niebuhr 1929 melihat bahwa sekte-sekte muncul sebagai gerakan protes terhadap konservatisme dan kekakuan gereja dan negara, kemudian lambat laun menjadi lebih lunak, mapan, terorganisir, rapi dan semakin formalistik. Setelah dua-tiga generasi, aspek kesukarelaan sudah mulai menghilang, semakin banyak anggota yang telah lahir dalam lingkungan sekte 15 sendiri. Semua anggota sudah tidak sama lagi, bibit hirarki internal sudah ditanam. Dengan demikian bekas sekte tersebut sudah mulai menjadi semacam Gereja sendiri dan lahirlah gerakan sekte baru, sebagai reaksi yang berusaha menghidupkan semangat asli, kemudian berkembang menjadi denominasi dan demikianlah seterusnya. Selama ini, di negeri kita, pemahaman agama yang berada dengan tradisi agama mainstream selalu dilabeli sesat dan karena itu sah untuk dimusuhi. Parahnya lagi, dalam menyikapi gejala tersebut, negara justru tampil sebagai kekuatan fasis yang memaksakan tafsir formal tertentu atas pemahaman keagamaan. Alih-alih memberi tempat bagi keragaman keyakinan, negara justru menjadi kekuatan penghancur aneka-ragam keyakinan. Tipologi organisasi keagamaan yang kedua relevan untuk membaca organisasi keagamaan Ahmadiyah di Indonesia. Karena beberapa ajarannya yang berbeda dengan mainstream, maka mereka dilabeli sesat dan dimusuhi banyak pihak.

2. Strategi bertahan

Sekte perlu memainkan strategi agar mampu bertahan dan lolos dari cengkeraman politik negara yang berupa label dan stigma negatif, serta membuatnya tetap eksis di tengah kelompok mainstream. Strategi tersebut mencakup; strategi adaptasi dalam mempertahankan eksistensi strategi bertahan internal dan mengembangkan gerakannya strategi bertahan eksternal. 16

a. Strategi Bertahan Internal

Strategi internal yang perlu diterapkan oleh sekte untuk mempertahankan eksistensinya adalah: 1. Loyalitas kepada pemimpin Pada fase pertama suatu gerakan keagamaan biasanya dipengaruhi oleh kepribadian pendirinya.Menurut Weber, otoritas karismatik hanya akan ada dalam tahap awal gerakan keagamaan. Permasalahan muncul ketika sang pendiri sosok karismatik meninggal. Oleh karena itu, gerakan keagamaan harus diarahkan pada bentuk yang lebih stabilNottingham, Elizabeth, 1994: 158. 2. Pernikahan dengan sesama anggota Kelompok tertentu berupaya untuk mempertahankan kemurnian garis keturunan dan eksklusivitas kelompok mereka.Misalnya, melalui pernikahan hanya di kalangan anggotadan menghindari pernikahan campuran. 3. Internalisasi nilai-nilai keagamaan Apabila organisasi keagamaan ingin berhasil dalam mempengaruhi masyarakat sesuai dengan arah tujuannya maka organisasi tersebut harus menanamkan nilai-nilai keagamaan serta menertibkan kebiasaan-kebiasaan para anggotanya sesuai dengan cita-cita yang ingin dicapai Nottingham, Elizabeth, 1994: 145. 4. Konsolidasi internal Konsolidasi internal merupakan upaya mewujudkan persatuan di dalam organisasi. Dengan terus meningkatkan konsolidasi internal, maka komunikasi baik antar anggota maupun komunikasi antara anggota dengan pemimpin terus 17 terjalin dan organisasi akan terus berjalan Hamim M, 2012: 102. 5. Finansial Kebutuhan finansial merupakan faktor yang mempengaruhi dalam melakukan sebuah kegiatan baik kegiatan rutin, maupun kegiatan besarumum. Untuk memenuhi kebutuhan finansial, pada umumnya organisasi mendirikan badan usaha ekonomi seperti usaha koperasi, maupun bentuk badan usaha lainnya Fransiskus Randa, 2011: 72.

b. Strategi Bertahan Eksternal

Di samping pendekatan internal, Strategi eksternal yang perlu diterapkan oleh sekte untuk mempertahankan eksistensinya adalah: 1. Merekrut orang-orang yang berpengaruh Apabila sekte ingin mempengaruhi masyarakat secara luas, mereka harus mengembangkan organisasi dan memperbesar pengaruhnya yang potensial dengan cara memasukkan orang-orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan di luar lingkungan mereka Nottingham, Elizabeth, 1994: 145. 2. Adaptasi Yang dimaksud dengan adaptasi di sini adalah proses penyesuaian organisasi terhadap lingkungan dan keadaan sekitar Metnarno, 2011: 66. Adaptasi tersebut misalnya berupa perubahan karakter gerakan, dari gerakan yang eksklusif menuju gerakan yang inklusif. Beberapa doktrin yang mengganggu proses dialektika kebudayaan ditafsir ulang. Pada proses ini terjadi perubahan fundamental Hamim M, 2012: 5.