Kajian Eksperimental Karakteristik Material Akustik Dari Campuran Serat Batang Kelapa Sawit Dan Polyurethane Dengan Metode Impedance Tube

(1)

KAJIAN EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK MATERIAL

AKUSTIK DARI CAMPURAN SERAT BATANG KELAPA

SAWIT DAN

POLYURETHANE

DENGAN METODE

IMPEDANCE TUBE

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

RAJA NAPOSO HARAHAP NIM. 050401033

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

KAJIAN EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK MATERIAL

AKUSTIK DARI CAMPURAN SERAT BATANG KELAPA

SAWIT DAN

POLYURETHANE

DENGAN METODE

IMPEDANCE TUBE

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

RAJA NAPOSO HARAHAP NIM. 050401033

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

KAJIAN EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK MATERIAL

AKUSTIK DARI CAMPURAN SERAT BATANG KELAPA

SAWIT DAN

POLYURETHANE

DENGAN METODE

IMPEDANCE TUBE

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

RAJA NAPOSO HARAHAP NIM. 050401033

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

KAJIAN EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK MATERIAL

AKUSTIK DARI CAMPURAN SERAT BATANG KELAPA

SAWIT DAN

POLYURETHANE

DENGAN METODE

IMPEDANCE TUBE

RAJA NAPOSO HARAHAP

NIM. 05 0401 033

Telah Diketahui Oleh: Pembimbing/Penguji

Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri NIP.196412241992111001

Penguji I Penguji I

Ir. Tugiman, MT Ir. Zamanhuri, MT

NIP.195704121985031004 NIP. 19451105197106100

Diketahui Oleh,

Ketua Depertemen Teknik Mesin Dr.-Ing.Ir.Ikhwansyah Isranuri


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang pantas terucap selain ucapan puji dan syukur kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya hingga akhir zaman.

Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknik (ST) Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Skripsi ini adalah KAJIAN EKPERIMENTAL KARAKTERISTIK MATERIAL AKUSTIK DARI CAMPURAN SERAT BATANG KELAPA SAWIT DAN POLYURETHANEDENGAN METODEIMPEDANCE TUBE .

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan yang diberikan oleh berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan serta ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Alm. Ayahanda tersayang, terima kasih atas nasehat dan dorongan yang ayahanda berikan untuk terus belajar sampai kapan itu dan mama tercinta terima kasih ananda haturkan atas segala nasehat, dorongan, cinta dan kasih sayang serta do anya yang telah mama berikan selama saya belajar dan menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Dr-Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan arahan, diskusi, bimbingan, nasehat, dan pelajaran berharga selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr.-Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Tulus Burhanuddin, ST.MT. selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin.

4. Bapak Ir. Tugiman, MT dan Ibu Ir. Farida Ariani, MT yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan, arahan, dan bimbingan selama proses belajar dalam menyelesaikan skripsi ini.


(12)

5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bekal pengetahuan kepada penulis hingga akhir studi dan seluruh pegawai administrasi di Departemen Teknik Mesin.

6. Seluruh Asisten Laboratorium pada Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberi bekal selama praktikum berlangsung.

7. Rekan-rekan satu tim riset dalam Skripsi ini, pak Suhardiman, Awi, dan Mirza yang telah banyak membantu dan bahu-membahu dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Adik-adikku tercinta yang selalu memberikan dukungannya yang membuat abanganda tetap bersemangat.

9. Teman-teman mahasiswa Teknik Mesin USU khususnya Gunawan, Balko, Ilham, dan Zulfirman serta stambuk 2005 Solidarity Forever yang senantiasa membantu, memotivasi dan masukan guna penyelesaian Skripsi ini.

Akhir kata semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi bahan literatur bagi rekan - rekan mahasiswa yang ingin melakukan penelitian Skripsi yang ada kaitannya dengan Skripsi penulis.

Medan, 24 Mei 2010

Raja Naposo Harahap NIM.05 04 01 033


(13)

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR NOTASI viii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 4

1.3 Batasan Masalah 5

1.4 Metodologi 6

1.5 Sistematika Penulisan 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8

2.1 TEORI GELOMBANG DAN BUNYI 8

2.1.1 Pengertian Gelombang 8

2.1.2 Pengertian Bunyi 10

2.1.3 Sifat-Sifat Bunyi 13

2.1.3.a Asal dan Perambatan Bunyi 13

2.1.3.b Frekuensi Bunyi 13

2.1.3.c Cepat Rambat Bunyi 15

2.1.3.d Panjang Gelombang 17

2.1.3.e Intensitas Bunyi 17

2.1.3.f Kecepatan Partikel 18

2.1.3.g Titinada 19

2.1.3.h Warna Nada 19

2.1.3.i Kekerasan Bunyi 19


(14)

2.1.5 Tingkatan Intensitas Bunyi 22

2.1.6 Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi 23

2.1.7 Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat

Intensitas dan Tingkat Tekanan Bunyi 24

2.1.8 Telinga Manusia dan Pendengaran 25

2.2 MATERIAL AKUSTIK 27

2.2.1. Gejala Penyerapan Suara Dalam Material 30

2.3 MATERIAL KOMPOSIT 31

2.3.1 Jenis-Jenis Material Komposit 32

2.3.2 Kelebihan Bahan Komposit 34

2.3.3 Kelapa Sawit 34

2.3.4 Polyurethane 35

2.4 KOEFISIEN SERAP BUNYI 37

2.5 TRANSMISSION LOSS 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 54

3.1 TEMPAT DAN WAKTU 54

3.2 PEMBUATAN SPESIMEN 55

3.2.1 Peralatan dan Bahan Spesimen 55

3.2.2 Pembuatan Spesimen 56

3.3 PENGUJIAN KOEFISIEN SERAPAN BUNYI 62

3.3.1 Set Up Peralatan Pengujian Koefisien Absorbsi 62 3.3.2 Teknik Pengukuran dan Analisa Data Pengujian

Koefisien Absorbsi 68

3.4 PENGUJIANTRANSMISSION LOSS 69

3.4.1 Set Up Peralatan PengujianTransmission Loss 69 3.4.2 Teknik Pengukuran dan Analisa Data Pengujian

Transmission Loss 76


(15)

BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN 78

4.1 DATA PENGUJIAN KOEFISIEN ABSORBSI 78

4.1.1 Specimen Dengan Tebal 20 mm 79

4.1.2 Specimen Dengan Tebal 30 mm 82

4.1.3 Specimen Dengan Tebal 40 mm 84

4.1.4 Specimen Dengan Tebal 50 mm 86

4.2 ANALISA DATA PENGUJIAN KOEFISIEN ABSORSI 88

4.2.1 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 20 mm 88 4.2.2 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 30 mm 94 4.2.3 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 40 mm 95 4.2.4 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 50 mm 97

4.3 DATA PENGUJIANTRANSMISSION LOSS 102

4.4 ANALISA DATA PENGUJIANTRANSMISSION LOSS 104

4.4.1 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 20 mm 104 4.4.2 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 30 mm 107 4.4.3 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 40 mm 109 4.4.4 Analisa Data Pengujian untuk Tebal Spesimen 50 mm 111

4.5 VALIDITAS HASIL DENGAN PEMBANDING 115

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 118

5.1 Kesimpulan 118

5.2 Saran 121

DAFTAR PUSTAKA 122


(16)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR NAMA GAMBAR HAL

Gambar 1.1 Hamparan Batang Kelapa Sawit yang belum dimanfaatkan 2

Gambar 2.1a Gelombang Transversal 9

Gambar 2.1b Gelombang Longitudinal 9

Gambar 2.2 Rambatan Gelombang bunyi dari medium kurang rapat

ke medium yang lebih rapat 11

Gambar 2.3 Rambatan Gelombang bunyi dari medium lebih rapat

ke medium yang kurang rapat 11

Gambar 2.4 Radiasi Bunyi dari Bel 12

Gambar 2.5 Dua implus tunggal yang memiliki ketinggian (magnitude) atau

Amplitudo berbeda menjauh dari sumber bunyi 12

Gambar 2.6 Gelombang Sinusoida dengan beberapa macam frekuensi 14 Gambar 2.7 Hubungan antara daya bunyi dan intensitas pada bidang

gelombang berbentuk bola 23

Gambar 2.8 Anatomi Telinga Manusia 25

Gambar 2.9 Kontur Kekerasan Sama 26

Gambar 2.10 Sabine Absorptivities of Common Constructional Materials 29 Gambar 2.11 Absorption Properties of Acoustic Materials 30 Gambar 2.12 Ilustrasi Penyerapan Energi Suara oleh Bahan Akustik 31 Gambar 2.13 Ikatan Uretan dan Reaksi PembentukanPolyurethane 36 Gambar 2.14 Penggunaan Material Akustik pada Jalur Rambatan

pada Dinding Ruang Mesin 38

Gambar 2.15 Penggunaan Material Akustik untuk meredam Kebisingan

pada Mesin Pendingin 39

Gambar 2.16 Pemantulan dan Penyerapan Bunyi dari Media Akustik 40

Gambar 2.17 Tabung Impedansi (resonator) 42


(17)

Gambar 2.19 DiskripsiReflection,Sound Absorbtion, danTransmission Loss 48 Gambar 2.20 Proses Terjadinya Transmission Loss pada Material Akustik 49 Gambar 2.21 Sound Transmission Loss Measurement System 50 Gambar 2.22 Penentuan NilaiSound Transmission Class(STC)

dengan Kurva TL Tertentu 51

Gambar 3.1 Penampang Permukaan dan Inti Batang Kelapa Sawit 57 Gambar 3.2 Pemotongan Serat Batang kelapa sawit dengan Panjang 5 mm 57

Gambar 3.3a Pemotongan Cetakan 58

Gambar 3.3b Cetakan yang telah jadi dan telah dilapisi Isolasi Bening 58 Gambar 3.4a Penimbangan Serat Sawit yang telah dipotong 58

Gambar 3.4b Mengukur BanyaknyaPolyurethane 58

Gambar 3.5a Polyurethane 59

Gambar 3.5b PencampuranPolyurethanedengan Serat Sawit 59 Gambar 3.6a Memasukkan campuran poliuretan dengan sawit ke dalam Cetakan 59

Gambar 3.6b Pengepresan pada Permukaan Material 59

Gambar 3.7a Spesimen yang telah dibuka 60

Gambar 3.7b Pengukuran spesimen 60

Gambar 3.7c Specimen yang telah jadi 60

Gambar 3.8 Skematik untuk Pembuatan Spesimen 61

Gambar 3.9 Skema Alat Uji Koefisien Absorbsi 63

Gambar 3.10 Set Up Peralatan Pengujian Koefisien absorbsi 63 Gambar 3.11 Impedance Tubemengacu standar ASTM C-384 64 Gambar 3.12 Bentuk gelombang sebelum diletakkan Spesimen 66

