Aktivitas Pencarian Informasi Perilaku Informasi
kemudahan perolehannya, keakraban dengan sumber informasi karena sering menggunakan, kualitas tekniknya, relevansi, kedalaman, kemudahan digunakan
dan biaya untuk memperolehnya. Berdasarkan efektifitas, efisiensi dan daya guna dari bermacam-macam sumber informasi, pengalaman pribadi dianggap paling
efektif, sedangkan pustakawan dan spesialis informasi menempati urutan paling bawah.
53
Proses pencarian informasi menurut Kuhlthau diuraikan dalam enam tahap, yaitu mulai dari inisiasi, seleksi, eksplorasi, formulasi, koleksi, hingga
presentasi. Tahap inisiasi adalah saat individu menyadari adanya kebutuhan informasi dan muncul keinginan untuk memenuhinya, saat itulah proses pencarian
informasi dimulai. Secara lebih ringkas dan rinci, proses pencarian yang dilihat dari sudut
pandang kognisi pencari informasi dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 2. INFORMATION SEARCH PROCESS Proses Pencarian Informasi Tahap-tahap
dalam ISP Perasaan yang
muncul dalam suatu tahap
Pola pikir yang muncul pada
setiap tahap Tindakan yang
biasanya dilaku- kan setiap tahap
1. inisiasi Ketidakpastian
umum samar- samar
mencari informasi latar belakang
2. seleksi Optimism
penuh pertimbangan
berdiskusi, memulai seleksi
53
Thomas E. Pinneli, “A study in information seeking and use behaviors of resident student and non
resident student in Indonesia tertiary education ,” Disertasi S3 the School of Education at Syracuse
University, 1990.
3. eksplorasi kebingungan
frustasi ---
mencari informasi yang relevan
4. formulasi Kejelasan
lebih sempit lebih jelas
--- 5. koleksi
pengumpulan Keyakinan
peningkatan rasa tertarik
mencari informasi lebih terfokus
6. presentasi lega, puas, atau
kecewa lebih jelas, lebih
terfokus ---
Sumber: Kuhlthau “Inside the search process: information seeking from the user’s perspective” dalam Journal of the American Society for Information Science JASIS
42 4 1991, halaman 367. Tabel kolom terakhir dari aslinya tidak dimasukkan karena tabel tersebut berisi tugas-tugas yang diberikan oleh Kuhltau terhadap responden
penelitiannya.
Dalam penelitian lainnya Palmer, penelitian tersebut berhasil merumuskan enam model kelompok dari si pencari informasi
54
. Secara lebih terperinci pengelompokkan tersebut diuraikan sebagai berikut:
a. Kelompok information overlord. “beroperasi” pada sistem secara intensif
dan terkendali serta berusaha menghubungi sejumlah besar sumber informasi, mencari informasi secara aktif, dan menerima informasi dari
berbagai sumber. b.
Kelompok information entrepreneur, adalah kelompok yang kurang menunjukkan kepercayaan terhadap sumber-sumber formal, meskipun
juga berhubungan dengan sistem secara ekstensif, namun kelompok ini kurang terkendali bila dibandingkan dengan kelompok information
overlord.
54
Judith Palmer, “Scientist and information: I using cluster analysis to identify information style,”
The journal of Documentation, no. 47. Februari 1991: h. 105-129.
c. Kelompok lain adalah kelompok information hunter, yang dalam
aktivitasnya menentukan sasaran pencarian lebih sempit, sekaligus merupakan pemburu yang aktif. Pola perilaku pencarian informasi dari
kelompok ini dapat dideteksi dengan mudah. d.
Kelompok information pragmatist, merupakan kelompok pengkonsumsi informasi yang serba tidak teratur; karena sangat tergantung pada
kesempatan yang ada. Kelompok ini tidak memperdulikan pengendalian sehingga pola perilaku pencarian informasi yang dilakukan tidak
beraturan. e.
Kelompok information plodder, jarang mencari informasi dari sumber- sumber formal, tetapi mengandalkan pada pengetahuan dan sumber
informasi yang dimilikinya. Mereka tidak pernah memperdulikan sumber informasi yang tersedia serta jarang mencari informasi, sehingga tidak
pernah ada pengendalian. f.
Kelompok information derelict, dalam aktivitasnya kelompok ini tidak menelusuri satu pun sistem dan tidak menggunakan atau membutuhkan
informasi.
Savolainen menjelaskan bahwa ada empat tipe dari Kontrol seseorang terhadap hidupnya dan implikasinya dalam hal perilaku pencarian informasi.
a. Kontrol hidup yang optimis-kognitif optimistic-cognitive mastery of life
dikarakteristikan dengan kepercayaan yang kuat akan hasil yang positif terhadap pemecahan masalah. Seseorang percaya bahwa hampir semua
masalah dapat dipecahkan dengan memfokuskan kepada analisis mendetil, yang dihasilkan dalam seleksi instrument-instrumen yang paling efektif
yang memberikan kontribusi pada pemecahan masalah secara optimal. Karena masalah-masalah dipikirkan secara kognitif, maka pencarian
sistematis dari sumber dan saluran yang berbeda adalah hal penting. b.
Kontrol hidup yang pesimis-kognitif pessimistic-cognitive mastery of life dikarakteristikan berbeda dari hal yang di atas, bahwa pemecahan masalah
diletakkan dalam cara yang kurang ambisius. Mereka menerima bahwa semua masalah mungkin tidak dipecahkan secara optimal. Walaupun
demikian seseorang yang menganut hal ini sama sistematisnya dalam memecahkan masalah dan dalam pencarian informasi.
c. Kontrol hidup yang defensive-afektif Defensive-affective mastery of life
adalah pandangan yang didasarkan pada sikap optimistis dalam pemecahan suatu masalah; dalam pemecahan masalah dan pencarian
masalah faktor afektif mendominasi.
d. Kontrol hidup yang pesimis afektif Pessimistic-affective mastery of life
seseorang tidak bergantung pada kemampuannya dalam memecahkan masalah sehari-harinya, tetapi mengadopsi strategi dalam menghindari
usaha sistematis untuk mengimprovisasi situasinya. Pencarian informasi yang sistematis tidak memainkan peran yang penting karena reaksi
emosional dan pandangan yang sempit mendominasi perilaku pemecahan masalah.
Model yang dikemukakan oleh Ellis
55
berikut ini: 1 memulai pencarian starting. Tahap awal merupakan tahap di mana individu memulai pencarian
informasi; 2 menghubungkan chaining. Individu memformulasikan kebutuhan informasi dengan pemikiran-pemikiran dan pengalaman yang dimiliki; 3
penelusuran semi terarah browsing.