KOEFISIEN SERAP BUNYI TINJAUAN PUSTAKA

Dari persamaan 2-25 maka dapat dicari nilai koefisien absorbsi bunyi dari suatu material teknik yang selanjutnya dipakai untuk mencari nilai koefisien pantul R dan normal impedansinya Z. Pengukuran gelombang pada pengujian koefisien absorbsi dengan metode Impedance Tube dapat dilakukan dengan melihat tampilan bentuk gelombang pantul pada monitor Oscilloscope seperti pada gambar 2.18. Puncak gelombang tertinggi adalah Pmax dinotasikan A1 dan gelombang terendah adalah Pmindinotasikan A2. Frekuensi yang diamati disesuaikan dengan ukuran diameter dari Impedance Tube. Semakin besar diameter Impedance Tube yang digunakan maka frekuensi maksimum yang dapat diukur semakin kecil. Gambar 2.18 Gelombang pantul untuk menentukan SWR Sehingga dari gambar dapat disimpulkan bahwa : Standing Wave Rasio SWR = = Koefisien Refleksipantul Rf = Maka: R = 1- dimana : R = koefisien pantul bunyi = koefisien serap bunyi Persamaan tersebut menggunakan asumsi bahwa tidak ada energi suara yang ditransmisikan atau diteruskan. Dalam metode tabung impedansi ini banyak SWR SWR   1 1 A1 A2 standarisasi yang telah ditetapkan untuk pengujian koefisien serap bunyi, salah satunya adalah ASTM C-384. Untuk mendapatkan suatu pembacaan standar secara umum tanpa melihat rentang frekuensi masing-masing koefisien absorbsi bahan, maka dipakai nilai NRC Noise Reduction coefficient atau koefisien reduksi bunyi. NRC atau koefisien reduksi bising adalah angka rata-rata koefisien absorbsi material akustik pada frekuensi 250, 500, 1000, dan 2000 Hz. NRC diperlukan untuk menunjukkan seberapa jauh efisiensi bahan dalam mereduksi bunyi, dan ini dipakai sebagai angka standar internasional dalam menilai efisiensi kemampuan bahan dalam mereduksi bunyi. Nilai NRC dijadikan sebagai data dalam menilai kinerja akustik bahan dalam pemilihan dan perancangan bahan akustik ruang pada mesin atau bangunan secara keseluruhan. Misalnya : karpet memiliki sebagai berikut : a. pada frekuensi 250 = 0,20 b. pada frekuensi 500 = 0,35 c. pada frekuensi 1000 = 0,45 d. pada frekuensi 2000 = 0,55 Maka NRC karpet adalah : , , , , = , = 0,39 = 0, 40 2. Metode ruang dengung dengan Revebration Room. Dengan metode ini, pengukuran dibuat dengan memberikan sumber