Gambar 3.13 Gambar untuk Mendapatkan A1 dan A2 67

Gambar 3.14 Skematik Alat UjiTransmission Loss 69

Gambar 3.15 Set Up Peralatan PengujianTransmission Loss 70 Gambar 3.16 Sistem Pengukuran pada PengujianTransmission LossMengacu

standar ASTM E-1050 71


(18)

Gambar 3.18 Data decibelSound Level Metersebelum diletakkan spesimen 73 Gambar 3.19 Posisi SLM diletakkan pada lubang Ruang Penerima Bunyi 74 Gambar 3.20 Grafik kontur STC untuk penentuan nilai STC-nya 75

Gambar 3.21 Diagram Alir Pelaksanaan Riset 77

Gambar 4.1a Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 250 Hz Tebal 20 mm 79 Gambar 4.1b Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 500 Hz Tebal 20 mm 79 Gambar 4.1c Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 750 Hz Tebal 20 mm 79 Gambar 4.1d Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1000 Hz Tebal 20 mm 79 Gambar 4.1e Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1500 Hz Tebal 20 mm 80 Gambar 4.1f Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 2000 Hz Tebal 20 mm 80 Gambar 4.2 Gambar Bentuk Gelombang Bunyi 250 Hz denganbase line

untuk mencari A1 dan A2 81

Gambar 4.3a Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 250 Hz Tebal 30 mm 82 Gambar 4.3b Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 500 Hz Tebal 30 mm 82 Gambar 4.3c Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 750 Hz Tebal 30 mm 82 Gambar 4.3d Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1000 Hz Tebal 30 mm 82 Gambar 4.3e Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1500 Hz Tebal 30 mm 83 Gambar 4.3f Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 2000 Hz Tebal 30 mm 83 Gambar 4.4a Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 250 Hz Tebal 40 mm 84 Gambar 4.4b Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 500 Hz Tebal 40 mm 84 Gambar 4.4c Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 750 Hz Tebal 40 mm 84 Gambar 4.4d Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1000 Hz Tebal 40 mm 84 Gambar 4.4e Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1500 Hz Tebal 40 mm 85 Gambar 4.4f Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 2000 Hz Tebal 40 mm 85 Gambar 4.5a Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 250 Hz Tebal 50 mm 86 Gambar 4.5b Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 500 Hz Tebal 50 mm 86 Gambar 4.5c Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 750 Hz Tebal 50 mm 86 Gambar 4.5d Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1000 Hz Tebal 50 mm 86 Gambar 4.5e Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 1500 Hz Tebal 50 mm 87


(19)

Gambar 4.5f Bentuk Gelombang Bunyi Frekuensi 2000 Hz Tebal 50 mm 87 Gambar 4.6 Grafik Frekuensi Vs Koefesien Aborbsi dengan ketebalan 20 mm 93 Gambar 4.7 Grafik Frekuensi Vs Koefesien Absorbsi dengan tebal 30 mm 95 Gambar 4.8 Grafik Frekuensi Vs Koefesien Absorbsi dengan tebal 40 mm 97 Gambar 4.9 Grafik Frekuensi Vs Koefesien Absorbsi dengan tebal 50 mm 99

Gambar 4.10 Grafik Koefesien Reduksi Bunyi (NRC) 101

Gambar 4.11 Grafik koefisien Absorbsi untuk seluruh Ketebalan Spesimen 101 Gambar 4.12 GrafikTransmission Lossdengan Tebal Spesimen 20 mm 106 Gambar 4.13 Grafik untuk menentukan nilai STC pada Tebal 20 mm 107 Gambar 4.14 GrafikTransmission Lossdengan Tebal Spesimen 30 mm 108 Gambar 4.15 Grafik untuk menentukan nilai STC pada Tebal 30 mm 109 Gambar 4.16 GrafikTransmission Lossdengan Tebal Spesimen 40 mm 110 Gambar 4.17 Grafik untuk menentukan nilai STC pada Tebal 40 mm 111 Gambar 4.18 GrafikTransmission Lossdengan Tebal Spesimen 50 mm 112 Gambar 4.19 Grafik untuk menentukan nilai STC pada Tebal 50 mm 113 Gambar 4.20 GrafikTransmission Lossuntuk Seluruh Tebal Spesimen 114


(20)

DAFTAR TABEL

TABEL NAMA TABEL HAL

Tabel 2.1 Jarak Rentang Frekuensi yang ditransmisikan dan diterima

oleh Sumber dan Penerima Bunyi 14

Tabel 2.2 Cepat Rambat Bunyi pada Berbagai Material 16

Tabel 2.3 Skala Intensitas Kebisingan 18

Tabel 2.4 Skala Koreksi Pembobotan -A 22

Tabel 2.5 Koefisien penyerapan Bunyi dari Material akustik 38 Tabel 2.6 Koefisien Serapan Bunyi dari beberapa Material Akustik 47 Tabel 2.7 NilaiTransmission Lossdan STC dari Material Akustik 52 Tabel 2.8 Nilai STC dari berbagai Material Akustik 53 Tabel 3.1 Bahan yang digunakan dalam Pembuatan Spesimen 55 Tabel 3.2 Peralatan yang digunakan dalam Pembuatan Spesimen 56 Tabel 3.3 Karakteristik Sifat Fisik dan Mekanis Batang Kelapa Sawit 56

Tabel 3.4 Data Spesimen Uji 60

Tabel 3.5 Peralatan Pengujian Koefisien Absorbsi 65

Tabel 3.6 Data Pengamatan Koefisien Absorbsi 68

Tabel 3.7 Peralatan PengujianTransmission Loss 72

Tabel 3.8 Data PengujianTransmission Loss 74

Tabel 3.9 Data PengamatanTransmission Loss 76

Tabel 4.1 Data untuk Tebal Spesimen 20 mm 81

Tabel 4.2 Data untuk Tebal Spesimen 30 mm 83

Tabel 4.3 Data untuk Tebal Spesimen 40 mm 85

Tabel 4.4 Data untuk Tebal Spesimen 50 mm 87

Tabel 4.5 Koefesien Absorbsi,Reflectiondan Impedansi untuk tebal 20 mm 92 Tabel 4.6 Tabel Koefisien Absorbsi untuk Tebal Spesimen 30 mm 94 Tabel 4.7 Nilai Impedansi pada Ketebalan Spesimen 30 mm 94 Tabel 4.8 Koefesien Absorbsi,Reflection, impedansi dan NRC

untuk Tebal Spesimen 30 mm 94


(21)

Tabel 4.10 Nilai Impedansi pada Ketebalan Spesimen 40 mm 96 Tabel 4.11 Koefesien Absorbsi,Reflection, impedansi dan NRC

untuk Tebal Spesimen 40 mm 96

Tabel 4.12 Koefisien Absorbsi untuk Tebal Spesimen 50 mm 97 Tabel 4.13 Nilai Impedansi akustik pada Ketebalan Spesimen 50 mm 98 Tabel 4.14 Koefesien Absorbsi,Reflection, impedansi dan NRC

untuk Tebal Spesimen 50 mm 98

Tabel 4.15 Tabel Rekapitulasi Hasil Data Analisa 100 Tabel 4.16 Data Hasil PengujianTransmission Loss 103 Tabel 4.17 NilaiTransmission Lossuntuk Tebal Spesimen 30 mm 107 Tabel 4.18 NilaiTransmission Lossuntuk Tebal Spesimen 40 mm 109 Tabel 4.19 NilaiTransmission Lossuntuk Tebal Spesimen 50 mm 111 Tabel 4.20 Nilai RekaputulasiTransmission LossHasil Data Analisa 113 Tabel 4.21 Tabel Koefesien AbsorbsiPolyurethaneMurni 115 Tabel 4.22 Koefisien AbsorbsiPolyurethanedengan Serat Batang Sawit

Dengan Tebal 50 mm 116

Tabel 4.23 Data Transmission LossPolyurethaneMurni Tebal 50 mm 117 Tabel 4.24 Tabel TL Eksperimen dengan Data TL Pembanding 117


(22)

DAFTAR NOTASI

SIMBOL ARTI SATUAN

f Frekuensi Hz

T Waktu/Periode det

c Cepat Rambat Bunyi m/det

Rasio Panas Spesifik Udara

-Pa Tekanan Atmosfir Pa

Massa Jenis Bahan (Kerapatan) Kg/m3

T Suhu K

Modulus elastisitas (Young s Modulus) MPa

K Modulus Bulk N/m2

Panjang Gelombang Bunyi mm

I Intensitas Bunyi W/m2

W Daya Akustik Watt

A Luas Penampang mm2

V Kecepatan Partikel m/det

P Tekanan Pa

Tegangan Pa

Tekanan Bunyi Pa

Tekanan Bunyi Ditransmisikan Pa

Tekanan bunyi dipantulkan Pa

Amplitudo tekanan bunyi N/m2

t Waktu det

k1,k2 Bilangan Gelombang pada Media 1 dan Media 2

-Lp Tingkat Tekanan Bunyi dB

pref Tekanan Bunyi Referensi N/m2

p(t) Tekanan Bunyi Ditransmisikan Pa

Iref Intensitas Referensi W/m2

Ws Total Daya bunyi Watts

Is(r) Maksimum Intensitas Bunyi pada Jarak Radius (r) W/m2

r Jarak dari Titik Tengah Akustik Sumber Bunyi ke

Permukaan Imajinersphere m


(23)

Wo Daya Bunyi Referensi 10 Watts

Wa Daya Suara Diserap Watts

Wi Daya Suara yang Tiba pada Permukaan Bahan Watts

Koefisien Serap Bunyi Sabin

R Koefisien Pantul Bunyi Sabin

Z Impedansi rayls

d Diameter dalam Tabung cm

fh Frekuensi Tertinggi Pengukuran Hz

c Cepat Rambat Bunyi di Udara Bebas m/det

r Jari-jari cm

Tr Waktu Dengung det

A Total Absorbsi dalam Ruang sabin.m2

NR Noise Reduction (reduksi bunyi) dB

L1 Tingkat Tekanan Bunyi dalam Ruang Sumber Bunyi dB

L2 Tingkat Tekanan Bunyi dalam Ruang Penerima Bunyi dB

TL Transmission Loss dB

S Luas Permukaan Partisi atau material m2

A2 Penyerapan Total sabin.m2

M Massa Kg

k Konstanta

-Akar Tekanan Bunyi Rata rata Pa

Ed Energi bunyi datang dB

A1 Tinggi Gelombang Berdiri Maksimum Skala mm


(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi selain membawa dampak positif dalam kehidupan manusia juga banyak menimbulkan dampak negatif yang merugikan manusia seperti di antaranya polusi suara yang berupa bising atau noise. Smith & Jones (1992) menyatakan bahwa kebisingan didefinisikan sebagai bunyi-bunyian yang tidak dikehendaki telinga manusia dan mempunyai intensitas dan kekerapan yang tidak teratur. Dalam Smith & Jones (1992), King (1947) menyatakan bahwa pada suatu lingkungan tertentu, kebisingan dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya kecelakaan. Selain itu kebisingan juga dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, menimbulkan kesalahan komunikasi, dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya kematian. Salah satu cara untuk mencegah perambatan/radiasi kebisingan pada komponen/struktur mesin, ruangan/bangunan serta dalam konteks K3 kebisingan industri, ialah dengan penggunaan material komposit alami (material akustik) yang bersifat menyerap atau meredam bunyi sehingga bising yang terjadi dapat direduksi.

