Pertemuan Formal AFP KERJASAMA INTERNASIONAL INDONESIA DAN JEPANG

62 tropis. Sementara hampir semua orang khawatir akan laju deforestasi yang terjadi di banyak negara tropis, ada juga kesepakatan yang cukup bahwa perdagangan kayu tropis adalah salah satu kunci bagi pembangunan ekonomi di negara-negara yang sama. Rekonsiliasi dari dua fenomena yang tampaknya terpisah adalah cerita ITTO. 144 Regional Workshop on Strengthening the Asia Forest Partnership diselenggarakan di Yogyakarta, 30 Agustus - 1 September 2004 yang didukung dana dari The International Tropical Timber Organization ITTO. Lokakarya atau workshop diselenggarakan dengan tujuan menyusun cara kerja dan struktur kemitraan secara lebih konkrit dan spesifikuntuk mengembangkan dan memperkuat AFP. 145 Sehingga, telah menghasilkan rekomendasi untuk perumusan struktur AFP sesuai dengan konsep yang diusulkan oleh Indonesiadan diharapkanrekomendasi dalam bentuk pernyataan atau announcement tersebut, agar dapat didukung dalam pertemuan AFP ke-4 di Tokyo, 8-10 Desember 2004 guna berfungsi seperti kode etikcode of conduct bagi kemitraan di forum AFP. Selanjutnya, pertemuan ke-4 diselenggarakan di Tokyo pada tanggal 8-10 Desember 2004,berhasil mendeklarasikan Announcement for Strengthening the AFP . Hal tersebut dapat diartikan sebagai keberhasilan Indonesia karena pernyataan tersebut merupakan langkah awal untuk memperjelas struktur dan cara kerja AFP untuk memperkuat forum tersebut di masa depan. 144 http:www.itto.intabout_itto. Diakses pada 5 Juli 2013 145 http:www1.dephut.go.idindex.phpnewsdetails457. Diakses pada 24 Maret 2013 63 Sesuai agenda, maka pertemuan tersebut membahas enam materi yaitu: 146 • Establishing Reliable Production and Trade Chain, and Coordination of International Effort membangun produksi handal dan rantai perdagangan dan koordinasi upaya internasional [terj. pen-]. • Learning from Good Forest Management Practices and Building Capacity belajar dari praktik pengelolaan hutan dan membangun kapasitas [terj. pen-]. • Forest Fires Monitoring and Preventionpemantauan dan pencegahan kebakaran hutan [terj. pen-]. • DemandDriven Market ForcesContribution of Consumerspermintaan didorong adanya angkatan pasar atau adanya kontribusi konsumen [terj. pen-]. • Good Governance and Better DecisionMaking for Sustainable Forest management tata kelola yang baik membuat keputusan untuk manajemen hutan lestari [terj. pen-]. • Rehabilitation of Degraded LandsLearning from the Past and Looking into the Future rehabilitasi lahan terdegradasi belajar dari masa lalu dan melihat ke masa depan [terj. pen-]. Dari hasil tersebut, langkah tindak lanjut yang perlu dilakukan oleh Indonesia adalah: 147 1. Mempersiapkan keikutsertaan delegasi Republik Indonesia untuk mengikuti pembahasan lokakarya AFP di Kualalumpur terkait dengan bahasan tentang produksi handal dan koordinasi perdaganganreliable production and trade coordination , khususnya legalitas kayu, serta verifikasi asal-usul kayu chain of custodylegal origin verification. Diharapkan Lembaga Ekolabel Indonesia LEI dan Badan Revitalisasi Industri Kehutanan BRIK juga dapat berperan aktif dalam pertemuan tersebut. 2. Mempersiapkan penyelenggaraan pertemuan khusus yang akan menindaklanjuti pernyataan yang sudah disepakati pada sidang pleno pertemuan AFP ke-4 dan dideklarasikan pada tanggal 10 Desember 2004. 