bunyi pada suatu ruangan hingga dataran bunyi mencapai tingkat uniform melalui suatu materi dalam sekitar satu detik. Sumber kemudian dimatikan dengan cepat dan tingkat tekanan bunyi yang ada diruangan diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan membaca slope pada kurva alat ukur. Waktu untuk Reveberation dan persamaan Sabin dapat ketahui dengan persamaan berikut [6, Hal 52]: Tr = A V 05 . s 2-26 Dimana : Tr = Waktu dengung V = Volume ruang m 3 A = Total absorbsi dalam ruang ditunjukan dalam satuan Sabin A = . S Sabin.m 2 = koefisien Absorbsi Sabin Metode ruang dengung ini menggunakan ruang kosong dengan waktu dengung yang panjang. Bahan penyerap bunyi contoh dipasang pada ruang kosong tersebut tersebut, sehingga dengan demikian akan mengurangi waktu dengung yang panjang tadi. Koefisien penyerapan bunyi bahan lalu dapat dihitung dari pengurangan waktu dengung ruang ketika kosong. Tabel 2.6 menunjukkan harga koefisien absorbsi bunyi dari beberapa material akustik dengan memberikan nilai NRC-nya. Tabel 2.6 Koefisien serapan bunyi dari beberapa material akustik Material Koefisien Absorbsi Bahan NRC 125 Hz 250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz 4000 Hz Lembaran sabut kelapa 10 mm 0,05 0,11 0,16 0,24 0,34 0,32 0,21 Lembaran sabut kelapa 20 mm 0,27 0,3 0,41 0,49 0,55 0,37 0,44 Lembaran sabut kelapa 30 mm 0,13 0,29 0,47 0,64 0,67 0,49 0,52 Lembaran sabut kelapa 50 mm 0,41 0,58 0,74 0,76 0,62 0,37 0,68 Lembaran sabut kelapa 70 mm 0,28 0,58 0,73 0,77 0,8 0,5 0,72 Papan gypsum standar 9 mm 0,12 0,08 0,06 0,02 0,04 0,03 0,05 Papan gypsum standar 12 mm 0,14 0,05 0,07 0,08 0,08 0,05 0,07 Papan gypsum akustik 9 mm 0,02 0,02 0,04 0,09 0,14 0,13 0,07 Gabungan Papan gypsum standar 9 mm + sabut 10 mm 0,23 0,18 0,14 0,06 0,05 0,03 0,11 Gabungan Papan gypsum akustik 9 mm + sabut 10 mm 0,08 0,29 0,25 0,18 0,22 0,1 0,24 Sumber : Riset Romi Hidayat, 2001. 3. Metode steady state Metode ini terdiri dari pengukuran tingkat tekanan bunyi dalam ruangan dalam keadaan steady, kemudian suatu daya bunyi diberikan pada ruangan tersebut. Sumber diletakkan tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat pada permukaan yang akan diukur. Sound level meter dilengkapi dengan satu atau 13 octave bandwith filter.

