Gambar 3.21 Diagram alir pelaksanaan riset
Pemeriksaan peralatan : Impedance Tube ASTM C384
Impedance Tube ASTM E1050 Penelusuran Literatur
Selesai Mulai
Pengujian Eksperimen : - Amplitudo sinusoidal
- Intensitas Bunyi Pemasukan data
Frekuensi Hz dan Ketebalan mm
Pembuatan spesimen: - Pembuatan cetakan
- Proses pelapisan polimer
Pengolahan data hasil Pengujian : - Grafik serapan bunyi
- Grafik Transmission Loss
Kesimpulan =
A1 A2
A2 A1
2 4
Analisa Data
Pemasukan data Sound pressure level dB
dan Ketebalan mm
TL = NR + 10 log
2
A S
Berhasil Tidak Berhasil
BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN
4.1 DATA PENGUJIAN KOEFISIEN ABSORBSI
Secara teoritik nilai koefisien absorbsi dari suatu material dapat ditentukan dengan tiga metode standart yaitu:
1. Metode Tabung Impedansi Resonator 2. Metode ruang dengung dengan Revebration Room
3. Metode steady state
Akan tetapi disini akan digunakan Metode Tabung Impedansi resonator persamaan 2-25, sehingga nilai koefisien absorbsi material komposit dari
campuran serat batang kelapa sawit yang dicampur polyurethane secara teoritik adalah :
=
A2A1 A2
A1 2
4
Untuk mengetahui besar koefisien absorbsi langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan batas frekuensi yang akan diuji pada spesimen
dengan persamaan 2-23 yang terdapat pada Bab 2 yang tertulis :
h
f d 20000
cm
Hz d
f
h
20000
diketahui diameter dalam tabung adalah 89 mm atau 8,9 cm, maka :
9 ,8
20000
h
f Hz
h
f
=
2247,191 Hz
Karena frekuensi maksimum yang dapat diterima tabung adalah 2247 Hz maka frekuensi yang akan digunakan pada riset ini adalah 250 Hz, 500 Hz, 750
Hz, 1000 Hz, 1500 Hz, dan 2000 Hz. Setelah menentukan frekuensi maka selanjutnya spesimen dapat langsung diuji dan dapat langsung diambil data,
berikut adalah gambar hasil gelombang bunyi yang didapat dari osilloscope saat pengujian dilakukan.
4.1.1 Spesimen Dengan Tebal 20 mm
Gambar 4.1 berikut adalah gambar hasil gelombang bunyi yang ditunjukkan oleh oscilloscope setelah dilakukan kalibrasi pada ketebalan spesimen
20 mm.
a b
c d
e f
Gambar 4.1 a. Frekuensi 250 Hz b. Frekuensi 500 Hz c. Frekuensi 750 Hz
d. Frekuensi 1000 Hz e. Frekuensi 1500 Hz f. Frekuensi 2000 Hz
Sebelum diambil data material uji, perlu dilakukan kalibrasi alat agar dalam pengambilan data nantinya mendapatkan validasi akurasi yang tinggi.
Untuk melakukan kalibrasi alat ini perlu diambil material yang mempunyai nilai koefisien absorbsi standar pada data yang ada sebelumnya. Dalam riset ini,
material kalibrasi yang digunakan adalah Polyurethane Foam dengan tebal 50 mm sedangkan nilai absorbsinya pada frekuensi 250 Hz dengan = 0,250, frekuensi
500 Hz dengan = 0,570, frekuensi 1000 Hz dengan = 0,820 dan frekuensi 2000 Hz dengan = 0,860.
Untuk mendapatkan nilai A1 dan A2 kita dapat mengukurnya dengan skala yang terdapat pada gambar gelombang yang terdapat pada osilloscope yang telah
dikalibrasi. Karena kalibrasi untuk frekuensi 250 Hz adalah 0,25 maka kita masukkan data dari gelombang untuk mendapatkan nilai yang mendekati nilai
kalibrasi pada persamaan :
=
A2A1 A2
A1 2
4
=
0,253,35 3,350,25
2 4
=
0,258487654
Setelah mendapatkan nilai yang mendekati nilai kalibrasi kemudian ditetapkan nilai polyurethane tersebut yaitu 0,25 untuk frekuensi 250 Hz sebagai base line
diukur dari gelombang terendah pada gelombang bunyi polyurethane yang terbentuk dari data osilloscope. Selanjutnya kita dapat mulai menghitung nilai A1
dan A2 dari base line tersebut untuk frekuensi 250 Hz tebal spesimen 20 mm pada gambar grafik 4.2.
Gambar 4.2 Bentuk gelombang untuk frekuensi 250 Hz dengan base line
untuk mencari A1 dan A2 Sehingga dari gambar 4.2 didapat nilai A1 dan A2 pada ketebalan
spesimen 20 mm untuk frekuensi 250 Hz adalah 3,3 dan 0,2. Maka dapat ditabelkan hasil dari nilai A1 dan A2 untuk frekuensi selanjutnya dengan cara
yang sama pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Data untuk tebal spesimen 20 mm
FrekuensiHz A1
A2 250
3,30 0,20
500 4,50
1,05 750
5,90 2,15
1000 5,60
2,40 1500
5,85 2,90
2000 13,8
6,60 Base Line
A1 A2
Dari gambar 4.1 terlihat bahwa bentuk gelombang untuk tingkat frekuensi yang bervariasi dihasilkan amplitudo yang berbeda, terlihat dari frekuensi yang
berpengaruh terhadap A1 dengan amplitudo paling besar pada frekuensi 2000 Hz dan terendah 250 Hz sedangkan untuk A2 amplitudo yang paling besar pada
frekuensi 2000 Hz dan terendah 250 Hz.
4.1.2 Spesimen Dengan Tebal 30 mm
Data hasil gelombang bunyi yang ditunjukkan oleh oscilloscope saat pengujian berlangsung dengan ketebalan spesimen 30 mm, setelah kalibrasi
dilakukan dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut.
a b
c d
e f
Gambar 4.3 a. Frekuensi 250 Hz b. Frekuensi 500 Hz c. Frekuensi 750 Hz
d. Frekuensi 1000 Hz e. Frekuensi 1500 Hz f. Frekuensi 2000 Hz
Sehingga untuk mendapatkan nilai A1 dan A2 kita dapat menghitungnya dengan membaca gambar grafik 4.3 dengan cara yang sama seperti pada ketebalan
spesimen 20 mm. Maka dapat ditabelkan hasil perhitungannya pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Data untuk tebal spesimen 30 mm
FrekuensiHz A1
A2 250
3,35 0,20
500 4,55
1,00 750
5,95 2,10
1000 6,10
2,00 1500
5,80 2,80
2000 14,4
5,80 Dari gambar 4.3 di atas terlihat bahwa bentuk gelombang untuk tingkat frekuensi
yang bervariasi dengan ketebalan spesimen yang sama dihasilkan amplitudo yang berbeda, terlihat dari frekuensi yang berpengaruh terhadap A1 dengan amplitudo
paling besar pada frekuensi 2000 Hz dan terendah 250 Hz sedangkan untuk A2 amplitudo yang paling besar pada frekuensi 2000 Hz dan terendah 250 Hz.
4.1.3 Specimen Dengan Tebal 40 mm
Data hasil gelombang bunyi yang ditunjukkan oleh oscilloscope saat pengujian berlangsung dengan ketebalan spesimen 40 mm, setelah kalibrasi
dilakukan adalah hasilnya seperti terlihat pada gambar 4.4 berikut.
a b
.
c d