3.3 PENGUJIAN KOEFISIEN SERAPAN BUNYI
Pegujian ini menggunakan Oscilloscope untuk mendapatkan nilai amplitudo dan frekuensi absorbsi yang selanjutnya menganalisa koefisien absorbsi
bunyinya dengan membaca gelombang bunyi yang muncul pada layar Oscilloscope. Setelah diketahui nilai koefisien absorbsinya kemudian kita dapat
mengetahui nilai koefisien pantul dan nilai impedansinya. Pengujian ini menggunakan metode impedance tube dengan rekomendasi standar ASTM C-384.
Dengan didapatnya nilai koefisien serap bunyi kita dapat menentukan koefisien reduksi bunyinya NRC pada setiap ketebalan spesimen, yang kemudian
dijadikan nilai standar untuk koefisien serap bunyi material tersebut sehingga kita dapat mengetahui ketebalan yang paling baik untuk dijadikan material akustik
tanpa melihat rentang frekuensinya.
3.3.1 Set Up Peralatan Pengujian Koefisien Absorbsi
Secara eksperimental, pengujian dan pengambilan data untuk mendapatkan koefisien serap bunyi dari spesimen ini dilakukan dengan
menggunakan tabung impedansi mengacu pada standar ASTM C-384. Set up pengujian ini dapat dilihat pada gambar 3.10, dimana diameter dalam tabung
impedance tube ditentukan melalui :
h
f d 20000
cm
dimana : d = diameter dalam tabung
f
h
= frekuensi tertinggi pengukuran
Gambar 3.9 Skema alat uji koefisien absorbsi
Gambar 3.10 Set Up Peralatan Pengujian Koefisien absorbsi
3. Impedance Tube
1. Function Generator 2. Amplifier 250 watt
4. Oscilloscope Ke Speaker
Bunyi yang ditangkap mic pada tabung diteruskan ke
amplifier.
Bunyi diteruskan ke Oscilloscope
Frekuensi ditampilkan pada Oscilloscope
Gambar 3.11 Sistem pengukuran koefisien absorbsi mengacu standar ASTM C-384
Peralatan pengujian yang digunakan adalah sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3.5 berikut.
Tabel 3.5 Peralatan pengujian koefisien absorbsi
NO ALAT
SPESIFIKASI Fungsi
1.
2.
3.
4.
5.
6. Oscilloscope
Function Generator
Impedance Tube
Speaker
Microphone
Amplifier 5
ATTEN Instrument Type ADS2202CA DIGITAL STORAGE OSILOSCOPE
kapasitas 200 MHz made in China.
Type GW Instek GFG-8216A Kapasitas 1 MHz Made In Malaysia
Pipa paralon merk Maspion diameter 89 mm, tebal 5 mm dan panjang 500 mm.
Berkapasitas 20 Watt, 8 ohm.
Merk Professional Wired Condenser Microphone Type Condenser dengan
kapasitas frekuensi respon 50 Hz 18 KHz
250 Watt Stereo Merk Piwie Type AV-299 Mendapatkan bentuk
Gelombang bunyi.
Mengatur Frekuensi suara yang dikeluarkan atau
sebagai sumber bunyi.
Sebagai Alat Uji untuk tempat spesimen dan
mendapatkan suara yang diserap.
Mengeluarkan Suara yang diatur pada Function
Generator.
Untuk Menyerap Suara atau sebagai penerima
bunyi.
Untuk meningkatkan sinyal frekuensi suara dari
microphone.
Prosedur Pengujian koefisien absorbsi : 1. Siapkan Impedance Tube dalam keadaan kosong.
2. Hubungkan kabel pembangkit Function Generator ke kabel amplifier
pembangkit frekuensi. 3. Hubungkan kabel mic ke Amplifier 250 Watt dan dari output Amplifier ke
Oscilloscope pada chanel 1. 5. Hidupkan Oscilloscope dan lihat gelombang pada monitor, atur posisi
gelombang sehingga garis gelombang sempurna tidak miring dengan dengan garis layar pengukuran di monitor.
4. Hidupkan Function Generator dan atur potensiometer frekuensi yang diinginkan yaitu pada frekuensi 250, 500, 750, 1000, 1500, dan 2000 Hz.