3. Departemen Kehutanan Badan Planologi segera menyusun proposal tentang penyelenggaraan lokakarya desentralisasi terkait dengan isu utama AFP dan dapat memberikan argumen arti pentingnya lokakarya regional tersebut diselenggarakan di Indonesia. Untuk itu, diskusi intensif dengan pemerintah Swiss diharapkan dapat segera dilakukan oleh Indonesia. Pertemuan ke-5 di Yokohama pada tanggal 13-15 November 2005 menyetujui untuk memperkuat AFP sesuai dengan struktur dan sistem promosi 146 http:www1.dephut.go.idindex.phpnewsdetails457. Diakses pada 24 Maret 2013 147 http:www1.dephut.go.idindex.phpnewsdetails457. Diakses pada 24 Maret 2013 64 dan pelaksanaan pengelolaan hutan lestari di Asia.Hal ini dilaksanakan melalui kerjasama sukarela antara pemerintah, organisasi antarpemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta serta mitra donor, yang dilandaskan rasa saling menghormati, tanggung jawab bersama, proses yang transparan, dan terbuka untuk semua orang yang mendukung visi serta tujuan kemitraan. 148 Sehingga, upaya memberantaspenebangan liar, perdagangan hasil hutan, pengelolaan kebakaran hutan, rehabilitasi,serta reboisasi hutan dan lahan terdegradasi diperoleh melalui berbagi informasi.Seperti, dialog dan aksi bersama untuk membangun kapasitas untuk pengelolaan hutan yang efektif, penegakan hukum kehutanan yang lebih baik dan pemerintahan yang baik serta dengan caramenjamin operasi antara kemitraan AFP dan gagasan yang terkait lainnya di wilayah tersebut. 149 Kemitraan AFP tidak luput dari kontribusi CIFOR yangakan terus menjadi tuan rumah sekretariat AFP. Secara teknis dan keuangan didukung oleh mitra atas dasar sukarela. Lamanya tahap pertama AFP akan menjadi lima tahun, yaitu 2002- 2007. Namun, mitra dapat memutuskan untuk memperpanjang atau mengakhiri kemitraan tidak kurang dari tiga bulan sebelum akhir tahap pertama. 150 Pertemuan ke-6 di Yogyakarta pada tanggal 6-8 September 2006 telah membahas isu-isu teknis, salah satunya masa depan AFP dan pada masa setelah tahap pertama yang akan berakhir pada tahun 2007 nanti.Di mana tim 148 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_workplantask=view_detailagid=17 year=2005month=11day=13Itemid=323. Diakses pada 4 Juli 2013 149 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_workplantask=view_detailagid=17 year=2005month=11day=13Itemid=323. Diakses pada 4 Juli 2013 150 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_workplantask=view_detailagid=17 year=2005month=11day=13Itemid=323. Diakses pada 4 Juli 2013 65 akanmengevaluasi atau penilaian danmemberi petunjukpada perpanjangan pada tahap ke-2. 151 Sebagai negara penting di asia dalam bidang kehutanan, Indonesia mendapat kesempatan menyampaikan perkembangan di tiga bidang utama AFP, seperti, persoalan penebangan liar, kebakaran hutan dan lahan, reboisasi dan rehabilitasi hutan serta lahan sebagai masalah yang kompleks, maupun skala persoalannya begitu besar. Oleh karena itu, diperlukan dorongan dan kerjasama dari luar, termasuk dari mitra AFP. Usulan dari Kementrian Kehutanan yang telah dirintis pada AFP ke-6 adalah membantu masyarakat yang daerahnya rawan penebangan liar serta memasarkan produk legalnya. Usulan ini mendapat dukungan positif dari pemerintah Jepang, World Wide Fund WWF, Tropenbos International Belanda, Food and Agriculture Organization FAO, Institute for Global Environmental Strategies IGES, sertaLembaga Ekolabel Indonesia LEI. Kelompok ini akan mengusahakan dukungan finansial melalui FAO dan Jepang. 