2.5 TRANSMISSION LOSS

Ketika gelombang bunyi yang merambat di udara mengenai atau menumbuk permukaan dinding, maka sebagian energi yang ada pada gelombang bunyi tersebut akan diteruskan dan sebagian lagi akan hilang karena energi gelombang bunyi tersebut dapat mengalami refleksi, difraksi, difusi maupun absorbsi dapat dilihat diskripsinya pada gambar 2.19. Energi gelombang bunyi yang diserap oleh penghalang sebagian akan diubah menjadi energi panas maupun bentuk energi lainnya. Bila sebagian energi gelombang bunyi diubah menjadi energi kinetik, maka akan terjadi getaran pada penghalang yang bersangkutan, dan hal ini akan menjadi sumber bunyi baru. Gambar 2.19 Diskripsi Reflection, Sound Absorbtion, dan Transmission Loss Sehingga dari gambar 2.19 tersebut dapat disimpulkan bahwa : Energi bunyi datang Ed = Energi bunyi keluar Et = R + A + TL dimana : R = Energi bunyi dipantulkan dB A = Energi bunyi diserap dB TL = Transmission Loss dB Selain nilai koefisien absorbsi bunyi, faktor yang dinilai pada karakteristik suatu bahan akustik adalah nilai Transmission Loss TL material akustik, yaitu kemampuan bahan untuk tidak meneruskan bunyi atau menginsulasi bunyi dari suatu ruang sumber bunyi ke ruang penerima di sebelahnya. Transmission Loss TL atau rugi transmisi bunyi menyatakan besarnya sebagian energi yang hilang karena gelombang bunyi melewati suatu penghalang Hemond, 1983 seperti ditunjukkan pada gambar 2.20 berikut. 85 dB 45 dB Gambar 2.20 Proses terjadinya Transmission Loss pada material akustik Pada gambar 2.20 terjadi pengurangan intensitas bunyi, pengurangan ini terjadi karena karakter material akustik merubah energi bunyi menjadi bentuk energi lainnya, apakah melalui proses konduksi, konveksi atau transmitansi. Dengan adanya proses perubahan tersebut, maka yang tersaring dan keluar menjadi energi bunyi lagi hanya sebagian saja. Proses inilah yang dimaksud dengan rugi tranmisi bunyi atau transmission loss TL. Untuk mengetahui berapa besar intensitas bunyi sebelum dan sesudah melalui partisi atau penghalang dapat dilakukan pengukuran dengan alat Sound Level Meter SLM, satuannya dalam decibel dB. Di dalam bangunan atau ruang mesin, kemungkinan TL dapat terjadi pada semua bahan pada elemen bangunan, misalnya bahan lantai bertingkat, dinding ruang eksterior maupun interior, bahan bukaan pintu dan jendela, maupun plafond. Untuk menghindari penyimpangan yang sangat menyesatkan dalam pengujian atau pengukuran untuk mengetahui harga rata-rata dari sound transmission loss tersebut, maka sebaiknya mengacu pada pengukuran standar yang telah ditetapkan. Pengukuran standar untuk mengetahui transmission loss sangat banyak, diantaranya adalah ASTM E-90, ASTM E-1050, ISO DIS 140-1, ISO 354 dan lainnya. Pengukuran dengan ASTM E-1050 adalah metode pengukuran dengan tabung impedansi untuk mendapatkan nilai transmission loss sebagaimana seperti gambar 2.21 berikut. Receiving tube Test Sample Gambar 2.21 Sound Transmission Loss Measurement System [15] Rugi transmisi ini berhubungan erat dengan reduksi bising noise reduction yang terjadi antara ruang sumber bunyi dengan ruang penerima bunyi. Reduksi bising merupakan selisih tingkat tekanan bunyi rata-rata dalam ruang sumber bunyi dengan tingkat tekanan bunyi rata-rata dalam ruang penerima. Secara matematis reduksi bising dinyatakan dalam persamaan berikut: NR = L 1 L 2 2.27 dimana : NR = Reduksi bising dB L 1 = Tingkat tekanan bunyi dalam ruang sumber bunyi dB L 2 = Tingkat tekanan bunyi dalam ruang penerima dB Sedangkan hubungan antara rugi transmisi TL dengan reduksi bising NR dinyatakan dalam persamaan 2.28 berikut: TL = NR + 10 log 2.28 dimana : TL = Transmission Loss dB NR = Noise Reduction dB S = Luas permukaan antara ruang sumber bunyi dengan ruang penerima m 2 A2 = Penyerapan total ruang penerima sabin.m 2 = S 1 . 1 + S 2 . 