5. Lihat perubahan gelombang di monitor Oscilloscope.
Gambar 3.12 Bentuk gelombang sebelum diletakkan spesimen
6. Masukkan spesimen ke dalam tabung kemudian atur frekuensi yang telah ditentukan tersebut dan mulai pengujian pada frekuensi 250 Hz sampai 2000
Hz pada masing-masing ketebalan spesimen yang telah dibuat.
7. Ambil data dari grafik sinus yang keluar pada oscilloscope. 8. Kemudian masukkan data tersebut kedalam persamaan untuk mencari
koefesien absorbsi, koefesien pantul dan normal impedansinya dengan : a. Koefisien absorbsi
=
A1 A2
A2 A1
2 4
untuk mendapatkan A1 dimulai dengan mengukur tinggi maksimum gelombang dari base line-nya sedangkan untuk mendapatkan A2 diukur
dari base line ke tinggi minimum gelombang yang terjadi.
Gambar 3.13 Gambar untuk mendapatkan A1 dan A2
b. Nilai koefisien pantul R = 1-
c. Normal impedansi
9. Masukkan data tersebut ke dalam tabel dan diplot ke dalam bentuk grafik agar dapat melihat perbandingan koefisien absorbsi yang ditimbulkan dari
perbandingan frekuensi dan ketebalan material.
A1 A2
3.3.2 Teknik Pengukuran dan Analisa Data Pengujian Koefisien Absorbsi
Pengukuran gelombang dilakukan dengan melihat tampilan bentuk gelombang pantul dan datang pada monitor Oscilloscope. Puncak gelombang
tertinggi adalah Vmax dan gelombang terendah adalah Vmin. Frekuensi yang diamati disesuaikan dengan ukuran diameter dari impedance tube. Semakin besar
diameter impedance tube yang digunakan maka frekuensi maksimum yang dapat diukur semakin kecil.
Hasil analisa data dari spesimen dibuat dalam bentuk tabel 3.6, agar terlihat hubungan antara variabel sehingga memudahkan dalam proses
selanjutnya. Variabel Bebas VB :
1. Perbandingan berat serat batang kelapa sawit dengan resin polyurethane 1:3 2. Ketebalan 20 mm, 30 mm, 40 mm dan 50 mm
3. Frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 750 Hz, 1000 Hz, 1500 Hz dan 2000 Hz
Variabel Terikat VT : 1. Koefisien pantul bunyi R
2. Koefisien serap bunyi 3. Normal Impedansi Z
4. Noise reduction coefficient NRC
Tabel 3.6 Data Pengamatan Koefisien Absorbsi Tebal
Material
VT
Perbandingan Berat Serat Sawit dengan Resin Polyurethane NRC
1:03 Frekuensi Hz
250 500
750 1000
1500 2000
20 mm R
Z 30 mm
R Z
40 mm R
Z 50 mm
R Z
3.4 PENGUJIAN TRANSMISSION LOSS
Pegujian ini menggunakan Sound Level Meter SLM untuk mendapatkan nilai tingkat tekanan bunyi dalam decibel dB pada ruang sumber bunyi dan
ruang penerima bunyi, yang selanjutnya menganalisa rugi transmisi bunyi TL dengan membaca data decibel yang terdapat pada alat ukur tersebut. Pengujian ini
menggunakan metode tabung impedansi dengan rekomendasi pada standar ASTM E-1050. Dengan didapatnya nilai sound transmission loss kita dapat
menganalisa nilai sound transmission class STC, yang merupakan pengklasifikasian nilai tunggal dari nilai transmission loss-nya untuk setiap
ketebalan spesimen yang mengacu pada standar ASTM E-413. Nilai STC ini sangat penting dalam keseluruhan sistem kontruksi, jika semakin besar nilai STC-
nya, maka semakin baik kemampuan material tersebut untuk tidak meneruskan bunyi ke bidang sebelahnya.
3.4.1 Set Up Peralatan Pengujian Transmission Loss
Pengujian Transmission Loss TL ini dilakukan dengan alat tabung impedansi yang berbeda dari pengujian koefisien absorbsi. Pengukuran dan
pengambilan data transmission loss mengacu pada standar ASTM E-1050. Set up uji eksperimental ini dapat dilihat pada gambar 3.15 berikut.