152 Selanjutnya disepakati bahwa Jepang akan menjadi tuan rumah pertemuan AFP ke-7, jika tidak ada negara kemitraan lain yang bersedia. Pertemuan ke-6 ini diselenggarakan atas kerjasama Kementrian Kehutanan dengan AFP Sekretariat yang berkedudukan di Center for International Forestry Research CIFOR di Bogor. 153 Pada pertemuan ke-7 di Yokohama pada tanggal 12-15 November 2007membahas tentang pentingnya kelanjutan dan hubungan kegiatan dari AFP sebagai mekanisme multi-pihak untuk memfasilitasi dan mempromosikan 151 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_workplantask=view_detailagid=18 year=2006month=11day=06Itemid=323. Diakses pada 4 Juli 2013 152 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_workplantask=view_detailagid=18 year=2006month=11day=06Itemid=323. Diakses pada 4 Juli 2013 153 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_workplantask=view_detailagid=18 year=2006month=11day=06Itemid=323. Diakses pada 4 Juli 2013 66 dialog,pertukaran informasi, serta tindakan kooperatif untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari di kawasan Asia-Pasifik. 154 Hal ini didasarkan atas apresiasi karya kelompok kerja tim evaluasi AFPyang terkandung dalam laporannya, yaitu, penilaianAFP tahap I dan rekomendasi untuk tahap 2 pada November2007, evaluasi yang terdapat dalam dokumen tahap I AFPserta saran untuk meningkatkan sukses ditahap II pada November2007. 155 Selanjutnya, untuk tahap kedua AFP periode 2008-2015memperhitungkan perkembangan keadaan dan peluang baru yang mempengaruhi hutan dan pengelolaan hutan yang berkelanjutan di kawasan Asia-Pasifik. 156 A.2 Pertemuan Formal AFP Fase Kedua Periode 2008-2011 Pertemuan formal AFP dilanjutkan pada pertemuan ke-8 di Hanoi, Vietnam. Pada 24 April 2008 AFP membahasisu kebijakan seputar perdagangan kayu global yang sedang dalam sorotan akhir-akhir ini. Berbagai ahli kehutanan dari seluruh dunia berkumpul di Hanoi untuk menghadiri AFPdalam membahas perdagangan kayu, kepatuhan terhadap hukum kehutanan, dan pemerintahan. 157 Salah satu acara puncak pada Asia-Pasifik Kehutanan di Vietnam, lebih dari 500 undangan yang memiliki peran dalam kepentingan kehutanan turut membahas 154 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=69Itemid=9. Diakses pada 4 Juli 2013 155 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=69Itemid=9. Diakses pada 4 Juli 2013 156 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=68Itemid=9. Diakses pada 4 Juli 2013 157 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=68Itemid=9. Diakses pada 4 Juli 2013 67 keberlanjutan perdagangan kayu, hasil hutan, serta untuk mengembangkan strategi yang bagus dalam lingkungan yang semakin luas. 158 Selanjutnya, pertemuan AFP di Bali pada tanggal 28-29 Mei 2009, pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Asia Forest Partnershipdan menyelenggarakan dialog regional untuk menguji hubungan antara skema untuk mengkompensasi negara dalam pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan serta upaya memerangi pembalakan liar dan perdagangannya. 159 Acara tersebut dihadiri oleh Cristian Kuchil, Kunio Shimizu, dan Menteri Kehutanan RI M.S. Kaban.Kemudian, para pembicara membahas tentang aksi untuk mengatasi penebangan liar dan perdagangan kayu liar dari berbagai negara. Pembicaranya antara lain, Puspa Dewi Liman, Hapsoro, Hang Suntra, Andy Roby, Ivy Wong Abdullah, dan Kristof Obidzinski.Kesepakatan yang dihasilkan adalah: 160 a Kebutuhan akan pemahaman yang lebih baik tentang kerusakan hutandeforestasi, degradasi, dan hubungannya dengan penebangan liar. b Dibutuhkan jaringan pengamansafety-netuntuk