Material komposit alami (indigenous materials) seperti serat batang kelapa sawit (oil palm frond fiber), sekam padi (rice husk), serabut kelapa (coconut fiber), eceng gondok (eichhornia crassipes), dan serat nenas mempunyai potensi komersial yang sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai material pengganti komposit serat kaca (glass fiber). Hal ini dikarenakan harga yang relatif rendah, proses yang sederhana dan juga jumlahnya yang melimpah di sekitar lingkungan kita [18].

Pada penelitian ini akan digunakan material serat alam yaitu serat batang kelapa sawit dengan campuran resinpolyurethanesebagai panel absorber.Saat ini dunia mendapatkan tantangan besar dalam mengolah limbah pohon kelapa sawit yang sudah tidak produktif. Indonesia, khususnya Sumatera Utara, memiliki banyak lahan perkebunan kelapa sawit. Laju perkembangan tanaman kelapa sawit di Indonesia, khususnya Sumatera Utara, telah mengalami kemajuan yang pesat dalam beberapa tahun ini. Dari data Statistik Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia


(25)

tahun 2009 disebutkan bahwa luas area perkebunan kelapa sawit untuk seluruh daerah di Indonesia mencapai7.125.331 Juta Hadan di Sumatera Utara mencapai 636.242 Ha dengan kerapatan 130 143 pohon per hektar. Hamparan tanaman kelapa sawit tersebut dapat dilihat pada gambar 1.1 berikut.

Gambar 1.1. Hamparan batang pohon kelapa sawit di Sumatra Utara

Sebuah tanaman kelapa sawit memiliki umur ekonomis hingga 25 tahun, dan setelah itu pohon kelapa sawit tersebut biasanya akan ditebang kemudian dibiarkan melapuk atau dibakar. Padahal jika ini dibiarkan terus-menerus selain menimbulkan polusi udara, kegiatan pembakaran tersebut dapat merugikan para petani tanpa mengetahui keuntungan yang ada di dalam batang-batang kelapa sawit yang belum terungkap. Oleh karena itu perlu disadari dan dilakukan tindakan-tindakan yang bisa menjadikan batang pohon kelapa lebih berguna sehingga tidak menjadi limbah yang dapat mencemarkan lingkungan.

Secara umum, batang sawit merupakan bahan yang bersifat lembut dan berpori diyakini mampu menyerap energi suara yang melintasinya. Berdasarkan pemahaman ini, maka ada kemungkinan batang kelapa sawit dapat dijadikan material akustik yang bisa menyerap energi suara sehingga batang kelapa sawit ini dapat lebih berguna.

Oleh karena itu maka tuntutan akan produk yang rendah bising sudah merupakan parameter yang sangat menentukan guna menghasilkan produk dan rancangan yang kompetitif, apalagi bila dikaitkan dengan era pasar bebas. Di banyak negara maju, masalah ambang batas kebisingan produk-produk teknik ini (mesin-mesin industri, peralatan transportasi, peralatan rumah tangga, dan


(26)

lain-lain) sudah merupakan sebuah persyaratan yang kemudian diperkuat dengan undang-undang.

Pengurangan kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan dengan memodifikasi mesin atau menempatkan peredam pada sumber bising. Pengurangan kebisingan pada media transmisi dapat dilakukan dengan modifikasi ruangan dan penyusunan panel-panel partisi absorber yang baik antara sumber bising dan manusia. Pengendalian kebisingan pada penerima dilakukan dengan memproteksi telinga. Salah satu metode reduksi bising seperti yang telah disebutkan di atas adalah dengan menggunakan bahan penyerap suara/absorber. Penggunaan material absorber menjadi solusi paling baik dalam penerapan metode pengendalian bising. Selama ini panel penyerap suara yang dikembangkan menggunakan serat absorber sintetis yang diimpor sehingga harganya menjadi mahal. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengembangkan material absorber yang mempunyai kualitas baik dengan bahan baku yang terbuat dari serat alami dan tersedia melimpah di sekeliling kita.

Karakteristik akustik dan mekanis suatu material komposit dapat diketahui dengan melakukan suatu pengujian. Pengujian akustik suatu material merupakan suatu proses untuk menentukan sifat-sifat akustik, yang berupa koefisien penyerapan, refleksi, impedansi, dantransmission losssuara. Untuk menghasilkan produk yang rendah bising maka pengujian karakteristik akustik suatu material menjadi langkah utama dalam menentukan karakteristik akustik suatu bahan. Metode yang dapat digunakan untuk menentukan sifat akustik dari bahan komposit adalah pengujian/penelitian dengan menggunakan tabung impedansi. Metode penelitian ini relatif sederhana dan mudah untuk dilakukan karena tidak memerlukan suatu ruangan khusus serta dengan menggunakan sampel material yang kecil (seukuran dengan diameter tabung impedansi). Metode lain yang dapat digunakan adalah pengukuran dengan menggunakan ruang dengung dan pengukuran insitu. Metode ruang dengung membutuhkan suatu ruangan yang khusus dan sampel material yang besar sehingga diperlukan biaya yang cukup mahal untuk melakukan pengujiannya.


(27)

Telah banyak riset yang berhubungan dengan material komposit, khususnya tentang karakteristik akustiknya. Contohnya pada skripsi Abdul Munir Hidayat Lubis yang berjudul Kajian Awal Karakteristik Akustik Inti Batang Kelapa Sawit Sebagai Material Teknik Akustik Alternatif Dengan Metode Simulasi , melaporkan bahwa inti batang kelapa sawit dapat digunakan untuk meredam kebisingan yang terjadi di perumahan dan industri kecil [9]. Kemudian juga pada skripsi Aditia Yunanda yang berjudul Simulasi Karakteristik Serap Bunyi Bahan Komposit Polimer Melalui Pendekatan Pengujian Mekanika Material Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga yang menginformasikan bahwa serat batang kelapa dapat menjadi alternatif material akustik yang lebih ekonomis dan didapat nilai koefesien serap bunyi dengan berbagai tingkat frekuensi dengan cara pendekatan simulasi metode elemen hingga [13]. Oleh karena itu riset kali ini dilakukan sebagai kelanjutan dari riset-riset yang telah ada. Namun material akustik yang terbuat dari serat batang kelapa sawit dengan resin poliurethan sebagai bahan peredam pada knalpot di bidang mesin belum pernah diuji dan penelitian dalam bidang material akustik yang terbuat dari limbah batang kelapa sawit sangat terbatas. Mengacu pada kajian awal karakteriktik akustik serat batang kelapa sawit dengan metode simulasi tahun 2004 menyatakan bahwa koefisien serap (absorbsi) bunyi dapat mencapai 51% hingga 77% pada frekuensi 125 Hz - 500 Hz. Dan tendensinya menunjukan bahwa semakin tinggi frekuensinya maka koefisien serap semakin kecil [9]. Sedangkan untuk material polimer blowing agent jenis poliurethan tendensinya menunjukan bahwa semakin besar frekuensi bunyi yang dipancarkan semakin besar pula koefisien serap (absorbsi) yang dimilikinya.

1.2 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengetahui dan mendapatkan nilai karakteristik akustik suatu material komposit dari bahan dasar serat batang kelapa sawit dengan resin polyurethane.

2. Pengembangan material komposit alami dari serat batang kelapa sawit sebagai penyerap bunyi alternatif.


(28)

3. Mendapatkan ketebalan pada spesimen sebagai peredam suara yang paling tepat digunakan dalam pembuatan material akustik alternatif. Manfaat penelitian ini adalah :

1. Pemanfaatan limbah dari batang kelapa sawit menjadi lebih ekonomis. 2. Mengeliminir terjadinya pemanasan global yang merupakan salah satu

masalah dunia yang diakibatkan dari pembakaran limbah batang kelapa sawit.

3. Menjadikan material komposit ini sebagai salah satu pertimbangan dalam menanggulangi kebisingan.

4. Dapat digunakan sebagai pengembangan pengetahuan bagi penelitian berikutnya khususnya dibidang material akustik.

1.3 BATASAN MASALAH

Dalam penelitian ini penulis membataskan masalah yang dihadapi mulai dari membuat spesimen uji hingga melakukan tahapan pengujian dan kemudian menganalisa karakteristik akustiknya. Pembatasan masalah tersebut meliputi :

1. Pembuatan spesimen dengan perbandingan berat campuran serat batang kelapa sawit dan resin polyurethane adalah 1:3, hanya pada ketebalan 20 mm, 30 mm, 40 mm, dan 50 mm, dengan pengujian dilakukan pada frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 750 Hz, 1000 Hz, dan 2000 Hz untuk setiap ketebalan spesimen.

2. Melakukan pengujian koefisien absorbsi dengan metode Impedance Tube mengacu pada standar ASTM C-384, untuk mendapatkan bentuk dan data gelombang bunyi pada setiap frekuensi tersebut menggunakan oscilloscope dan dibantu software easyscope 2.0 hingga menganalisanya untuk mendapatkan nilai koefisien serap bunyi ( ), noise reduction coefficient (NRC), nilai koefisien pantul (R) dan nilai impedansi (Z) pada spesimen tersebut.


(29)

3. Melakukan pengujian Transmission Loss dengan metode Impedance Tube mengacu pada standar ASTM E-1050, untuk mendapatkan data tingkat tekanan bunyi dalam satuan decibel (dB) pada setiap frekuensi tersebut menggunakan Sound Level Meter (SLM) hingga menganalisanya untuk mendapatkan nilai Sound Transmission Loss (STL) dan Sound Transmission Class(STC) pada spesimen tersebut.

1.4 METODOLOGI

Pada penelitian ini peneliti mencoba mendapatkan harga karakteristik akustik dari material komposit dengan bahan dasar serat batang kelapa sawit dan blowing agent resinpolyurethanedengan memodelkannya sesuai dengan metode tabung impedansi. Tahap tahap yang dilakukan dalam penelitian ini hingga selesai adalah :

1. Membuat model fisik dari campuran serat batang kelapa sawit yang telah dihaluskan dengan bahan kimiapolyurethane.

2. Menguji material yang telah jadi dengan menggunakanimpedansi tube dan menggunakanoscilloscopeyang dibantusoftware easyscope 2.0. 3. Mengetahui bentuk dan data gelombang bunyi yang terdapat pada

oscilloscope kemudian menghitung koefisien serap bunyi, koefisien reduksi bising (NRC), koefisien pantul dan impedansi spesimen.

4. Menguji spesimen dengan menggunakan jenis dan bentuk impedance tubeyang lain dibantu dengan alat pengukuran bunyi atauSound Level Meter(SLM).