Gambar 3.14 Skematik Alat Uji Transmission Loss
Amplifier
Komputer
Software Function Generator
Sound Level Meter Speaker
Specimen
Gambar Skematik Pengujian Transmission Loss
Gambar 3.15 Set Up Peralatan Pengujian Transmission Loss
2. Amplifier 100 watt
1. Komputer 4. Sound Level Meter
3. Impedance Tube mengacu Standar ASTM E-1050 Ke Speaker
Bunyi dari komputer diatur frekuensinya pada aplikasi
function generator dan diteruskan ke amplifier.
Bunyi dikuatkan sinyalnyan pada
amplifier. Lalu menuju speaker dalam tabung.
Intesitas bunyi akan dibaca pada SLM dalam ruang sumber
dan penerima bunyi diantara spesimen dalam tabung
impedansi.
Gambar 3.16 Sistem pengukuran pada pengujian transmission loss mengacu standar ASTM E-1050
Peralatan pengujian untuk Transmission loss ini adalah sebagaimana tabel 3.7 :
Tabel 3.7 Peralatan Pengujian Transmission Loss
NO ALAT
SPESIFIKASI Fungsi
1.
2.
3.
4.
5. Sound Level
Meter SLM
Software Function
Generator
Impedance Tube
Speaker
Amplifier 5
KRISBOW Instrument Type KW02301RA Pembobotan A dan C Lo 35 dB 100
dB dan Hi 65 dB 130 dB, Made in China.
Aplikasi Uniscope Signal Generator Version 2.0.
Pipa paralon merk Maspion diameter 89 mm, tebal 5 mm dan panjang 860 mm
Berkapasitas 50 Watt, 8 ohm.
Kapasitas frekuensi respon 8 16
100 Watt Stereo Merk Seico Type AV-299 Mendapatkan data
tingkat tekanan bunyi dB
Sebagai sumber bunyi dan untuk pengaturan
frekuensi suara.
Sebagai ruang uji, Untuk tempat pengujian
spesimen.
Sebagai pengeras suara dari amplifier.
Untuk meningkatkan
sinyal frekuensi suara dari function generator.
Prosedur Pengujian Transmission Loss : 1. Siapkan semua peralatan uji dengan diatur sesuai gambar set up peralatan
pengujian untuk Transmission Loss . 2. Masukkan spesimen uji dalam tabung impedansi, yaitu ditengah ruang uji
dengan posisi tegak lurus terhadap arah ruang tabung. 3. Pengukuran dilakukan pada frekuensi 250, 500, 750, 1000, 1500, dan 2000 Hz
untuk setiap tebal spesimen yang telah dibuat.
4. Masukkan mikroponsensor SLM pada lubang pertama ruang sumber bunyi yang telah ditentukan pada tabung impedansi, lalu letakkan dan aktifkan SLM-
nya seperti pada gambar 3.17.
Gambar 3.17 Posisi SLM diletakkan pada lubang ruang sumber bunyi
5. Software Function generator lalu diaktifkan pada komputer dengan mengatur frekuensi yang telah ditentukan dengan menyesuaikan dulu pada amplifier
dalam waktu yang singkat.
6. Pengukuran dimulai dari frekuensi rendah yaitu 250 Hz dengan menentukan
terlebih dahulu pembacaan angka decibel-nya pada High dBA dengan menekan tombol menu pada SLM.
Gambar 3.18 Data decibel Sound Level Meter sebelum diletakkan spesimen
7. Lakukan pembacaan data tingkat tekanan bunyi pada alat ukur SLM sampai
angka dB-nya berhenti tidak berubah lagi dan catat pada kolom L
1
dalam tabel
3.8 data pengujian Transmission Loss, lalu lakukan berulang-ulang untuk mendapatkan data yang valid.
8. Kemudian pindahkan SLM tersebut pada lubang kedua ruang sumber bunyi yang telah ditentukan dan tutup lubang pertama dengan penutupnya seperti
ditunjukkan pada gambar 3.19. Lalu lakukan prosedur nomor 6 dan 7, tapi data dicatat pada kolom L
2
dalam tabel 3.8 berikut.