melakukan aktivitas berdasarkan pentingnya kebutuhan masyarakat lokal. c Perlunya peraturan pemerintah yang jelas tentang verifikasi Reducing Emissions from Deforestation and forest Degradation REDD. d Mekanisme REDD juga harus bisa menjamin bahwa jangan sampai dijadikan pendapatan pribadi oleh sekelompok orang. Pertemuan hari kedua membahas tentang REDD dan tata hutan, dengan pembicara antara lain, Christian Kuchli, Daniel Murdiyarso, Theo Yasause, Nur Masripatin, dan Ralps Strabel. Dengan kesimpulan antara lain: 161 a Penebangan liar merupakan masalah nasional dan internasional. Pada levelnasionalmasalah ini berhubungan erat dengan pemerintah setempat. Dan instrumen yang ada saat ini dinilai belum efektif. Dengan terdapatnya mekanisme REDD, maka perlu meninjau mengapa instrumen yang ada tersebut tidak efektif. b Berbagai lembaga pemerintah memiliki pendekatan yang berbeda terhadap REDD. 158 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=68Itemid=9. Diakses pada 4 Juli 2013 159 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=68Itemid=9. Diakses pada 4 Juli 2013 160 http:www.dephut.netindex.php?q=idnode5421. Diakses pada 19 Mei 2013 161 http:www.dephut.netindex.php?q=idnode5421. Diakses pada 19 Mei 2013 68 c Terdapat hubungan yang erat antara REDD dan Afforestation and reforestation AR dalamClean Development Mechanism CDM. Dan muncul pertanyaan, apakah REDD perlu dibedakan, lebih diinklusifkan atau diekslusifkan. d REDD juga perlu mengikutsertakan para ahli dan organisasi sektor kehutanan untuk menangani masalah sosial dan pengetahuan tentang kehutanan. Secara keseluruhan diperoleh kesimpulan bahwa kecenderungan pembahasan dari keseluruhan sesi bersifat positif. Dengan adanya pertemuan AFP, terlihat adanya pengalaman dan pandangan yang berbeda dari berbagai negara. Hal ini memunnculkan berbagai inisatif baru REDD, baik itu pada level nasional maupun internasional secara sukarela maupun instruksi atau wewenang. 162 Pertemuan AFP di Bali pada 4-6 Agustus 2010 membahas tentang tantangan tata kelola hutan luar Copenhagen, yang meneliti hubungan antara REDD plus + dan tata kelola hutan. Pemerintahan sebagai pelaksana untuk REDD + untuk memastikan jangka panjang, pengurangan emisi dan hasil yang adil, serta diharapkan REDD + akan memberikan peluang baru untuk memperkuat tata kelola hutan. 163 Pada pertemuan AFP di Beijing, China, pada 8-9 November 2011 membahas tentangdampak dari upaya memerangi pembalakan liar pada kebijakan kehutanan, pasar kayu, industri kehutanan, dan masyarakat yang bergantung pada hutan selama 10 tahun terakhir dengan hasil sebagai berikut: 164 a. Untuk memperoleh data, negara harus memiliki pengalaman dalam mengembangkan standar legalitas, sistem kebenaran laporan, dan tantangan yang besar dalam mengurangi penebangan liar. b. Melihat dari pengalaman beberapa negara konsumen dalam mengembangkan dan menerapkan kebijakan untuk membatasi aliran kayu 162 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=68Itemid=9. Diakses pada 4 Juli 2013 163 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=221Itemid=2 5. Diakses pada 4 Juli 2013 164 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=252Itemid=1 46. Diakses pada 4 Juli 2013 69 liarke pasar mereka selama dekade terakhirdan tantangan yang beredar dalam mengurangi pasar kayu liar. c. Selanjutnya, dampak yang muncul dalam pemberantasan pembalakan liar dan pasarnya diharapkan menghasilkan perubahan dan menindaklanjuti penyebab utama pembalakan liar.