2 . . . + S n. n Ada suatu pengklasifikasian nilai transmission loss ke dalam standar tertentu, yaitu STC Sound Transmission Class. Semakin tinggi nilai STC suatu material maka semakin baik kemampuan kontruksi material tersebut dalam mereduksi kebisingan. Sound Transmission Class STC adalah bilangan tunggal yang digunakan untuk menilai suatu sistem akustik yaitu dengan menyatakan kemampuan mereduksi bising dari suatu kontruksi struktur material pada nilai frekuensi yang berbeda-beda. Penentuan nilai STC ini telah ditetapkan dalam suatu harga standar yang mengacu pada standar ASTM E-413 Classification for Rating Sound Insulation . Nilai STC suatu material ditentukan dengan membandingkan grafik TL pengukuran dengan kontur acuan standar STC yaitu dengan menggeser kontur STC secara vertikal relatif terhadap kurva TL hingga didapat posisi kontur STC paling tinggi yang dapat dicapai terhadap kurva TL dengan mengikuti ketentuan berikut: 1. Jumlah penyimpangan dibawah kontur STC tidak melebihi atau sama dengan 32 dB. 2. Penyimpangan maksimum pada tiap frekuensi percobaan tunggal tidak melebihi 8 dB. 3. Nilai STC dibaca pada frekuensi kontur STC 500 Hz. Penentuan nilai STC tersebut sebagaimana pada gambar grafik 2.22 standar kontur STC yang mengacu pada standar ASTM E-413 berikut ini. Gambar 2.22 Penentuan nilai sound transmission class dengan kurva TL tertentu Pada gambar grafik 2.22, kontur yang menunjukkan standar kontur STC adalah kurva yang berwarna hitam. Sedangkan kurva berwarna biru adalah plot dari STL sound transmission loss tertentu. Dari grafik tersebut maka diperoleh nilai STC-nya adalah 50. Kontur STC ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian frekuensi rendah 125 Hz 400 Hz dengan kenaikan TL sebesar 15 dB, bagian frekuensi menengah 400 Hz 1250 Hz dengan kenaikan TL sebesar 5 dB dan bagian frekuensi tinggi 1250 Hz tanpa kenaikan dan penurunan TL. Nilai sound transmission class sangat tergantung kepada keseluruhan sistem kontruksi yang dipakai oleh suatu bahan. Kemampuan penghalangan bunyi pada suatu dinding sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu massa dinding, kekakuan bahan dinding, redaman internal serta cara pemasangan dinding atau kontruksi dinding. Pada tabel 2.7 dan 2.8 menunjukkan nilai dari sound transmission loss dan nilai STC-nya dari beberapa jenis material akustik. Tabel 2.7 Nilai Transmission Loss dan STC dari material akustik Material Akustik Transmission Loss dB STC 250 Hz 500 Hz 1000 Hz 2000 Hz 4000 Hz Papan gypsum 9 mm, steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 25 33 27 31 37 31 Papan gypsum 12 mm, steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 31 34 30 38 41 35 Papan gypsum 9 mm, Insulasi sabut kelapa steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 33 35 32 37 40 35 Papan gypsum 12 mm, Insulasi sabut kelapa steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 39 40 35 41 48 41 Papan gypsum 9 mm, Insulasi sabut glasswool steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 34 36 33 40 42 37 Papan gypsum 9 mm, Insulasi glasswool dan sabut kelapa, steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 35 41 36 40 44 39 Papan gypsum 9 mm, Insulasi glasswool dan sabut kelapa 50 : 50 , steel chanel studs , Ketebalan konst: 60 mm 37 41 35 41 43 39 Sumber: Riset Romi Hidayat, 2001. Tabel 2.8 Nilai STC dari berbagai material akustik Sumber: Kinsler, 2000.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Sesuai dengan namanya, metodologi penelitian yang berarti tata cara yang lebih terperinci mengenai tahap-tahap melakukan penelitian, maka pada bab ini akan dipaparkan cara-cara mendapatkan nilai-nilai karakteristik properties akustik yang dilakukan dengan permodelan fisik hingga dilakukannya pegujian. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan nilai karakteristik akustik dari spesimen terutama nilai koefisien absorbsi , koefisien pantul R, nilai impedansi Z dan nilai transmission loss TL. Pengujian ini dibagi atas dua tahapan pengerjaan dengan menggunakan spesimen yang sama dengan metode impedance tube dan standarisasi yang berbeda, yaitu: 1. Pengujian Koefisien Absorbsi mengacu standar ASTM C-384 2. Pengujian Transmission Loss TL mengacu standar ASTM E-1050 Pengujian koefisien serapan bunyi dilakukan untuk mendapatkan hasil akhir nilai standar koefisien reduksi bunyinya atau noise reduction coefficient NRC. Dan pengujian transmission loss TL untuk mendapatkan nilai tunggal sound transmission class-nya STC yang mengacu pada standar ASTM E-413.

