PENUTUP Perilaku pencarian informasi anggota DPR RI dari kalangan artis dalam memenuhi kebutuhan informasi

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ribuan, jutaan bahkan lebih dari itu berbagai informasi dalam format laporan, makalah, artikel majalah, buku dan lain-lainnya sudah ada di perpustakaan, pusat arsip, dokumentasi dan informasi serta internet. Berbagai info rmasi itu “siap” untuk didayagunakan use dalam memberikan jasa atau layanan bagi pemakai atau pengguna user. Informasi tersebut ada yang tersedia secara cuma-cuma maupun harus dibeli. Terjadinya banjir atau ledakan informasi menyebabkan pemakai informasi kesulitan dan kadang dibuat bingung oleh penyedia jasa atau pekerja informasi dalam memilih dan mendapatkan informasi ataupun jasa layanan yang sesuai dengan kebutuhannya. Tidak jarang informasi yang didapatkannya itu hanya sampah dari belantaranya hutan atau banjir informasi. Biasanya pemakai menuntut layanan informasi “siap pakai” yang cepat, tepat, mudah dan murah serta sederhana. Sutarno Ns. mengatakan layanan yang baik adalah yang bisa memenuhi kebutuhan pemakai. Salah satu konsep layanannya adalah mekanismenya cepat, tepat, mudah, murah, sederhana dan berorientasi kepada pemakai. ... Secara singkat adalah menyusun mekanisme tentang bagaimana cara agar pemakai memperoleh apa yg mereka butuhkan. 1 1 Sutarno NS., Mengenal Perpustakaan. Cet. 1. Jakarta: Jala Permata, 2006, h. 34. Layanan perpustakaan atau pusat informasi pada era teknologi informasi, didominasi oleh media internet. Meskipun demikian, penulis peneliti yakin bahwa masih perlu pemakai menyempatkan diri berkunjung secara fisik ke perpustakaan atau pusat informasi. Walaupun hanya untuk sekedar bertanya, mendapatkan referensibuku, kebutuhan informasi; pendidikan education; hiburan entertainment dan lainnya. Kepuasan pemakai pusat informasi dapat dijadikan ”barometer” keberhasilan suatu pusat informasi. Sehingga pemakai menjadi bagian yang tak terpisahkan dari suatu sistem informasi. Para ahli informasi berpendapat bahwa pemakai secara tidak langsung adalah tujuan dari sistem informasi. Salah satunya Fleming sebagaimana di kutip Ferdi Hidayat secara tegas mengatakan bahwa pengguna pemakai adalah mereka yang menerima manfaat utama dari suatu sistem informasi yang diciptakan. Suatu pusat informasi dibentuk dengan tujuan utama untuk memberikan layanan atas kebutuhan informasi penggunanya. Oleh karena itulah pemahaman mengenai pengguna sangat diperlukan dalam kaitannya dengan proses interaksi yang terjadi di pusat informasi. 2 Dalam kondisi ini Pustakawan, Arsiparis, Dokumentalis dan PengkajiPeneliti serta ahli informasi lainnya, atau disebut juga pekerja informasi perlu memiliki pengetahuan yang cukup memadai dan dapat saling bekerjasama. Mereka itu sebaiknya memiliki dan memenuhi sejumlah persyaratan dasar, umum dan khusus, antara lain: latar belakang pendidikan, pengalaman, wawasan, kemampuan, 2 Ferdi Hidayat, “Karakter Pengguna Perpustakaan,” artikel diakses pada 29 Desember 2010 dari http:www.fedri-hidayat.co.cc200912karakter-pengguna-perpustakaan.html keterampilan, kompetensi, dan semangat bekerja atau berusaha, serta mampu bersaing atau berkompetensi secara sehat. Agar mampu memberikan layanan prima kepada pemakai. 3 Dalam berinteraksi dan bersinergi dengan pemakai, pekerja informasi perlu mempelajari seluk beluk perilaku pemakainya sebagai wujud dari proses informasi dan sistem informasi. Diharapkan pekerja informasi mengerti perilaku pencarian informasi guna memberikan layanan proses informasi dan sistem informasi yang lebih baik. Sebagaimana pernyataan Chun Wei Choo berikut ini 4 . “People actively construct the meaning of information through their thoughts, action, and feelings. Since individuals typically use information to solve a problem, perform a task, or increase understanding, the social setting in which the information is encountered determines it’s value and salience. … a fuller understanding of information seeking as social behavior helps us to design better information processes and information systems.” Agar pekerja informasi berhasil menganalisis perilaku informasi mulai dari kebutuhan, pencarian dan penggunaan informasi. Sehingga perlu dipikirkan sebelumnya: siapa pemakai yang dilayaninya dan apa-apa saja yang menjadi kebutuhan mereka, dan bagaimana pencarian informasinya serta kapan saatnya informasi itu dibutuhkan? Pustakawan harus dapat mengidentifikasi kebutuhan, keinginan serta cara pemenuhan kebutuhan pemakai, meliputi: jenis-jenis informasi apa yang dibutuhkan, untuk siapa informasi itu disediakan, kapan informasi itu disampaikan, di mana informasi itu didapatkan dan bagaimana cara informasi itu diperoleh atau disajikan. Artinya pekerja informasi harus berpikir dari sudut pandang pemakai, 3 Sutarno NS., Mengenal Perpustakaan, Cet. 1. Jakarta: Jala Permata, 2006, h. 40-42. 4 Choo, Chun Wei. et. all. Web Work: Information Seeking and Knowledge Work on the World Wide Web London: Kluwer Academic Publisher, 2000, h. 3. sehingga memahami apa yang diharapkan pengguna darinya. Ketika pemakai datang ke pusat informasi, mereka berharap pekerja informasi akan mengambil alih tanggung jawab pemenuhan harapannya. Sebagai contoh: ketika seorang pemakai datang untuk mencari informasi “X”, tentu dia menginginkan informasi “X” itu bisa cepat disajikan, mudah memperolehnya, gratis mendapatkannya, sederhana pengunaan dan birokrasinya serta dalam berbagai format pilihan lengkap penyajian informasinya. Sehingga informasi yang diinginkannya benar-benar sesuai harapan pemakai. Pemakai tidak perlu mengetahui bagaimana informasi itu dapat tersedia dalam cara dan bentuk yang diinginkan disediakan, tetapi pemakai biasanya hanya perlu mengetahui bagaimana memperolehnya. Selebihnya pekerja informasilah yang harus berupaya dalam penyediaan informasi. Namun, hal itu berbeda dengan yang terjadi di DPR RI khususnya P3DI. Menurut penulis ada keunikan tersendiri dalam penyediaan informasi yang disajikan oleh pekerja informasi di P3DI. Di Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan informasi P3DI ada bagian tersendiri apabila anggota dewan membutuhkan informasi, maka hal itu bisa ditangani oleh ahli teknologi informasi, pustakawan, arsiparis dan dokumentalis serta pengkaji “subject spesialist” beberapa bidang pokok legislator, seperti; politik dalam negeri, hukum, hubungan international, ekonomi dan kesejahteraan sosial. Tentunya hal ini sudah dipikirkandisesuaikan dengan komisi-komisi yang ada di parlemen. Anggota dewan sebagai “legislator” memiliki tanggung jawab yang cukup besar dalam membuat suatu undang-undang yang harus dijalankan oleh seluruh rakyat Indonesia. Sehingga informasi yang dibutuhkan tentunya bukan informasi yang sembarang; yang hanya mewakili satu pihak, tapi seharusnya mewakili semua