B. Perkembangan Kesepakatan Indonesia dan Jepang dalam AFP Periode

2008-2011 Perkembangan dalam forum AFP telah disepakati beberapa hal guna mengatasi deforestasi di Indonesia.Pertama, pada pertemuan AFP ke-5 di Yokohama pada tanggal 13-15 November 2005, untuk memperkuat AFP melalui kerjasama sukarela antara pemerintah, organisasi antarpemerintah, organisasi masyarakat sipil, sektor swasta serta mitra donor, yang dilandaskan rasa saling menghormati, tanggung jawab bersama, proses yang transparan, dan terbuka bagi semua pihak yang mendukung visi serta tujuan kemitraan. 165 Institusi kerjasama ini dilandaskan rasa saling menghormati dan tanggung jawab, sesuai dengan kerjasama internasional menurut Thomas Bernauer, negara akan cenderung mengubah sikapnya sesuai dengan kesepakatan yang diambil dalam institusi kerjasama dan memfokuskan masalah apa saja serta merencanakan penyelesaian masalah tersebut. Kedua, pertemuan AFP ke-6 di Yogyakarta pada tanggal 6-8 September telah disepakati bahwa dalam membantu masyarakat maupun wilayah yang rawan penebangan liar, akan mendapatkan dukungan finansial melalui FAO dan Jepang. 166 Dengan demikian hal tersebut sesuai dengan pendapat Kate O’Neill, 165 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_workplantask=view_detailagid=17 year=2005month=11day=13Itemid=323. Diakses pada 4 Juli 2013 166 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_workplantask=view_detailagid=18 year=2006month=11day=06Itemid=323. Diakses pada 4 Juli 2013 70 dalam memenuhi kewajiban perjanjian internasional, bantuan lingkungan dan transfer teknologi dapat mengembangkan kapasitas negara untuk mencapai tujuan yang telah disepakati dalam perjanjian. Dalam hal ini transfer teknologi tertera dalam The G8 Forest Experts Report on Illegal Logging , yaitu melaksanakan kerjasama untuk mengembangkan teknologi pemantauan hutan dengan penggunaan satelit gambar. Dengan demikian, dukungan Jepang dalam mendonorkan sejumlah uang untuk satelit sebesar US 720.000 dapat dimanfaatkan sesuai perjanjian proyek atau program kerjasama luar negeri antara Indonesia dan Jepang. 167 Kerjasama internasional Indonesia dan Jepang dalam skema AFP, sesuai dengan asumsi dasar green thought, bahwa untuk menjaga keselamatan lingkungan diperlukan adanya kerjasama internasional yang dilakukan oleh Indonesia dan Jepang, yaitu komunitas-komunitas lokal maupun regional, seperti, AFP forum internasional antar negara, JICA badan kerjasama internasional Jepang, ODA bantuan pembangunan Jepang yang akan diberikan pada setiap negara, sebagai penguat bangunan dasar bagi bumi serta dapat mengontrol sumber daya mereka sendiri. Diharapkan, dengan adanya kerjasama internasional antara pemerintah, masyarakat sipil, dan bisnis dapat mewujudkan pengelolaan hutan lestari di Asia dan Pasifik. Dapat disimpulkan bahwa Jepang dan Indonesia juga melakukan kerjasama internasional melalui forum AFP dan telah menghasilkan beberapa kesepakatan dalam isu deforestasi, yaitu, memberantas penebangan liar, pencegahan kebakaran 167 Data tersebut telah diolah, berdasarkan Bambang. Buku Statistik Kehutanan Indonesia tahun 2008-2011. 2012, h. 268-272 71 hutan, rehabilitasi lahan terdegradasi, memperhatikan segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Selain itu juga terdapatnya dialog dan aksi bersama untuk pengelolaan hutan yang efektif, penegakan hukum kehutanan dan pemerintahan yang lebih baik lagi, membantu masyarakat yang daerah rawan penebangan liar serta memasarkan produk legalnya. Selanjutnya, pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan sebagai upaya memerangi pembalakan liar dan ikatan perdagangannya.