5. Mendapatkan data tingkat tekanan bunyi atau sound pressure level (SPL) dalam satuan decibel (dB) kemudian mengolah data tersebut untuk mendapatkan sound transmission loss (TL) dan sound transmission class (STC) hingga menarik kesimpulan untuk keseluruhannya.


(30)

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN

Tugas skripsi ini meliputi 5 bab, yang sistematika dan tujuannya dapat diuraikan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Menguraikan segala hal mengenai latar belakang mengapa dilakukannya tugas ini, tujuan dan manfaat penelitian, batasan masalah, metodologi, dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Mengulas secara singkat semua hal yang berkaitan dengan teori-teori dasar dari berbagai bentuk sumber pustaka yang didapatkan penulis untuk menunjang dan mendukung eksperimen ini, dari itu teori tentang gelombang bunyi, material properties suatu bahan, sampai memberikan pengertian tentang material komposit, terutama material akustik.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Memaparkan metode penelitian secara teknis dari kedua pengujian yang dilakukan mulai dari pemilihan bahan untuk dijadikan material akustik, kemudian membuat model fisik dari spesimen, alat uji, skematik pengujian, prosedur pengujian dan diagram alir pengujian. BAB IV : HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN

Hasil-hasil pengujian akan diolah dan klasifikasikan sesuai dengan kelompok perbandingannya untuk kemudian menjadi dasar pengambilan keputusan pada tahapan selanjutnya, penulis memberikan hasil perhitungan untuk mencari koefesien absorbsi dan Transmission Loss, serta grafik-grafik hasil dari analisa pengujian.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Menyimpulkan seluruh kegiatan dan hasil penelitian serta saran-saran yang diperlukan untuk pengembangan dan penelitian lebih lanjut.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TEORI GELOMBANG DAN BUNYI

Pada bagian ini akan diberikan beberapa definisi dan pengertian dasar mengenai gelombang dan bunyi serta hal-hal yang berkaitan dengan teori ini. 2.1.1 Pengertian Gelombang

Gerak gelombang muncul di dalam hampir tiap-tiap cabang fisika, seperti gelombang air, gelombang bunyi, gelombang cahaya, gelombang radio, dan gelombang elektromagnetik lainnya. Sebuah perumusan mengenai atom dan partikel-partikel sub-atomik dinamakan mekanika gelombang. Jelaslah bahwa sifat-sifat gelombang sangat penting di dalam fisika.

Gelombang dapat didefenisikan sebagai getaran yang merambat melalui medium yang dapat berupa zat padat, cair, dan gas. Gelombang terjadi karena adanya sumber getaran yang bergerak terus-menerus. Medium pada proses perambatan gelombang tidak selalu ikut berpindah tempat bersama dengan rambatan gelombang. Misalnya bunyi yang merambat melalui medium udara, maka partikel-partikel udara akan bergerak osilasi (lokal) saja.

Gelombang berdasarkan medium perambatannya dapat dikategorikan menjadi gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang mekanik terdiri dari partikel-partikel yang bergetar, dalam perambatannya memerlukan medium. Contohnya gelombang bunyi, gelombang pada air, gelombang tali. Gelombang elektromagnetik adalah gelombang yang dihasilkan dari perubahan medan magnet dan medan listrik secara berurutan, arah getar vektor medan listrik dan medan magnet saling tegak lurus. Perambatan gelombang ini tidak memerlukan medium dan bergerak mendekati kelajuan cahaya. Contohnya sinar gamma ( ), sinar X, sinar ultra violet, cahaya tampak, infra merah, gelombang radar, gelombang TV, gelombang radio.

Berdasarkan arah getar dan arah rambat, gelombang dibedakan menjadi dua jenis yaitu gelombang transversal dan gelombang longitudinal. Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatannya tegak lurus terhadap arah getarnya, contohnya gelombang pada tali , gelombang permukaan air, gelombang


(32)

cahaya. Sedangkan gelombang longitudinal adalah gelombang yang arah merambatnya searah dengan arah getarnya, contohnya gelombang bunyi dan gelombang pada pegas. Gelombang ini terdiri dari rapatan dan regangan. Rapatan adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan mendekat selama sesaat. Regangan adalah daerah-daerah dimana kumparan-kumparan menjauh selama sesaat. Rapatan dan regangan berhubungan dengan puncak dan lembah pada gelombang transversal. Gelombang transversal dan gelombang longitudinal dapat digambarkan secara grafis pada gambar 2.1.

Gambar 2.1aGelombang Transversal (diambil dari Cutnell & Johnson, 1992)

Gambar 2.1bGelombang Longitudinal(diambil dari Stanley Wolfe, 2003)

Besaran-besaran yang digunakan untuk mendiskripsikan gelombang antara lain panjang gelombang ( ) adalah jarak antara dua puncak yang berurutan, frekuensi ( ) adalah banyaknya gelombang yang melewati suatu titik tiap satuan waktu, periode (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang melewati suatu titik, amplitudo (A) adalah simpangan maksimum dari titik setimbang, kecepatan gelombang (v) adalah kecepatan dimana puncak gelombang (atau bagian lain dari gelombang) bergerak. Kecepatan gelombang harus dibedakan dari kecepatan partikel pada medium itu sendiri. Pada waktu merambat gelombang membawa energi dari satu tempat ke tempat lain. Saat gelombang merambat melalui medium maka energi dipindahkan sebagai energi getaran antar partikel dalam medium tersebut.


(33)

2.1.2 Pengertian Bunyi

Bunyi, secara harafiah dapat diartikan sebagai sesuatu yang kita dengar. Bunyi merupakan hasil getaran dari partikel-partikel yang berada di udara (Sound Research Laboratories Ltd, 1976) dan energi yang terkandung dalam bunyi dapat meningkat secara cepat dan dapat menempuh jarak yang sangat jauh (Egan, 1972). Defenisi sejenis juga dikemukakan oleh Bruel & Kjaer (1986) yang menyatakan bahwa bunyi diidentikkan sebagai pergerakan gelombang di udara yang terjadi bila sumber bunyi mengubah partikel terdekat dari posisi diam menjadi partikel yang bergerak.

Secara lebih mendetail, Doelle (1972) menyatakan bahwa bunyi mempunyai dua defenisi, yaitu:

1. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastik seperti udara. Definisi ini dikenal sebagai bunyiObyektif. 2. Secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran yang disebabkan

penyimpangan fisis yang digambarkan pada bagian atas. Hal ini disebut sebagai bunyisubyektif.

Secara singkat, Bunyi adalah suatu bentuk gelombang longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat perantara serta ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran. Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan peregangan partikel-partikel udara yang bergerak ke luar, yaitu karena penyimpangan tekanan. Hal serupa juga terjadi pada penyebaran gelombang air pada permukaan suatu kolam dari titik dimana batu dijatuhkan.

Gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai gelombang mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair dan gas. Medium gelombang bunyi ini adalah molekul yang membentuk bahan medium mekanik ini (Sutrisno, 1988). Gelombang bunyi ini merupakan vibrasi/getaran molekul-molekul zat dan saling beradu satu sama lain namun demikian zat tersebut terkoordinasi menghasilkan gelombang serta mentransmisikan energi bahkan tidak pernah terjadi perpindahan partikel (Resnick dan Halliday , 1992).


(34)

Berbicara, tentang substansi yang menjalar apabila gelombang bunyi mencapai tapal batas maka gelombang bunyi tersebut akan terbagi dua yaitu sebagian energi ditransmisikan/diteruskan dan sebagian lagi direfleksikan/dipantulkan. Suatu penelitian mengenai terjadinya penjalaran bunyi, mendeteksi dan penggunaan bunyi sangat penting untuk mengetahui lebih lanjut akan pengalihan energi mekanik (Giancoli, 1998). Gambar 2.2 dan 2.3 adalah perambatan gelombang bunyi pada kondisi medium yang berbeda.

Gambar 2.2Rambatan Gelombang bunyi dari medium kurang rapat ke medium yang lebih rapat [18].

Gambar 2.3Rambatan Gelombang bunyi dari medium lebih rapat ke medium yang kurang rapat [18].

Hewan menggunakan gelombang bunyi/suara untuk memperoleh perubahan informasi dan untuk mendeteksi lokasi dari suatu objek. Misalnya ikan lumba-lumba, kelelawar, menggunakan gelombang bunyi untuk mengemudi dan menentukan lokasi makanan, apabila cahaya tidak cukup untuk pengamatan. Manusia berusaha menggunakan gelombang bunyi sebagai pengganti cahaya (Ackerman et al, 1988). Syarat terdengarnya bunyi ada tiga macam yaitu ada sumber bunyi, ada medium (udara), dan ada penerima/pendengar.


(35)

Pada udara, variasi-variasi tekanan ini berbentuk kompresi (compressions) dan regangan (rarefactions) yang periodik. Pada gambar 2.4 dan 2.5, bel meradiasikan nada murni (pure tone) ke semua arah, sehingga menciptakan satu dataran gelombang melingkar. Getaran yang terjadi terus-menerus (continuaes) hingga berhenti pada bel menyebabkan deret kompresi dan regangan udara yang bergerak secara longitudinal dari sumber. Amplitudo gelombang dibawa serta oleh tekanan, yang mana semakin besar amplitudo maka semakin besar juga kompresi dan regangan yang terjadi.

Gambar 2.4Radiasi bunyi dari bel

Gambar 2.5 Dua implus tunggal yang memiliki ketinggian (magnitude) atau amplitudo berbeda menjauh dari sumber bunyi. Perubahan tekanan yang membawa informasi bunyi ini bergerak pada arah yang sama dengan muka gelombang, yaitu secara longitudinal, sehingga dapat dikatakan bunyi merupakan gerakan gelombang mekanis yang longitudinal.


(36)

2.1.3 Sifat Sifat Bunyi

Pengertian mengenai sifat-sifat dasar fisik bunyi merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diketahui dalam mengembangkan suatu pendekatan secara sistematis terhadap masalah kontrol kebisingan. Bunyi mempunyai beberapa sifat seperti: asal dan perambatan bunyi, frekuensi bunyi, cepat rambat bunyi, panjang gelombang, intensitas, kecepatan partikel dan lain-lainya sebagai berikut.

2.1.3.a Asal dan Perambatan Bunyi

Semua benda yang dapat bergetar mempunyai kecenderungan untuk menghasilkan bunyi. Bila ditinjau dari arah getarnya, bunyi termasuk gelombang longitudinal dan bila dilihat dari medium perambatannya, bunyi termasuk gelombang mekanik.

2.1.3.b Frekuensi Bunyi

Frekuensi merupakan gejala fisis obyektif yang dapat diukur oleh instrumen-instrumen akustik. Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam selang waktu yang diberikan. Untuk memperhitungkan frekuensi, seseorang menetapkan jarak waktu, menghitung jumlah kejadian peristiwa, dan membagi hitungan ini dengan panjang jarak waktu. Hasil perhitungan ini dinyatakan dalam satuan hertz (Hz) yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich Rudolf Hertz yang menemukan fenomena ini pertama kali.