3.1 TEMPAT DAN WAKTU

Tempat pelaksanaan penelitian direncanakan di Laboratorium Pusat Riset Teknik Pengendalian Kebisingan Noise and Vibration, Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik USU Medan dan Laboratorium Fisika Dasar Fakultas MIPA USU. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Impedance Tube dengan melengkapi alat penunjang lainnya di Laboratorium dengan menguji serat batang kelapa sawit dengan resin polyurethane untuk mengetahui karakteristik akustik propertisnya. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan sejak tanggal pengesahan sampai dinyatakan selesai, yang direncanakan berlangsung selama  5 bulan yaitu pada bulan desember 2009 sampai dengan april 2010.

3.2 PEMBUATAN SPESIMEN

3.2.3 Peralatan dan Bahan Spesimen

Dalam pembuatan spesimen ini, kita harus telah mempersiapkan peralatan dan bahan yang menunjang jalannya penelitian ini agar didapat hasil yang diinginkan. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berskala laboratorium untuk mengetahui nilai karakteristik akustik dari campuran serat batang kelapa sawit dengan polyurethane. Adapun bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2. Tabel 3.1 Bahan yang digunakan dalam pembuatan specimen NO BAHAN KETERANGAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. Batang Kelapa Sawit Blowing Agent Polyurethane Katalis Kaca 5 mm Wax Isolasi bening Diambil pada bagian inti batang kelapa sawit seratnya Berfungsi sebagai bahan pecampur resin agar matrik polimer bergelembung dan mengikat serat. Berfungsi untuk mempercepat pengeringan polimer Berfungsi untuk membuat cetakan spesimen Berfungsi untuk mempermudah pelepasan spesimen dari cetakan Berfungsi sebagai perekat umtuk menggabungkan kaca cetakan Tabel 3.2 Peralatan yang di gunakan dalam pembuatan spesimen NO ALAT KETERANGAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Gergaji Mistar Timbangan Kuas Amplas Mangkok Sendok Gelas ukur Pisau 5 Berfungsi untuk memotong batang kelapa sawit Berfungsi untuk mengukur dimensi alat dan bahan Berfungsi untuk mengukur berat serat batang kelapa sawit dan polimer polyurethane Berfungsi untuk mengoleskan polimer pada perakitan lembaran komposit Berfungsi untuk menghaluskan permukaan cetakan dan permukaan komposit serat batang kelapa sawit Berfungsi sebagai tempat adonan polimer Berfungsi sebagai pengaduk Berfungsi untuk mengukur campuran perbandingan polimer Berfungsi untuk mengirismemotong bagian-bagian serat batang sawit dengan merata.

3.2.2. Pembuatan Spesimen

Pembuatan spesimen ini dilakukan dengan mencampur serat batang kelapa sawit dan resin polyurethane dengan perbandingan berat 1:3 dengan ketebalan 20 mm, 30 mm, 40 mm, dan 50 mm. Spesimen komposit ini dibuat dengan menggunakan Standar Metode Pengukuran ASTM C384. Tabel 3.3 menunjukkan informasi propertis mengenai kelapa sawit. Tabel 3.3 Karakteristik sifat fisik dan mekanis batang kelapa sawit Bagian Kerapatan gcm 3 Jumlah serat per cm 2 Tegangan patah kgcm 2 Modulus elastisitas kgcm 2 Kulit 0,53 67 217 15685 Tengah 0,42 52 194 9473 Inti 0,39 39 127 780

Dokumen yang terkait

Kajian Eksperimental Pengukuran Transmission Loss dari Paduan Aluminium-Magnesium Menggunakan Metode Impedance Tube

0 35 143

Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong Sawit (TKS) SEBAGAI Campuran Media Tumbuh Dan Pemberian Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Mindi (Melia azedarach L.)

2 25 76

Penyelidikan Karakteristik Akustik (Acoustical Properties) Material Komposit Polimer Yang Terbuat Dari Serat Batang Kelapa Sawit Menggunakan Variabel Komposisi Dan Ketebalan

10 96 132

Kajian Koefisien Absorpsi Bunyi Dari Material Komposit Serat Gergajian Batang Sawit Dan Gypsum Sebagai Material Penyerap Suara Menggunakan Metode Impedance Tube

5 92 107

Kualitas Serat dari Limbah Batang Kelapa Sawit Sebagai Bahan Baku Papan Serat

4 62 61

PENGUJIAN SIFAT FISIS PAPAN DARI CAMPURAN LIMBAH SERAT BATANG KELAPA SAWIT DAN SERBUK KAYU INDUSTRI DENGAN PEREKAT POLIESTER.

0 4 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Gelombang dan Bunyi - Kajian Eksperimental Pengukuran Transmission Loss dari Paduan Aluminium-Magnesium Menggunakan Metode Impedance Tube

0 0 44

KAJIAN EKSPERIMENTAL PENGUKURAN TRANSMISSION LOSS DARI PADUAN ALUMINIUM-MAGNESIUM MENGGUNAKAN METODE IMPEDANCE TUBE SKRIPSI

0 0 21

Sintesis Dan Karakterisasi Komposit Polyurethane Berpenguat Nanocellulose Dari Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Bahan Akustik - ITS Repository

0 0 132

Studi Bahan Akustik dan Insulasi Termal Poliester Berpenguat Nanoselulosa dari Serat Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Metode Penuangan (Casting) - ITS Repository

1 6 151