C. Peran Jepang dalam Asia Forest PartnershipAFP

Kerjasama internasional Indonesia dan Jepang terhadap isu deforestasi di Indonesia periode 2008-2009 dapat terlihat dari berbagai kesepakatan antara dua negara yang merupakan hasil dari komunikasi atau dialog-dialog dalam forum AFP, tercantum dalam “The G8 Forest Expert’ Report on Illegal Logging” 168 dan “The Second Round of the International Expert Meeting on Illegal Logging” 169 sebagai berikut: 1. Pada tahun 2003 Jepang menandatangani rencana aksi bersama pengumuman dalam memberantas pembalakan liar dan perdagangan kayu liar dan produk kayu dengan Indonesia. 2. Melaksanakan kerjasama untuk mengembangkan teknologi pemantauan hutan dengan penggunaan satelit gambar. 3. Terdapatnya bantuan dana dari Jepang untuk pengadaan verifikasi legalitas kayu. 4. Diadakannya acara yang dihadiri para ahli kehutanan untuk membahas penebangan liar. 5. Memverifikasi legalitas kayu berkelanjutan untuk meningkatkan kinerja sertifikasi serta mengembangkan legalitas nasional standar yang dapat 168 http:www.mofa.go.jppolicyenvironmentforestreport0805.pdf . Diakses pada 4 Juli 2013 169 http:www.mofa.go.jppolicyenvironmentforestmeet0803-s.pdf. Diakses pada 4 Juli 2013 72 menciptakan kebijakan untuk pengadaan publik agar memilih kayu legal dan lestari. 6. Memastikan transparansi pengelolaan hutan dalam perdagangan kayu bagi negara-negara produsen pelaku ekspor maupun impor. 7. Melibatkan bea cukai untuk mengendalikan perdagangan kayu ilegal. Penelitian ini menganalisa peran Jepang dalam AFP, diawali pada tanggal 24 April tahun 2008 di Hanoi Vietnam pertemuan ke-8 dalam forum AFP, telah disepakati menanganiperdagangan kayu ilegal menjadi tanggung jawab bersama dan kepatuhan terhadap hukum kehutanan, serta pemerintah. 170 Hasil kesepakatan pertemuan ke-8 adalah The Second Round of the International Expert Meeting on Illegal Logging . 171 Yaitu, memastikan transparansi pengelolaan hutan dalam perdagangan kayu bagi negara-negara produsen pelaku ekspor maupun impor, dan melibatkan bea cukai untuk mengendalikan perdagangan kayu ilegal. Selanjutnya adalah, pertemuan ke-11 di Beijing China pada tanggal 8-9 November 2011, telah disepakati bahwa demi kepentingan bersama harus mengembangkan standar legalitas. 172 Seperti yang tertera pada The G8 Forest Experts Report on Illegal Logging dan The Second Round of the International Expert Meeting on Illegal Logging , yaitu, terdapatnya bantuan dana dari Jepang untuk pengadaan verifikasi legalitas kayu dan meningkatkan kinerja sertifikasiserta mengembangkan legalitas nasional standar. 170 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=68Itemid=9. Diakses pada 4 Juli 2013 171 http:www.mofa.go.jppolicyenvironmentforestmeet0803-s.pdf. Diakses pada 4 Juli 2013 172 http:www.asiaforests.orgindex.php?option=com_contenttask=viewid=252Itemid=1 46. Diakses pada 4 Juli 2013