Frekuensi adalah banyaknya getaran per banyaknya waktu pada waktu lampau satuan dari ukuran sebuah frekuensi didefinisikan sebagai banyaknya siklus perdetik (cps). Sekarang, frekuensi ditentukan dalam satuan yang disebut Hertz (Hz). Satu Hertz sama dengan satu siklus perdetik. Frekuensi yang dapat didengar oleh Manusia berkisar 20 sampai 20.000 Hz dan jangkauan frekuensi ini dapat mengalami penurunan pada batas atas rentang frekuensi sejalan dengan bertambahnya umur manusia (lipscomb & Taylor, 1978). Jangkauan frekuensi audio manusia akan berbeda jika umur manusia juga berbeda. Frekuensi bunyi dapat didefinisikan sebagai jumlah periode siklus kompresi dan regangan yang muncul dalam satu satuan waktu [6, Hal 7].


(37)

f

= 1 / T

(2-1) dimana : f = Frekuensi (Hz)

T = Waktu (detik)

Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombang sinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi; gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi. Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga periode berbanding terbalik dengan frekuensi[6, Hal 7].

T = f

1 (s) (2-2)

dimana : = Frekuensi (Hz) = periode (detik)

Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi [6].

Tabel 2.1Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi.

Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)

Manusia 85 5000

Anjing 450 1080

Kucing 780 1520

Piano 30 4100

Pitch Music Standart 440

f

= 1 / T

(2-1)

dimana : f = Frekuensi (Hz) T = Waktu (detik)

Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombang sinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi; gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi. Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga periode berbanding terbalik dengan frekuensi[6, Hal 7].

T = f

1 (s) (2-2)

dimana : = Frekuensi (Hz) = periode (detik)

Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi [6].

Tabel 2.1Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi.

Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)

Manusia 85 5000

Anjing 450 1080

Kucing 780 1520

Piano 30 4100

Pitch Music Standart 440

f

= 1 / T

(2-1)

dimana : f = Frekuensi (Hz) T = Waktu (detik)

Gelombang dengan berbagai macam frekuensi yang terbentuk pada gelombang sinusoida dapat ditunjukkan pada gambar 2.6 berikut.

Gambar 2.6Gelombang sinusoida dengan beberapa macam frekuensi; gelombang yang bawah mempunyai frekuensi yang lebih tinggi. Sedangkan periode adalah banyaknya waktu per banyaknya getaran, sehingga periode berbanding terbalik dengan frekuensi[6, Hal 7].

T = f

1 (s) (2-2)

dimana : = Frekuensi (Hz) = periode (detik)

Dalam tabel 2.1 berikut dapat dilihat perbedaan dari jarak rentang frekuensi yang dapat ditransmisikan dan diterima oleh beberapa sumber dan penerima bunyi [6].

Tabel 2.1Jarak rentang frekuensi yang ditransmisikan dan diterima oleh sumber dan penerima bunyi.

Sumber Bunyi Rentang Frekuensi (Hz)

Manusia 85 5000

Anjing 450 1080

Kucing 780 1520

Piano 30 4100


(38)

Terompet 190 990

Drum 95 180

Kelelawar 10.000 120.000

Jangkrik 7.000 100.000

Burung Nuri 2.000 13.000

Burung Kakak Tua 7.000 120.000

Mesin Jet 5 50.000

Mobil 15 30.000

Penerima Bunyi Rentang Frekuendi (Hz)

Manusia 20 20.000

Anjing 15 50.000

Kucing 60 65.000

Kelelawar 1000 120.000

Jangkrik 100 15.000

Burung Nuri 250 21.000

Burung Kakak Tua 150 150.000

Sumber:hhtp://www.iptek.net.id/ind/?mnu=8&ch=jsti&id=173 2.1.3.c Cepat Rambat Bunyi

Bunyi bergerak pada kecepatan berbeda-beda pada tiap media yang dilaluinya. Pada media gas udara, cepat rambat bunyi tergantung pada kerapatan, suhu, dan tekanan [6, Hal 10].

=

(2-3)

atau dalam bentuk yang sederhana dapat ditulis : = 20,05

dimana : c = Cepat rambat bunyi (m/s)

= Rasio panas spesifik (untuk udara = 1,41) Pa= Tekanan atmosfir (Pascal)

= Kerapatan (Kg/m3)


(39)

Pada media padat bergantung pada modulus elastisitas dan kerapatan, sedangkan pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan [6, Hal 11].

=

(2-4)

dimana : E = Modulus young (N/m2)

= Kerapatan (Kg/m3)

Pada media cair bergantung pada modulus bulk dan kerapatan.

c

= K (2-5)

dimana : K = Modulus bulk (N/m2)

= Kerapatan (Kg/m3)

Karena bunyi merupakan gelombang maka bunyi mempunyai cepat rambat yang dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu :

1. Kerapatan partikel medium yang dilalui bunyi. Semakin rapat susunan partikel medium maka semakin cepat bunyi merambat, sehingga bunyi merambat paling cepat pada zat padat. Tabel 2.2 disajikan beberapa kecepatan bunyi dalam material tertentu.

Tabel 2.2Cepat rambat bunyi pada berbagai material [Hemond, 1983] Material Kecepatan bunyi (ft/s) Kecepatan bunyi (m/s)

Udara 1,1 335

Timah 3,7 1128

Air 4,5 1385

Beton 10,2 3109

Kayu 11,1 3417

Kaca 15,5 4771

Baja 16 4925

2. Suhu medium, semakin panas suhu medium yang dilalui maka semakin cepat bunyi merambat. Hubungan ini dapat dirumuskan kedalam


(40)

persamaan matematis (v = v0 + 0,6.t) dimana v0adalah cepat rambat pada

suhu nol derajat dan t adalah suhu medium. Besar kecilnya cepat rambat bunyi pada suatu medium sangat tergantung pada temperatur medium tersebut (Beranek & L ver, 1992).

2.1.3.d Panjang Gelombang

Panjang suatu gelombang bunyi dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh perambatan bunyi selama tiap siklus. Hubungan antara panjang gelombang, frekuensi, dan cepat rambat bunyi dapat ditulis sebagai berikut sesuai [6, Hal 12]

= (2-6)

dimana : = Panjang gelombang bunyi (m) c = Cepat rambat bunyi (m/s) f = Frekuensi (Hz)

2.1.3.e Intensitas Bunyi

Intensitas bunyi adalah aliran energi yang dibawa gelombang udara dalam suatu daerah per satuan luas [6, Hal 15

].

Intensitas bunyi dalam arah tertentu di suatu titik adalah laju energi bunyi rata-rata yang ditransmisikan dalam arah tersebut melewati satu-satuan luasan yang tegak lurus arah tersebut di titik bersangkutan. Untuk tujuan praktis dalam dalam pengendalian kebisingan lingkungan, tingkat tekanan bunyi sama dengan tingkat intensitas bunyi (Doelle, 1972).

Intesitas bunyi pada tiap titik dari sumber dinyatakan dengan :

= (2-7)

dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2)

W = Daya akustik (Watt)

A = Luas area yang ditembus tegak lurus oleh gelombang bunyi (m2)


(41)

Ambang batas pendengaran manusia, yaitu nilai minimum intensitas daya bunyi yang dapat dideteksi telinga manusia, adalah 10-6 W/cm2. Tingkat tekanan bunyi

beberapa macam bising dan bunyi tertentu ditunjukkan dalam tabel 2.3. Tabel 2.3Skala intensitas Kebisingan

Jenis Bising/Bunyi Desibel Kriteria

Jet tinggal landas, meriam,

mesin, uap, halilintar, band rock. 100-130 Menulikan Bising lalu lintas, peluit polisi,

knalpot truk. 80-100 Sangat keras

Kantor yang bising, radio pada

umumnya, perusahaan. 60-80 Keras

Percakapan pada umumnya,

radio perlahan, rumah bising. 40-60 Sedang

Kantor pribadi, ruang tenang,

percakapan yang tenang. 20-40 Lemah

Gemirisik daun, bisikan, nafas

manusia. S/d 20 Sangat lemah

2.1.3.f Kecepatan Partikel

Radiasi bunyi yang dihasilkan suatu sumber bunyi akan mengelilingi udara sekitarnya. Radiasi bunyi ini akan mendorong patikel udara yang dekat dengan permukaan luar sumber bunyi. Hal ini akan menyebabkan bergeraknya partikel-partikel di sekitar radiasi bunyi yang disebut dengan kecepatan partikel pada persamaan.

= (2-8)

dimana : = Kecepatan partikel (m/s) p = Tekanan (Pa)

= Massa jenis bahan (Kg/m3)

c = cepat rambat bunyi (m/s)

Dengan menggunakan kesetimbangan momentum antara momentum linear dan impuls gaya pada gelombang longitudinal untuk permasalahan solid borne maka dapat dianologikan menjadi persamaannya adalah :

= (2-9)


(42)

= Massa jenis bahan (Kg/m3)

c= Kecepatan bunyi merambat pada batang (m/s) v= Kecepatan partikel (m/s)

dengan asumsi bahwa :

1. Gelombang yang terjadi di solid adalah gelombang bidang 2. Persamaan di atas dapat diturunkan menjadi gerak di benda solid

3. Reaksi medium solid berupa tegangan, sedangkan pada udara berupa tekanan.

2.1.3.g Titinada

Sifat sensasi pendengaran yang memungkinkan kita menyusun bunyi dalam suatu skala yang berkisar dari frekuensi rendah ke tinggi disebut dengan titinada. Secara subyektif fisiologis, titinada sama dengan frekuensi. Titinada terutama tergantung pada frekuensi bunyi perangsang, makin tinggi frekuensinya, makin tinggi pula titinadanya.

2.1.3.h Warna Nada

Sensasi bunyi yang mempunyai titinada disebut nada. Nada murni adalah sensasi bunyi frekuensi tunggal, ditandai dengan ketunggalan titinadanya. Bunyi ini dapat dihasilkan dengan memukul garpu tala atau dengan memainkan nada rendah secara lembut pada suling.

Kebanyakan bunyi musik tidak menghasilkan nada murni saja, tetapi menghasilkan bunyi yang terdiri dari beberapa frekuensi tambahan, yang disebut dengan nada kompleks. Nada kompleks adalah sensasi bunyi yang ditandai oleh lebih dari satu frekuensi. Frekuensi terendah yang berada dalam suatu nada kompleks disebut nada dasar, sedangkan komponen-komponen dengan frekuensi lebih tinggi disebut nada atas atau parsial.

