Penyebab Penebangan Liar di Indonesia

33 B.2 Faktor Geografis Kalimantan Barat merupakan salah satu propinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara asing. Dilihat dari banyaknya garis perbatasan,maka hal ini merupakan salah satu faktor terjadinya praktik penebangan liar. Sebab,banyaknya patok-patok perbatasan yang dibuat telah bergeser masuk ke wilayah Indonesia atau bahkan hilang sama sekali. Misalkan, perbatasan darat dengan Malaysia yang sering hilangnya patok-patok pembatasan wilayah. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia harus berupaya menyelesaikan lintas batas Indonesia dan Malaysia dengan membuat kebijakan atau undang- undang batas wilayah negara. 79 Adapun batas-batas wilayah Kalimantan Barat, yaitu, bagian utara adalah serawak Malaysia, bagian selatan adalah Laut Jawa dan Kalimantan Tengah, bagian timur adalah Kalimantan Timur, dan terakhir bagian barat adalah Laut Natuna dan selat Karimata. 80 Adanya jalan darat antara Kalimantan dan Malaysiatelah menjadi salah satu perantara untuk menjalankan kegiatan yang ilegal.Sebab, hanya perlu menempuh sekitar enam sampai delapan jam perjalanan dari Pontianak menuju Entinkong dan terakhir sampai di Kuching, Malaysia. Hal ini dapat dilihat dalam peta berikut: 81 79 Awani Irewati. Jurnal Penelitian Politik:Sikap Indonesia dalam Menghadapi Kejahatan Lintas Negara: Illegal logging di Kalbar dan Kaltim . 2005, h. 94 80 http:www.kalbarprov.go.idprofil.php?id=9. Diakses pada 29 April 2013 81 http:www.pu.go.idpublikindprodukinfo_petainfrastrukturflashhtmlimageskabupaten kalbarkalbarrtrw.htm. Diakses pada 29 April 2013 34 GambarII.B.2.1. Peta Kalimantan Barat Sumber: Bappeda Propinsi Kalimantan Barat dan RTRWN Selain Kalimantan Barat, sebelah utara Kalimantan Timur berbatasan dengan Sabah Malaysia, bagian timur berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Selat Makasar, dan sebelah selatan berbatasan dengan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. 82 Hal ini dapat dilihat dalam peta berikut: 83 82 http:www.kaltimprov.go.idhalaman-20-kaltim-green.html. Diakses pada 29 April 2013 83 http:www.pu.go.idpublikindprodukinfo_petainfrastrukturflashhtmlimageskabupaten kaltimkaltimrtrw.htm. Diakses pada 29 April 2013 35 Gambar II.B.2.2. Peta Kalimantan Timur Sumber: Bappeda Propinsi Kalimantan Timur dan RTRWN B.3 Faktor Penegakan Hukum Permasalahan mendasar yang dihadapi bagi penegak hukum dalam memberantas penebangan liar termasuk dalam kategori kejahatan yang terorganisir adalahadanya pemeran utama intelectual actor dan pelaku materialnya. 84 Pelaku material adalah buruhpenebang kayu yang hanya dibayar dengan upah kecil. Sedangkan pemeran utama adalah pemilik modal cukong, 84 http:green.kompasiana.compenghijauan20110423problematika-penanganan-illegal- logging-di-indonesia-357287.html. Diakses pada 4 Juli 2013 36 pembeli, penjual, dan TNI atau Polri, aparat pemerintah, maupun tokoh masyarakat. 85 Kerja sama yang dilakukan secara rapi dan teratur ini telah membuat praktik penebangan liar sulit diberantas. Oleh karena itu, pemeran utama sangat susah ditangkap dan hanya pelaku biasa seperti penebang kayu, pengemudi, atau nakhoda kapal yang dapat ditangkap. 86 Minimnya hukuman bagi pelaku kejahatan kehutanan dalam praktik ini, menimbulkan suatu pemikiran bahwa tidak adanya ketidakadilan. Disatu sisi, masyarakat kecil yang mengambil sejumlah kecil hasil hutan untuk penyambung hidupnya. Disisi lain, mereka pun terlibat dalam membantu penebangan kayu dan dikenakan sanksi hukuman penjara. Sementara itu, para mafia penebangan kayu liar dan pihak-pihak lain justru mendapatkan keuntungan yang sangat besar dan mereka dibiarkan bebas dan menikmati hasil kejahatannya. 87

