Strategi Bertahan Eksternal Strategi bertahan
19
3.
Teori Resistensi
Setiap hari manusia selalu berkutat dengan kegiatan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologisnya. Dengan kata lain,
manusia selalu berusaha mengatasi hal-hal yang mengancam kelangsungan eksistensinya
existential anxiety.
Berbagai bentuk
cara digunakan
individu maupun kelompok untuk melindungi diri agar tidak terkena pengaruh buruk dari suatu hal yang dianggap mengancam keberlangsungan
eksistensinya, salah satunya adalah dengan melakukan resistensi. Resistensi dalam studi James Scott yaitu fokus pada bentuk-bentuk
perlawanan yang sebenarnya ada dan terjadi disekitar kita dalam kehidupan sehari-hari. Ia menggambarkan dengan jelas bagaimana bentuk perlawanan
kaum minoritas. Menurut Scott, tujuan
resistensi dimaksudkan untuk
memperkecil atau menolak sama sekali klaim-klaim yang diajukan kelas- kelas
dominan atau
mengajukan klaim-klaim
mereka sendiri
dalam menghadapi kelas dominan dalam Suriadi, 2008:54.
Bentuk resistensi menurut Scott dan James dalam Suriadi, 2008:52 dapat dibagi menjadi tiga bentuk. Bentuk-bentuk tipikal resistensi tersebut
dapat dilihat
sebagai berikut;
Pertama, resistensi
tertutup simbolisideologi
seperti gosip,
fitnah, penolakan
terhadap kategori-
kategori yang
dipaksakan kepada
masyarakat buruh,
serta penarikan
kembali rasa hormat kepada pihak penguasa. Bentuk resistensi ini tidak berpotensi mengubah sistem dominasi, tetapi hanya untuk menolak sistem
yang berlaku, yang bersifat eksploitatif dan tidak adil. Kedua, resistensi semi terbuka seperti protes sosial dan demonstrasi mengajukan klaim
kepada pihak yang berwenang. Bentuk resistensi ini diwujudkan untuk
20 menghindari kerugian yang lebih besar yang dapat menimpa dirinya.
Ketiga, resistensi terbuka merupakan bentuk resistensi yang terorganisir, sistematis, dan berprinsip. Resistensi terbuka ini mempunyai dampak-
dampak yang revolusioner yang mendukung perubahan mendadak, cepat, dan drastis. Tujuannya adalah berusaha meniadakan dasar dari dominasi
itu sendiri.
Manifestasi wujud
dari bentuk
resistensi ini
adalah digunakannya cara-cara kekerasan violent seperti pemberontakan.
Scott dalam teorinya menyatakan bahwa kelompok lemah cenderung menggunakan
cara yang
samar dalam
melakukan penentangan.
Cara tersebut disebut Scott sebagai routine resistance resistensi rutin. Karena
samar dan halusnya teknik penentangan jenis ini, maka terkadang pihak ketiga baik itu target maupun pengamat seperti peneliti seringkali salah
melihatnya sebagai suatu teknik bertahan hidup semata dalam Ngatini, 2013:28.
Sebagai tambahan
bahwa antara
perlawanan dan
berusaha bertahan hidup adalah dua hal yang sulit dibedakan dan sulit dipisahkan
karena dalam kenyataannya manusia melawan untuk bertahan hidup. Atau dengan kata lain, cara manusia bertahan hidup adalah dengan cara
melakukan perlawanan. Perlawanan itu sendiri ada yang dilakukan dengan cara jelas seperti konfrontasi fisik, atau cara lain yang langsung diketahui
sebagai perlawanan, dan ada juga yang dilakukan secara tersembunyi samar dan halus seperti yang digambarkan oleh Scott.
Konflik ahmadiyah baik di indonesia maupun di Bogor ini merupakan jenis konflik vertikal dan juga konflik horizontal karena yang dilawan oleh
Jemaat Ahmadiyah Indonesia dan Bogor dalam hal ini adalah negara yaitu Departemen Agama dan juga agen agen negara seperti MUI maupun ormas
21 yang mengadopsi pemikiran negara yang menentang Ahmadiyah. Dengan
alasan ini, peneliti berpendapat bahwa teori resistensi Scott ini dapat digunakan untuk menganalisa kasus Ahmadiyah di Bogor.
Alasan lain bahwa teori resistensi Scott akan mampu menjelaskan apa yang terjadi dengan Jemaat Ahmadiyah Bogor adalah karena adanya
persamaan antara subjek penelitian Scott dengan Jemaat Ahmadiyah Bogor. Kesamaan
pertama adalah
bahwa masyarakat
Sedaka dan
Jemaat Ahmadiyah Bogor merupakan kelompok yang lemah dalam beberapa aspek
seperti politik.
Persamaan kedua
adalah masyarakat
ini sama-sama
mengalami apa yang disebut Scott sebagai “routine repression” represi yg
hampir tidak tampak sebagai represi karena begitu samarnya. Lebih dari itu Jemaat Ahmadiyah juga mengalami apa yang tidak dialami oleh masyarakat
Sedaka, yaitu jenis koersi yang disebut Scott dengan nama “exclusive
coersion ” yang meliputi kekerasan fisik yang mengambil harta dan nyawa
mereka. Scott menyatakan bahwa seseorang yang sudah diciderai hak dan kebebasannya akan cenderung untuk melakukan penentangan sesuai dengan
kondisi yang dimilikinya. Sejauh ini, sudah banyak penelitian yang berfokus pada analisa
mengenai tindakan
agresi manusia
terkait dengan
usaha adaptasinya
terhadap kondisi yang mereka hadapi, seperti yang terekspresikan dalam bentuk demonstrasi anarkis, atau adu fisik. Sebaliknya, baru sedikit
penelitian mengenai pola adaptasi bertahan dan melawan dengan cara damai, terutama yang dilakukan oleh kelompok yang memiliki keterbatasan
seperti Jemaat Ahmadiyah.
22