2.1.3.i Kekerasan Bunyi

Kekerasan bunyi adalah sifat sensasi pendengaran yang subyektif dan dalam besaran kekerasan ini, bunyi dapat disusun pada skala yang berkisar dari lemah sampai keras. Kekerasan adalah tanggapan subyektif terhadap tekanan


(43)

bunyi dan intensitas bunyi. Phon adalah satuan tingkat kekerasan bunyi, yang dibentuk oleh suatu percobaan psikologis yang sangat luas. Skala phon ikut memperhatikan kepekaan telinga yang berbeda terhadap bunyi dengan frekuensi yang berbeda.

2.1.4 Tekanan Bunyi dan Tingkatan Tekanan Bunyi

Tekanan bunyi adalah variasi tekanan diatas dan dibawah tekanan atmosfer dalam satuan pascal. Variasi tekanan ini sifatnya periodik, satu variasi tekanan komplit disebut juga sebagai satu siklus (frekuensi). Secara umum persamaan gelombang tekanan bunyi datang dapat dituliskan sebagai :

= sin (2 ) (2-10)

dan persamaan untuk gelombang ditransmisikan dan dipantulkan adalah :

= sin(2 ) (2-11)

= sin(2 + ) (2-12)

dimana : = Tekanan bunyi (N/m2atau Pa)

= Tekanan bunyi ditransmisikan (N/m2atau Pa)

= Tekanan bunyi dipantulkan (N/m2atau Pa)

= Amplitudo tekanan bunyi (N/m2)

f = Frekuensi (Hz) t = Waktu (detik)

k1,k2 = Bilangan gelombang pada media 1 dan media 2 =2

x = jarak dari sumber gelombang (m)

Penyimpangan dalam tekanan atmosfir yang disebabkan getaran partikel udara karena adanya gelombang bunyi disebut tekanan bunyi.

Tingkat tekanan bunyi diukur oleh sound level meter yang terdiri atas mikrofon, penguat, dan instrument output (keluaran) yang mengukur tingkat tekanan bunyi dalam decibel. Nilai tingkat tekanan bunyi ini sangat bervariasi, yaitu pada rentang 2 x 10-5N/m2hingga 600 N/m2. Bermacam-macam alat/ piranti

tambahan dapat disambungkan atau digabungkan pada instrumen dasar ini, sesuai dengan kebutuhan, seperti penganalisis frekuensi atau perekam grafis. Meter


(44)

tingkat bunyi yang dibuat dalam berbagai ukuran oleh beberapa perusahaan, dapat digunakan untuk sejumlah tujuan dalam akustik lingkungan. Ini merupakan instrumen yang penting dalam menilai dan mengendalikan bunyi bising dan getaran. Tingkat tekanan bunyi di definisikan dalam persamaan berikut sesuai dengan [6, Hal 17]:

= 10 ( ) dB (2-13)

dimana : Lp = Tingkat tekanan bunyi (Sound Pressure Level (SPL))(dB)

pref = Tekanan bunyi referensi, 10-5N/m2untuk bunyi udara.

p (t) = Tekanan bunyi ditranmisikan (Pa)

Pada umumnya, suatu instrumensound level meterdilengkapi denganfitur pembobotan frekuensi A, B, C, danflat-weighting(pembobotan datar).

1. Frekuensi Pembobotan A

A-weighted sound level(tingkat pembobotan bunyi A) ini memberikan hubungan tingkat tekanan bunyi dengan respon manusia untuk berbagai jenis sumber bunyi (Hemond, 1983). Akibatnya, tingkat pembobotan jenis ini paling sering digunakan dalam keperluan pengendalian kebisingan. Satuan tingkat pembobotan bunyi A adalahdecibeldengan simbol dB(A).

2. Frekuensi Pembobotan B

Pembobotan B ini tidak digunakan lagi dalam instrument untuk pengukuran akustik.

3. Frekuensi Pembobotan C

Respon pembobotan C ini cukup uniform dari 50 hingga 5000 Hz. Oleh karenanya, pembobotan jenis ini sering digunakan bila pembobotan datar tidak terdapat dalam instrumensound level meter. Ketika pembobotan C digunakan, satuan yang digunakan adalahdecibeldengan symbol dB(C). 4. Flat-weighting(Pembobotan datar dB)

Pembobotan jenis ini memiliki jangkauan frekuensi yang sangat luas sehingga kadang disebut all pass respons. Pembobotan ini digunakan bila pemakaiansound level meterdilengkapi denganband filter.


(45)

Nilai tingkat tekanan bunyi yang didapat dari hasil pengukuran sound lever meter dalam skala decibel (dB), dapat dikonversikan ke dalam satuan dB(A) melalui suatu skala koreksi pada tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4Skala koreksi pembobotan -A

Frekuensi (Hz) Skala Koreksi

31,5 -39,2

63 -26,1

125 -16

250 -8,6

500 -3,3

1000 0

2000 +1,4

4000 +1,8

8000 +1,9

Contohnya dalam suatu pengukuran tingkat tekanan bunyi (Lp) suatu sumber bunyi dengan menggunakan sound level meter yang disertai dengan octave band filter, didapat nilai tingkat tekanan bunyi sebesar 100 dB pada frekuensi pengukuran 63 Hz. Dan bila diinginkan nilai tingkat tekanan bunyi dalam satuan dB(A), maka dengan menggunakan tabel 2.4 di atas, maka didapat:

Lp = 100 dB 26,1 = 73,9 dB(A) 2.1.5 Tingkatan Intensitas Bunyi

Intensitas bunyi sangat penting diperhatikan untuk mengetahui radiasi total yang menuju udara oleh sumber bunyi dan untuk mengetahui tekanan bunyi. Intensitas bunyi bergantung pada posisi dalam daerah persatuan luas dimana gelombangnya bergerak secara paralel. Intensitas bunyi akan bernilai maksimum jika arah gelombangnya tegak lurus dari sumber bunyi.

Hubungan intensitas bunyi, tekanan bunyi, kecepatan bunyi dan kerapatan udara adalah sebagai berikut [6, Hal 15] :


(46)

dimana :prms = Akar kuadrat tekanan bunyi rata-rata (Pa)

Imax = Intensitas maksimum (W/m2)

= Kerapatan udara (Kg/m3)

c = Cepat rambat bunyi di udara (m/s) Tingkatan Intensitas bunyi didefinisikan dalam rumus berikut [6, Hal 17] :

= 10 (2-15)

dimana : I = Intensitas bunyi (W/m2)

Iref = Intensitas referensi (10-12W/m2) 2.1.6 Daya Bunyi dan Tingkatan Daya Bunyi

Daya bunyi adalah radiasi sumber bunyi yang menuju ke sekitar udara, dalam satuan Watts. Intensitas merupakan besaran yang setara dengan daya gelombang yang merambat per satuan luas muka gelombang. Berbeda dengan gelombang bidang, gelombang speris yang berpropagasi ke segala arah dengan bidang berbentuk bola (speris) seperti yang disajikan pada gambar 2.7.

Gambar 2.7Hubungan antara daya bunyi dan intensitas pada bidang gelombang berbentuk bola.

Sebagaimana yang berlaku untuk gelombang bidang, maka intensitas gelombang speris dapat dihitung dengan prinsip yang sama. Hanya saja karena muka gelombang berbentuk sperik (bola) maka luasnya adalah 4 . Sehingga hubungan daya bunyi dengan intensitas bunyi dapat ditulis dalam persamaan :

= (4 ) ( ) (2-16)


(47)

Is(r) = Maksimum intensitas bunyi pada jarak radius (W/m2)

r = Jarak dari titik tengah akustik sumber bunyi ke permukaan imajinersphere(m)

Tingkatan daya bunyi didefinisikan dalam persamaan :

= 10 log (2-17)

dimana : Lw = Tingkatan daya bunyi (dB)

W = Daya bunyi (Watts)

W0 = Daya bunyi referensi (10-12Watts)

2.1.7 Hubungan Antara Tingkat Daya, Tingkat Intensitas dan Tingkat Tekanan Bunyi

Intensitas pada suatu ketika berhubungan dengan tekanan bunyi pada titik dalam daerah bebas dengan mengkombinasikan persamaan pada [6, hal 15 dan 17], maka diperoleh tingkat intensitas bunyi sebagai berikut:

= 10 = 10 = 10 +10 (2-18)

= 10

dimana : K = Konstanta =Iref c/p2ref= c/400

Dengan cara yang sama terhadap tingkat tekanan bunyi, maka : = + 10 log

Pada kondisi dimana intensitas adalah seragam dalam sebuah daerah S, daya bunyi dan intensitas berhubungan pada persamaan :

W = I . A

Selanjutnya hubungan antara tingkat intensitas dan tingkat daya bunyi adalah :

10 =10 + 10 (2-19)

= + 10

dimana : A = Luas permukaan daerah (m2)


(48)

2.1.8 Telinga Manusia dan Pendengaran

Jika tekanan gelombang bunyi yang berubah mencapai telinga luar, getaran yang diterima gendang telinga diperbesar oleh tulang-tulang kecil di telinga tengah dan diteruskan melewati cairan ke ujung-ujung syaraf telinga dalam. Syaraf akhirnya meneruskan impuls ini ke otak, dimana proses mendengar tahap akhir terjadi, maka sensasi bunyi tercipta. Gambar 2.8 menunjukkan anatomi dari telinga manusia.

Gambar 2.8Anatomi telinga manusia

Pada saat gelombang bunyi mencapai telinga manusia, terjadi suatu penerimaan dan dikatakan terdengar. Bagian luar dan bagian dalam telinga sebenarnya adalah penerima gelombang suara, yang sinyalnya diteruskan ke otak dan kemudian dianalisis di sana. Keseluruhan proses terdiri dari rangkaian beberapa proses tunggal. Gelombang bunyi yang jatuh ke dalam telinga merangsang gendang telinga menjadi getaran paksa.Rantai dari tiga tulang rawan pada pendengaran meneruskan getaran ini ke jendela yang berbentuk oval dan mengantarkan getaran itu ke dalam cairan telinga bagian dalam.Perilimpa memenuhi saluran dalam kokhlea, yang dibagi menurut panjangnya menjadi tiga kolom cairan oleh dua lapisan pemisah (membran Paries vestibularis dan membran basilaris). Saluran-saluran ini dihubungkan satu sama lain pada ujung kokhlea, pada helikotrema . Kemampuan telinga menghasilkan frekuensi tinggi yang teramati berdasarkan pada pemanfaatan dari impuls saraf dalam pusat


(49)

pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator Helmholtz. Pada membranbasilaryang terentang di dalamperilimpa, membentuk gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang sesungguhnya dari gelombang bunyi.

Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle, 1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman. Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran terlihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.9Kontur kekerasan sama

pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator Helmholtz. Pada membran basilaryang terentang di dalamperilimpa, membentuk gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang sesungguhnya dari gelombang bunyi.

Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle, 1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman. Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran terlihat pada gambar 2.9.

Gambar 2.9Kontur kekerasan sama

pendengaran. Membran basilar tidak mengalami tegangan mekanik, karena bentuknya yang seperti gelatin. Ini juga bukan merupakan akibat dari resonator Helmholtz. Pada membran basilaryang terentang di dalamperilimpa, membentuk gelombang berdiri tiga dimensi. Membran basilar adalah detektor yang sesungguhnya dari gelombang bunyi.

Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi pendengaran di telinga pengamat disebut ambang kemampuan dengar (Doelle, 1972). Bila tekanan bunyi ditambah dan bunyi menjadi lebih keras, akhirnya bunyi mencapai suatu tingkat dimana sensasi pendengaran menjadi tidak nyaman. Tingkat tekanan bunyi minimum yang merangsang telinga sampai pada suatu keadaan dimana rasa tidak nyaman timbul dan menyebabkan timbulnya rasa sakit disebut ambang rasa sakit. Kepekaan telinga berubah secara nyata bila terdapat perbedaan frekuensi bunyi yang bersangkutan. Kurva ambang kemampuan didengar dan ambang rasa sakit yang membatasi daerah sensasi pendengaran terlihat pada gambar 2.9.


(50)

2.2 MATERIAL AKUSTIK

Material akustik adalah material teknik yang fungsi utamanya adalah untuk menyerap suara/bising. Material akustik adalah suatu bahan yang dapat menyerap energi suara yang datang dari sumber suara. Pada dasarnya semua bahan dapat menyerap energi suara, namun besarnya energi yang diserap berbeda-beda untuk tiap bahan. Energi suara tersebut dikonversi menjadi energi panas, yang merupakan hasil dari friksi dan resistansi dari berbagai material untuk bergerak dan berdeformasi. Sama halnya dengan besar energi suara yang sangat kecil bila dilihat dalam satuan Watt, energi panas yang dihasilkan juga sangat kecil sehingga secara makrokopis tidak akan terlalu terasa perubahan temperatur pada bahan tersebut.

Peredam suara merupakan suatu hal penting didalam desain akustik, dan dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian [19, Trihandoko], yaitu : (1) Material berpori(porous materials), (2) Membran penyerap(panel absorbers), (3) Rongga penyerap(cavity resonators), dan Manusia dan furnitur.

1. Material berpori (porous material), seperti bahan akustik yang umum digunakan, yaitu mineral wool, plester akustik, sama seperti karpet dan bahan gorden, yang dikarakterisasi dengan cara membuat rajutan yang saling mengait sehingga membentuk pori yang berpola. Pada saluran dan rongga yang sempit dan saling merekat inilah terjadi perubahan energi, dari energi suara menjadi energi vibrasi, kalor atau perubahan momentum. Daya penyerapan atau peredaman dari suatu jenis material adalah fungsi dari frekuensi. Penyerapan relatif rendah pada frekuensi rendah dan meningkat terhadap ketebalan material (perhatikan gambar 2.10a, kurva 1, 2, dan 3, kemudian kurva 9, 10, 11 dari gambar 2.10b). Absorpsivitas frekuensi rendah dapat ditingkatkan dengan cara melapisi material sehingga menambah ketebalannya. Mengecat plaster dan tile, secara varial akan menghasilkan efektivitas reduksi yang cukup besar. 2. Membran penyerap (panel absorber): lembar bahan solid (tidak porus) yang

dipasang dengan lapisan udara dibagian belakangnya (air space backing). Bergetarnya panil ketika menerima energi suara serta transfer energi getaran tersebut ke lapisan udara menyebabkan terjadinya efek penyerapan suara. Sama halnya separti material berpori, yang berfungsi sebagai peredam suara, yaitu


(51)

merubah energi suara menjadi energi vibrasi dan kalor. Membran penyerap sangat efisien pada frekuensi rendah (gambar 2.11b). Penambahan porous absorber pada bagian ruang kosong antara ruang panil dan dinding akan lebih jauh meningkatkan efisiensi dari penyerapan frekuensi rendah.

3. Rongga penyerap (cavity resonator), rongga udara dengan volume tertentu dapat dirancang berdasarkan efek resonator Helmholzt. Efek osilasi udara pada bagian leher (neck) yang terhubung dengan voulume udara dalam rongga ketika menerima energi suara menghasilkan efek penyerapan suara, menyerap energi suara paling efisien pada pita frekuensi yang sempit di dekat sumber gaungnya (gambar 2.11c). Peredam jenis ini biasanya dalam bentuk elemen tunggal, seperti blok beton standar dengan rongga yang ditempatkan didalamnya; bentuk lain terdiri dari panil yang berlubang-lubang dan kisi-kisi kayu dengan selimut absorbsi diantaranya. Selain memberikan nilai estetika arsitektur, sistem yang baru saja dijelaskan (bentuk kedua) memberikan absorbsi yang berguna untuk rentang frekuensi yang lebih lebar daripada kemungkinan yang diberikan oleh elemen tunggal berongga (struktur sandwich).

4. Penyerapan suara tiap benda diberikan oleh manusia, meja, kursi dan furnitur kayu seperti terlihat pada gambar 2.11d. Furnitur kayu termasuk didalamnya adalah kursi dan meja. Untuk kondisi dimana terdapat banyak orang dengan meja dan kursi (seperti dapat kita temukan di dalam ruang kelas dan ruang kuliah), akan lebih cocok jika digunakan peredaman per orang dan per benda dari furnitur yang diberikan pada gambar 2.11d daripada peredaman oleh manusia saja seperti dilihat pada kurva 1 dari gambar 2.10 dengan menentukan jumlah dan distribusi peredam jenis ini, dapat dimungkinkan untuk merancang kelakuan waktu gaung terhadap frekuensi untuk memperoleh hampir semua lingkungan akustik yang diinginkan. Hal ini juga dapat memungkinkan untuk merancang sebuah ruangan dimana karakteristik gaungnya dapat diubah dengan cara menggeser atau merubah posisi panil dimana posisi permukaan berpengaruh terhadap sifat peredaman yang berbeda. Selama waktu gaung optimum bergantung terhadap fungsi ruangan, dengan cara ini dapat dimungkinkan untuk merancang sebuah ruangan serba guna (multipurpose


(52)

rooms). Bagaimanapun, cara seperti ini akan lebih efektif untuk menekan biaya dan memberikan solusi yang fleksibel, khususnya di dalam ruangan yang besar.

Gambar 2.10 Sabine absorptivities of common constructional materials, (1) occupied, audience, orchestra, chorus areas, including the floor beneath. (2) well-upholstered, cloth-covered seat (perforated bottoms) without audience. (3a) curtain (18 oz/yd2) hung to half area. (3b)

Leather-covered upholstered seats, without audience, over a reflective floor. (4) Concrete-block wall, unpainted (approximate). (5) Wooden platform, with air space below. (6) Wooden floor. (7) Concrete-block wall, painted (approximate). (8a) Smooth plaster on brick (but see 14) . (8b) Poured concrete, unpainted. (9a) 2-in fiberglass blanket on rigid backing. (9b) Same with 9a but with 1-in. air space between blanket and backing. (10) Heavy carpet on 40 oz (1.35 kg/m2) underpad. Unpainted acoustic tile.

Unpainted acoustic plaster. (11) Heavy carpet on concrete. (12) glass window. (13) plaster on lath on studs. (14) 1-in thick, damped plaster on concrete block, brick, or lath. 2-in thick, well-fitted wooden walls. (15) Heavy plate glass window. (adapted from Doelle [13], Beranek, [14] and Knudsen & Harris [16] )


(53)

Gambar 2.11 Absorption properties of acoustic materials. (a1) Glued

acoustic tile ceiling on rigid backing. (a2) Material a1 after two coats of

paint (brush or roller). (b) Material a1 suspended away from wall. (c) 2.5

cm thick fiberglass (50 kg/m3) on rigid backing. (d) c but 10 cm thick. (e) 6

mm plywood 75 mm from rigid backing. (f) e with sound isolation blanket . (g) Slotted two-well concrete block, singe-cavity resonator. (h) Perforated panerl resonator with isolation blanket, 10 percent open urea [18].

2.2.1 Gejala Penyerapan Suara Dalam Material

Energi suara datang yang tiba pada suatu bahan akan diubah sebagian oleh bahan tersebut menjadi energi lain, seperti misalnya getar (vibrasi) atau energi panas. Oleh karena itu, bahan yang mampu menyerap suara pada umumnya mempunyai struktur berpori atau berserat.


(54)

Nilai absorpsivitas suara dihitung menggunakan persamaan dibawah ini:

=

(2-20)

Dimana Wa dan Wi masing-masing adalah daya suara yang diserap dan daya suara yang tiba pada permukaan bahan. Secara ilustratif, gejala penyerapan suara oleh suatu bahan akustik dapat dilihat pada gambar 2.12 berikut.

Gambar 2.12 Ilustrasi penyerapan energi suara oleh bahan akustik [19, Trihandoko].

Bahan-bahan akustik yang tergolong sebagai bahan penyerap suara antara lain adalah glass wool, rock wool, soft board, carpet, kain, busa, acoustic tiles, resonator,dan lain-lain.

2.3 MATERIAL KOMPOSIT

Material komposit adalah penggabungan atau pencampuran bahan yang sekurang-kurangnya teridiri dari dua bahan material yang berbeda phasa dan sifat mikroskopisnya dengan menggunakan aturan tertentu [3, hal 129]. Contoh material komposit yang tradisional adalah batubara, yang merupakan campuran dari tanah liat yang dicampur dengan rumput dan konkrit yang merupakan campuran antara semen dengan pasir atau batu kerikil. Material komposit biasanya terdiri dari bahan penyusun dan bahan yang mengisolasi bahan lain.


(55)

Komposit dibentuk dari dua jenis material yang berbeda yaitu :

1. Penguat (reinforcement), yang mempunyai sifat yang kurangductiletetapi lebih rigid serta lebih kuat.

2. Matriks umumnya lebih ductile tetapi mempunyai kekuatan dan regiditas yang lebih rendah.

Saat ini jenis komposit yang paling banyak digunakan adalah komposit berpenguat serat. Hal ini karena serat sebagai penguat memiliki keuntungan sebagai berikut:

1. Memiliki perbandingan panjang dengan diameter (aspect ratio) yang besar. Hal ini menggambarkan bahwa bila digunakan sebagai penguat dalam komposit, serat akan memiliki luas daerah kontak yang luas dengan matriks dibanding bila menggunakan penguat lain. Dengan demikian diharapkan akan terbentuk ikatan yang baik antara serat dengan matriks. 2. Size effect . Serat memiliki ukuran yang kecil sehingga jumlah cacat per

satuan volume serat akan lebih kecil dibandingkan material lain. Dengan demikian serat akan memiliki sifat mekanik yang baik dan konsisten. 3. Serat memiliki densitas yang rendah sehingga memilki sifat mekanik

spesifik (sifak mekanik per satuan densitas) yang tinggi.