C. Respon Pemerintah Indonesia terhadap Penebangan Liar

Awal tahun 1970 hutan sudah mulai dimanfaatkan dan dipersiapkan untuk masa yang akan datang. Hal ini tampak dari pendapatan devisa yang besar, peningkatan pendapatan, mendorong pembangunan wilayah, dan penyerapan tenaga kerja. Sedangkan jika dilihat dari segi negatif, hutan sudah menjadi hutan yang rusak karena tingginya deforestasi atau pengrusakan hutan dengan sengaja, 85 http:regional.kompas.comread2008042921550833Kapolda.Kalbar.Pertaruhkan.Jabata n. Diakses pada 5 Juli 2013 86 http:green.kompasiana.compenghijauan20110423problematika-penanganan-illegal- logging-di-indonesia-357287.html. Diakses pada 4 Juli 2013 87 http:green.kompasiana.compenghijauan20110423problematika-penanganan-illegal- logging-di-indonesia-357287.html. Diakses pada 4 Juli 2013 37 kecilnya kawasan hutan primer, serta luasnya hutan.Disamping itu, terdapatnya ketidakstabilan perekonomian rakyat atau ketimpangan sosial ekonomiantarkelompok masyarakat maupun antarwilayah. 88 Penebangan liar sudah sangat memprihatinkan setelah berbagai upaya perlindungan dan pengamanan hutan, baik itu berupa operasi pengamanan fungsional, gabungan dan operasi khusus, serta berbagai tim koordinasi yang bekerjasama melibatkan semua instasi terkait dan keahlian, namun tetap saja pemerintah tidak dapat menanganinya. Selain itu juga adanya keterbatasan dilingkungan pemerintah menjadi faktor penghambat penanggulangan penebangan liar. Yaitu, kurangnya sarana danprasarana operasi pengamanan hutan yang diperlukan serta sedikitnya tenaga atau aparat yang mau menindaklanjuti permasalahan ini. Oleh karena itu, meningkatnya penebangan liar telah menyebabkan tingginya penyelundupan kayu ke luar negeri khususnya negara tetangga. Kegiatan liar ini telah sampai ke kawasan hutan yang seharusnya tidak boleh tersentuh manusia seperti, kawasan-kawasan konservasi dan hutan lindung taman-taman nasional Tanjung Puting dan Gunung Leuser. 89 Kerugian pun tidak dapat dihindari dan berdampak kepada semua aspek misalnya, ekonomi, sosial budaya, politik, lingkungan. Dan yang paling memberatkan adalah hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman hasil hutan di masa depan. Selain itu, kerusakan lingkungan tidak dapat 88 Nursanti.Deforestasi dan Degradasi Hutan di Indonesia. Jurnal Agronomi Vol. 12 No. 1, Januari - Juni 2008, h. 54 89 http:regional.kompas.comread200910261843103417.726.Hektar.Hutan.TNGL.Rusak. Diakses pada 5 Juli 2013 38 disembunyikan. Yang paling utama adalah berubahnya iklim, menurunnya produktivitas lahan, erosi, banjir, dan terakhir hilangnya keanekaragaman hayati. Pemerintahtelahmengusahakan untuk menangani kasus penebangan liar dengan cara operasi hutan pemberantasan penebangan liar sejak dikeluarkannya PP No. 28 tahun 1985 tentang perlindungan hutan, antara lain, operasi terpadu Wira Wanan Praja Naraja yang melibatkan unsur-unsur militer, pembentukan TKPH dan TKK, operasi bersama bea cukai, dan operasi-operasi rutin kehutanan di daerah. Akan tetapi, tetap saja operasi tersebut tidak menghentikan kegiatan penebangan liar. 90 Pemerintah hanya melihat penebangan liar sebagai permasalahan biasa. Seharusnya, pemerintah dapat lebih tegas lagi terhadap pola-pola kegiatan penebangan liar yang sering terjadi, yang didukung dengan jalur pengangkutan kayu, terdapatnya pelaku atau pemeran penebangan liar, dan terciptanya sistem jual beli. Sehingga perputaran ini dapat saling menguntungkan bagi masyarakat.