Gambar 3.19 Posisi SLM diletakkan pada lubang ruang penerima bunyi
Tabel 3.8 Data Pengujian Transmission Loss
Frekuensi Tingkat Tekanan Bunyi dari Setiap Ketebalan Spesimen
20 mm 30 mm
40 mm 50 mm
L
1
dB L
2
dB NR
dB L
1
dB L
2
dB NR
dB L
1
dB L
2
dB NR
dB L
1
dB L
2
dB NR
dB 250 Hz
500 Hz 750 Hz
1000 Hz 1500 Hz
2000 Hz
Dimana : L
1
= tingkat tekanan bunyi dalam ruang sumber bunyi dB L
2
= tingkat tekanan bunyi dalam ruang penerima dB NR = reduksi bising dB
= L
1
L
2
9. Lakukan prosedur di atas secara berulang untuk masing-masing frekuensi pada setiap ketebalan spesimen.
10. Kemudian masukkan data yang diperoleh kedalam persamaan berikut untuk mendapatkan nilai Transmission Loss-nya:
TL = NR + 10 log dimana : NR = L
1
L
2
dB S = luas permukaan spesimen m
2
= . r
2
= 40,5 mm
2
= 5150,385 mm
2
A
2
= penyerapan total ruang penerima sabin.m
2
11. Setelah pada analisa TL diperoleh, masukkan ke dalam bentuk tabel dan plot grafik TL-nya pada setiap ketebalan spesimen.
12. Cari nilai Sound transmission Class STC dengan memasukkan kurva standar STC pada grafik TL yang telah diplot untuk setiap ketebalan spesimen,
dengan ketentuan pada tinjauan pustaka halaman 51, nilai STC dibaca pada frekuensi 500 Hz, maka akan didapat nilai STC spesimen.
Gambar 3.20 Grafik kontur STC untuk penentuan nilai STC-nya
3.4.2 Teknik Pengukuran dan Analisa Data Pengujian Transmission Loss
Pengukuran tingkat tekanan bunyi dilakukan untuk mendapatkan karakteristik transmission loss dari material uji dengan membaca angka yang
telihat pada sound lever meter dan kemudian menganalisanya.
Hasil analisa data akan ditampilkan dalam bentuk tabel 3.9 berikut agar kita dapat membandingkan ketebalan yang paling baik untuk dibuat material
akustik. Untuk lebih memudahkan pengolahan data maka kita akan tentukan variabel-variabel dalam pengujian transmission loss ini yaitu sebagaimana
berikut. Variabel Bebas VB :
1. Perbandingan berat serat batang sawit dengan resin polyurethane 1: 3 2. Ketebalan spesimen 20 mm, 30 mm, 40 mm, dan 50 mm
3. Frekuensi pengujian 250 Hz, 500 Hz, 750 Hz, 1000 Hz, dan 3000 Hz
Variabel Terikat VT : 1. Sound Transmission Loss TL dB
2. Sound Transmission Class STC
Bentuk tabel data pengamatan dari analisa hasil pengujian Transmisson Loss adalah sebagaimana ditunjukkan pada gambar berikut.
Tabel 3.9 Data Pengamatan Transmission Loss
Tebal Spesimen
TRANSMISSION LOSS TL dB STC
Frekuensi Hz 250
500 750
1000 1500
2000 20 mm
30 mm 40 mm
50 mm
3.5 FLOW CHART
Untuk memudahkan pelaksanaan riset serta sistematis dalam monitoring
dan evaluasi, maka dibuat flow chart seperti berikut ini :
Gambar 3.21 Diagram alir pelaksanaan riset
Pemeriksaan peralatan : Impedance Tube ASTM C384
Impedance Tube ASTM E1050 Penelusuran Literatur
Selesai Mulai
Pengujian Eksperimen : - Amplitudo sinusoidal
- Intensitas Bunyi Pemasukan data
Frekuensi Hz dan Ketebalan mm
Pembuatan spesimen: - Pembuatan cetakan
- Proses pelapisan polimer
Pengolahan data hasil Pengujian : - Grafik serapan bunyi
- Grafik Transmission Loss
Kesimpulan =
A1 A2
A2 A1
2 4