4. Fleksibilitas serat dan diameternya yang kecil membuat proses manufaktur serat menjadi mudah.

2.3.1 Jenis Jenis Material Komposit

Komposit didefinisikan sebagai material yang terdiri dua atau lebih material penyusun yang berbeda, umumnya matriks dan penguat (reinforcement). Matriks adalah bagian komposit yang secara kontinyu melingkupi penguat dan berfungsi mengikat penguat yang satu dengan yang lain serta meneruskan beban yang diterima oleh komposit ke penguat. Sedangkan penguat adalah komponen yang dimasukkan ke dalam matriks yang berfungsi sebagai penerima atau penahan beban utama yang dialami oleh komposit.


(56)

Berdasarkan jenis penguatnya komposit dibagi:

1. Material komposit serat (fibricus composite), yaitu komposit yang terdiri dari serat dan bahan dasar yang diprosuksi secara fabrikasi, misalnya serat + resin sebagai bahan perekat, sebagai contoh adalah FRP (Fiber Reinforce Plastic) plastik diperkuat dengan serat dan banyak digunakan, yang sering disebutfiber glass.

2. Komposit lapis (laminated composite), yaitu komposit yang terdiri dari lapisan dan bahan penguat, contohnya polywood, laminated glass yang sering digunakan sebagai bahan bangunan dan kelengkapannya.

3. Komposit partikel (particulate composite), yaitu komposit yang terdiri dari partikel dan bahan penguat seperti butiran (batu dan pasir) yang diperkuat dengan semen yang sering kita jumpai sebagai betin.

Berdasarkan matriksnya, komposit dibagi menjadi:

1. Metal matrix composites (MMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks logam.

2. Ceramic matrix composites (CMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks keramik.

3. Polymer matrix composites (PMC) yaitu komposit yang menggunakan matriks polimer.

Ditinjau dari matriks yang digunakan, komposit yang paling banyak digunakan adalah komposit bermatriks polimer. Hal ini karena polimer memiliki proses manufaktur yang relatif sederhana, sifat mekanik yang baik, dan membentuk ikatan yang baik dengan sebagian besar penguat.

Polimer yang lebih banyak digunakan sebagai matriks komposit adalah polimer termoset, walaupun polimer termoplastik juga dapat digunakan. Penggunaan polimer termoset lebih umum karena proses manufaktur polimer termoset lebih sederhana. Manufaktur komposit termoset biasanya tidak memerlukan temperatur dan tekanan yang tinggi. Viskositas polimer termoset yang rendah pada suhu kamar juga membuat impregnasi (kemampuan meresap) polimer tersebut ke dalam serat lebih baik dibanding termoplastik. Namun termoset juga memiliki kelemahan antara lain sifatnya yang pada umumnya beracun dan kesulitan pendaur-ulangan polimer termoset.


(57)

2.3.2 Kelebihan Bahan Komposit

Bahan komposit mempunyai sifat-sifat mekanik dan fisika yang banyak, diantaranya:

1. Gabungan bahan dasar dan penguat dapat menghasilkan komposit yang mempunyai kekuatan yang lebih tinggi dari bahan dasarnya.

2. Bahan komposit mempunyai berat yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan bahan konvesional. Ini memberikan informasi yang penting dalam penggunaannya karena komposit akan mempunyai kekuatan dan kekuatan spesifik yang lebih tinggi dari bahan konvesional, pengurangan berat adalah suatu aspek yang penting dalam industri pembuatan komposit seperti automobile dan pesawat terbang, karena berhubung dengan penghematan bahan bakar.

3. Bahan komposit tahan terhadap kikisan.

4. Bahan komposit juga mempunyai kelebihan dari segi daya guna, yaitu produk yang mempunyai gabungan sifat-sifat yang menarik dan dapat dihasilkan dengan menggabungkan lebih dari satu serat dengan bahan dasar untuk menghasilkan komposit hybrid.

2.3.3 Kelapa Sawit

Kelapa Sawit yang mempunyai nama latin adalah (Elaeis) merupakan tanaman industri penting penghasil minyak makan, minyak industri, maupun bahan bakar (biodisel). Kepala sawit yang mempunyai umur ekonomis 25 tahun dan bisa mencapai tinggi 24 meter dapat hidup dengan baik di daerah tropis (15°LU 15°LS). Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 m dari permukaan laut dengan kelembaban 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan yang stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan memperngaruhi perilaku pembungaan dan produksi buah sawit [9].

Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah. Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya. Kelebihan


(58)

minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol, dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan baku margarin.

Selain buahnya, ternyata batang kelapa sawit yang selama ini dianggap sebagai limbah bisa dijadikan salah satu bahan yang dapat berguna. Batang kelapa sawit yang mempunyai sifat lembut dan berpori diyakini dapat menyerap energi suara yang mengenainya. Dengan asumsi yang demikian maka dilakukanlah penelitian material komposit yang berbahan dasar serat batang komposit untuk membuktikan penyerapan energi suara yang terjadi.

2.3.4 Polyurethane

Polyurethane merupakan polymeric material yang mengandung urethane grup (-NH-CO-O-) hasil reaksi dari polyol dengan isocyanate. Poliuretan dapat berupa serat yang mudah lengket. Suatu contoh Poliuretan yang amat sangat berpengaruh adalah spandex. Polyurethane dihasilkan dari reaksidiisocyanatesdengandi-alcohols. Terkadangdi-alcohol digantikan dengan suatu diamin, sehingga polimer yang didapat nantinya disebut polyurea yang memiliki suatu ikatan urea. Akan tetapi, pada umumnya sering disebut polyurethane juga (karena polyurea tidak begitu terkenal). Polyurethane dapat berikatan dengan baik denganhidrogensehingga dapat membentuk suatu kristal. Oleh karena itu, polyurethane sering digunakan untukco-polymerblok buatan dengan sifat elastis yang lembut khas polimer.Co-Polymerblok ini memiliki sifat termo-plastikelastomers(Anonim, 2007).

Komponen utama yang penting dari suatupolyurethane adalahisocyanate yang molekulnya berisi duaisocyanate(diisocyanates). Molekul ini juga dikenal sebagaimonomersatau monomer unit.Isocyanatesdapat berbau harum, seperti diphenylmethane diisocyanate(MDI) atau toluene diisocyanat (TDI); atau alifatik, seperti hexamethylene diisocyanate (HDI) atau isophorone diisocyanate(IPDI).

Komponen kedua yang juga tak kalah penting dari suatupolyurethane polymeradalahpolyol(Molekul yang berisi dua kelompok hidroksit atau diols, memiliki 3 kelompok hidroksit atautriols). Dalam prakteknya,polyolsdibedakan


(1)

Lampiran 4


(2)

VI

Lampiran 5

Tabel i.

Data Pengujian

Transmission Loss

Keterangan : L

1

= Tingkat tekanan bunyi dalam ruang sumber bunyi (dB)

L

2

= Tingkat tekanan bunyi dalam ruang penerima (dB)

NR = Reduksi bising (dB)

= L

1

L

2

Frekuensi

Tingkat Tekanan Bunyi Pada Setiap Ketebalan Spesimen

20 mm

30 mm

40 mm

50 mm

L

1

(dB)

(dB)

L

2

(dB)

NR

(dB)

L

1

(dB)

L

2

(dB)

NR

(dB) L

L

1 2

(dB)

(dB)

NR

(dB)

L

1

(dB)

L

2

(dB)

NR

250 Hz

107,7 88,0

19,7 102,2 70,2

32,0

118,4

82,6

35,8

120,3 85,6

34,7

500 Hz

114,2 99,8

14,4 108,7 92,1

16,6

120,6

87,5

33,1

121,9 80,9

41,0

750 Hz

91,9

77,8

14,1

93,0

75,2

17,8

100,7

85,4

15,3

109,7 82,4

27,3

1000 Hz

104,4 84,6

17,8 107,7 69,6

38,1

112,5

86,8

25,7

120,2 92,2

28,0

1500 Hz

111,4 79,8

31,6 113,3 65,1

48,1

121,9

64,5

57,4

118,9 77,7

41,2

2000 Hz

101,4 65,7

35,7 100,7 74,8

25,9

113,7

85,0

28,7

108,9 86,3

22,6


(3)

Nilai

Transmission Loss

dan STC dari material akustik

Material Akustik 250 Transmission Loss(dB) STC

Hz 500Hz 1000Hz 2000Hz 4000Hz Papan gypsum 9 mm, steel chanel studs ,

Ketebalan konst: 60 mm 25 33 27 31 37 31

Papan gypsum 12 mm, steel chanel studs ,

Ketebalan konst: 60 mm 31 34 30 38 41 35

Papan gypsum 9 mm, Insulasi sabut kelapa

steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 33 35 32 37 40 35

Papan gypsum 12 mm, Insulasi sabut kelapa

steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 39 40 35 41 48 41

Papan gypsum 9 mm, Insulasi sabut glasswool steel chanel studs , Ketebalan

konst: 60 mm 34 36 33 40 42 37

Papan gypsum 9 mm, Insulasi glasswool dan sabut kelapa,

steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 35 41 36 40 44 39

Papan gypsum 9 mm, Insulasi glasswool dan sabut kelapa (50 : 50 ),

steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 37 41 35 41 43 39

Sumber: Riset Romi Hidaya, 2001.

Nilai STC dari berbagai material akustik


(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Kajian Eksperimental Pengukuran Transmission Loss dari Paduan Aluminium-Magnesium Menggunakan Metode Impedance Tube

0 35 143

Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong Sawit (TKS) SEBAGAI Campuran Media Tumbuh Dan Pemberian Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Mindi (Melia azedarach L.)

2 25 76

Penyelidikan Karakteristik Akustik (Acoustical Properties) Material Komposit Polimer Yang Terbuat Dari Serat Batang Kelapa Sawit Menggunakan Variabel Komposisi Dan Ketebalan

10 96 132

Kajian Koefisien Absorpsi Bunyi Dari Material Komposit Serat Gergajian Batang Sawit Dan Gypsum Sebagai Material Penyerap Suara Menggunakan Metode Impedance Tube

5 92 107

Kualitas Serat dari Limbah Batang Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Papan Serat

4 62 61

PENGUJIAN SIFAT FISIS PAPAN DARI CAMPURAN LIMBAH SERAT BATANG KELAPA SAWIT DAN SERBUK KAYU INDUSTRI DENGAN PEREKAT POLIESTER.

0 4 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gelombang dan Bunyi - Kajian Eksperimental Pengukuran Transmission Loss dari Paduan Aluminium-Magnesium Menggunakan Metode Impedance Tube

0 0 44

KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGUKURAN TRANSMISSION LOSS DARI PADUAN ALUMINIUM-MAGNESIUM MENGGUNAKAN METODE IMPEDANCE TUBE SKRIPSI

0 0 21

Sintesis Dan Karakterisasi Komposit Polyurethane Berpenguat Nanocellulose Dari Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Akustik - ITS Repository

0 0 132

Studi Bahan Akustik dan Insulasi Termal Poliester Berpenguat Nanoselulosa dari Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Metode Penuangan (Casting) - ITS Repository

1 6 151