D. Kebijakan Pemerintah Indonesia terhadap Penebangan Liar di Hutan

Indonesia Dalam sidang Consultative Group on Indonesia CGI di Jakarta tanggal 1-2 Februari 2000, pemerintah Indonesia menyampaikan delapan butir komitmen menyangkut penebangan liar, salah satunya adalah, to invite cooperation and coordination of other minister to Impose strong measures against illegal logger especially those operating with in national park, and closure of illegal sawmills. 91 Strategi penanggulangan penebangan liar yang dapat dilakukan antara lain: 92 1. Komitmen nasional: Perlu dibangun suatu komitmen nasional untuk menanggulangi penebangan liar dan bentuk-bentuk perusakan sumber daya hutan lainnya.Sebab, hutan berperan sebagai sistem penyangga kehidupan serta memiliki dampak kerusakan sumber daya yang luas. 90 Boen M Purnama dan Heru Bazuki. Masalah Penebangan Liar dari Prespektif Pemerintah. 2000, h. 4 91 http:storage.jak-stik.ac.idProdukHukumkehutananlok_08-090800.pdf. Diakses pada 4 Juli 2013 92 Boen M. Purnama dan Heru Bazuki. 2000, h. 9-10 39 2. Meningkatkan keterlibatan masyarakat: Pengendalian penebangan liar perlu dilakukan dengan melibatkan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan hutan. Bukan sebagai buruh, tetapi sebagai bagian penting. 3. Penegakkan Hukum dan Penataan Kelembagaan: melakukan upaya penegakan hukum secara tegas dan konsukuen sebagai dasar pengelolaan sumber daya hutan yang menjamin terselenggaranya kelestarian fungsi dan manfaat. 4. Peningkatan Kapasitas Pengamanan Hutan: selain meningkatkan intensitas pengamanan, petugas pengaman perlu dilengkapi dengan fasilitas kerja serta insentif berupa gaji dan tunjangan asuransi. Kecanggihan teknologi dapat dijadikan saran untuk mendeteksi pencurian melalui satelit yang akan dapat membantu dalam mendeteksi kecenderungan dan perubahan yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Departemen Kehutanan telah bekerjasama dengan Mabes Tentara Nasional untuk membasmi penebangan liar pada 15 Januari 2003.Kerjasama ini diperluas untuk Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan konservasi alam PHKA dan Mabes Angkatan Laut.Yang dihasilkan dari kerjasama ini adalah keberhasilanmenangkap delapan kapal angkutan yang mengandung 26.564m 3 log. Tahun 2002 telah ditangkap lima kapal yang mengangkut 2.500 m 3 dan delapan kapal 26.564 m 3 senilai Rp63,6 miliar. 93 Berdasarkan Instruksi Presiden No. 4 tahun 2005 tentang pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya, 94 pemerintah memiliki tindakan tegas terhadap setiap orang atau badan yang melakukan penebangan liar sehingga dapat terselesaikan dengan cepat untuk memberantas penebangan kayu ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia. 93 Tunas,vol.1,No.8,Februari2003.Dikutip dalam Herman Hidayat. Politik Lingkungan:Pengelolaan Hutan Masa Orde Baru dan Reformasi . 2011, h. 190 94 Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 4 Tahun 2005. Tentang pemberantasan penebangan kayu secara ilegal di kawasan hutan dan peredarannya di seluruh wilayah Republik Indonesia.