Analisa Data
Pemasukan data Sound pressure level dB
dan Ketebalan mm
TL = NR + 10 log
2
A S
Berhasil Tidak Berhasil
BAB IV HASIL DAN ANALISA PENGUJIAN
4.1 DATA PENGUJIAN KOEFISIEN ABSORBSI
Secara teoritik nilai koefisien absorbsi dari suatu material dapat ditentukan dengan tiga metode standart yaitu:
1. Metode Tabung Impedansi Resonator 2. Metode ruang dengung dengan Revebration Room
3. Metode steady state
Akan tetapi disini akan digunakan Metode Tabung Impedansi resonator persamaan 2-25, sehingga nilai koefisien absorbsi material komposit dari
campuran serat batang kelapa sawit yang dicampur polyurethane secara teoritik adalah :
=
A2A1 A2
A1 2
4
Untuk mengetahui besar koefisien absorbsi langkah pertama yang harus dilakukan adalah menentukan batas frekuensi yang akan diuji pada spesimen
dengan persamaan 2-23 yang terdapat pada Bab 2 yang tertulis :
h
f d 20000
cm
Hz d
f
h
20000
diketahui diameter dalam tabung adalah 89 mm atau 8,9 cm, maka :
9 ,8
20000
h
f Hz
h
f
=
2247,191 Hz
Karena frekuensi maksimum yang dapat diterima tabung adalah 2247 Hz maka frekuensi yang akan digunakan pada riset ini adalah 250 Hz, 500 Hz, 750
Hz, 1000 Hz, 1500 Hz, dan 2000 Hz. Setelah menentukan frekuensi maka selanjutnya spesimen dapat langsung diuji dan dapat langsung diambil data,
berikut adalah gambar hasil gelombang bunyi yang didapat dari osilloscope saat pengujian dilakukan.
4.1.1 Spesimen Dengan Tebal 20 mm
Gambar 4.1 berikut adalah gambar hasil gelombang bunyi yang ditunjukkan oleh oscilloscope setelah dilakukan kalibrasi pada ketebalan spesimen
20 mm.
a b
c d
e f
Gambar 4.1 a. Frekuensi 250 Hz b. Frekuensi 500 Hz c. Frekuensi 750 Hz
d. Frekuensi 1000 Hz e. Frekuensi 1500 Hz f. Frekuensi 2000 Hz
Sebelum diambil data material uji, perlu dilakukan kalibrasi alat agar dalam pengambilan data nantinya mendapatkan validasi akurasi yang tinggi.
Untuk melakukan kalibrasi alat ini perlu diambil material yang mempunyai nilai koefisien absorbsi standar pada data yang ada sebelumnya. Dalam riset ini,
material kalibrasi yang digunakan adalah Polyurethane Foam dengan tebal 50 mm sedangkan nilai absorbsinya pada frekuensi 250 Hz dengan = 0,250, frekuensi
500 Hz dengan = 0,570, frekuensi 1000 Hz dengan = 0,820 dan frekuensi 2000 Hz dengan = 0,860.
Untuk mendapatkan nilai A1 dan A2 kita dapat mengukurnya dengan skala yang terdapat pada gambar gelombang yang terdapat pada osilloscope yang telah
dikalibrasi. Karena kalibrasi untuk frekuensi 250 Hz adalah 0,25 maka kita masukkan data dari gelombang untuk mendapatkan nilai yang mendekati nilai
kalibrasi pada persamaan :
=
A2A1 A2
A1 2
4
=
0,253,35 3,350,25
2 4
=
0,258487654
Setelah mendapatkan nilai yang mendekati nilai kalibrasi kemudian ditetapkan nilai polyurethane tersebut yaitu 0,25 untuk frekuensi 250 Hz sebagai base line
diukur dari gelombang terendah pada gelombang bunyi polyurethane yang terbentuk dari data osilloscope. Selanjutnya kita dapat mulai menghitung nilai A1
dan A2 dari base line tersebut untuk frekuensi 250 Hz tebal spesimen 20 mm pada gambar grafik 4.2.
Gambar 4.2 Bentuk gelombang untuk frekuensi 250 Hz dengan base line
untuk mencari A1 dan A2 Sehingga dari gambar 4.2 didapat nilai A1 dan A2 pada ketebalan
spesimen 20 mm untuk frekuensi 250 Hz adalah 3,3 dan 0,2. Maka dapat ditabelkan hasil dari nilai A1 dan A2 untuk frekuensi selanjutnya dengan cara
yang sama pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1 Data untuk tebal spesimen 20 mm
FrekuensiHz A1
A2 250
3,30 0,20
500 4,50
1,05 750
5,90 2,15
1000 5,60
2,40 1500
5,85 2,90
2000 13,8
6,60 Base Line
A1 A2
Dari gambar 4.1 terlihat bahwa bentuk gelombang untuk tingkat frekuensi yang bervariasi dihasilkan amplitudo yang berbeda, terlihat dari frekuensi yang
berpengaruh terhadap A1 dengan amplitudo paling besar pada frekuensi 2000 Hz dan terendah 250 Hz sedangkan untuk A2 amplitudo yang paling besar pada
frekuensi 2000 Hz dan terendah 250 Hz.
4.1.2 Spesimen Dengan Tebal 30 mm
Data hasil gelombang bunyi yang ditunjukkan oleh oscilloscope saat pengujian berlangsung dengan ketebalan spesimen 30 mm, setelah kalibrasi
dilakukan dapat dilihat pada gambar 4.3 berikut.
a b
c d
e f
Gambar 4.3 a. Frekuensi 250 Hz b. Frekuensi 500 Hz c. Frekuensi 750 Hz
d. Frekuensi 1000 Hz e. Frekuensi 1500 Hz f. Frekuensi 2000 Hz
Sehingga untuk mendapatkan nilai A1 dan A2 kita dapat menghitungnya dengan membaca gambar grafik 4.3 dengan cara yang sama seperti pada ketebalan
spesimen 20 mm. Maka dapat ditabelkan hasil perhitungannya pada tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2 Data untuk tebal spesimen 30 mm
FrekuensiHz A1
A2 250
3,35 0,20
500 4,55
1,00 750
5,95 2,10
1000 6,10
2,00 1500
5,80 2,80
2000 14,4
5,80 Dari gambar 4.3 di atas terlihat bahwa bentuk gelombang untuk tingkat frekuensi
yang bervariasi dengan ketebalan spesimen yang sama dihasilkan amplitudo yang berbeda, terlihat dari frekuensi yang berpengaruh terhadap A1 dengan amplitudo
paling besar pada frekuensi 2000 Hz dan terendah 250 Hz sedangkan untuk A2 amplitudo yang paling besar pada frekuensi 2000 Hz dan terendah 250 Hz.
4.1.3 Specimen Dengan Tebal 40 mm
Data hasil gelombang bunyi yang ditunjukkan oleh oscilloscope saat pengujian berlangsung dengan ketebalan spesimen 40 mm, setelah kalibrasi
dilakukan adalah hasilnya seperti terlihat pada gambar 4.4 berikut.
a b
.
c d
e f
Gambar 4.4 a. Frekuensi 250 Hz b. Frekuensi 500 Hz c. Frekuensi 750 Hz
d. Frekuensi 1000 Hz e. Frekuensi 1500 Hz f. Frekuensi 2000 Hz Sehingga untuk mendapatkan nilai A1 dan A2 kita dapat menghitungnya
dengan membaca gambar grafik 4.4 di atas dengan cara yang sama seperti pada ketebalan spesimen 20 mm. Maka dapat ditabelkan hasil perhitungannya pada
tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Data untuk tebal spesimen 40 mm
FrekuensiHz A1
A2 250
3,30 0,20
500 4,60
1,00 750
5,80 2,20
1000 5,90
2,05 1500
5,75 2,95
2000 14,1
6,10 Dari gambar 4.4 di atas terlihat bahwa bentuk gelombang untuk tingkat frekuensi
yang bervariasi dengan ketebalan spesimen yang sama yaitu 40 mm dihasilkan amplitudo yang berbeda, terlihat dari frekuensi yang berpengaruh terhadap A1
dengan amplitudo paling besar pada frekuensi 2000 Hz dan terendah 250 Hz sedangkan untuk A2 amplitudo yang paling besar pada frekuensi 2000 Hz dan
terendah 250 Hz.
4.1.4 Spesimen Dengan Tebal 50 mm
Data hasil gelombang bunyi yang ditunjukkan oleh oscilloscope saat pengujian berlangsung dengan ketebalan spesimen 50 mm setelah kalibrasi
dilakukan adalah seperti terlihat pada gambar 4.5 berikut.
a b
c d