pola asuh, pergaulan, dan pengalaman erotik seksual terdahulu yang mengesankan dirinya.
Mengacu pada penyebab utamanya, homoseksual dapat dikelompokkan dalam 2 dua kelompok sebagai berikut :
1. Homoseksual ekslusif, yaitu benar-benar tidak mampu mengendalikan
ketertarikan erotik-seksual terhadap sesama jenis kelamin. 2.
Homoseksual Fakultatif, yaitu yang menjadi homoseksual oleh keterbatasan yang amat sangat akan kehadiran lawan jenis ditempat dimana ia berada, seperti
dipenjara dalam watu lama.
19
Perilaku Homoseksual dapat diubah, yang harus dihilangkan adalah perilaku homoseksualnya. Artinya, individu yang bersangkutan harus mampu dan mau mengontrol
hasrat mereka menjauhi kontak homoseks secar disiplin. Hal penting lainnya adalah dukungan dari orang-orang yang tidak menyetujui homoseksualitas terhadap mereka
yang ingin berubah. Pengobatan dengan psikoterapi kemungkinan berhasilnya dalam menyembuhkan homoseksualitas berkisar 30 jika didukung oleh komitmen religius
individu, maka upaya untuk menghindarkan dari kebiasaan homoseksual ini akan lebih berhasil.
20
C. Homoseksual Menurut Hukum Positif
Homoseksual telah menjadi fenomenal dalam masyarakat dunia. Di masyarakat Timur maupun Barat homoseksual yang aktornya gay, telah menjadi kontroversial.
19
KOMPAS.com, “Psikopat dan atau homoseksual”, di akses pada 15 mei 2009 dari www.kompas.comreadxml20080824..
20
Yulianti Dwi Astuti, ”Homoseksual: Apa dan Mengapa?”, di akses pada 18 mei 2009, dari httpyulianti.staff.uii.ac.id20080801...
Kelompok konservatif menganggap bahwa para gay sebagai peresah sosial karena mereka menyimpang dari norma masyarakat. Di pihak lain, kubu liberalis menganggap
homoseksual bukan sebuah masalah, justru sebagai wujud kemerdekaan individual dalam menentukan orientasi seksual. Perdebatan diantara dua kubu tersebut pada dasarnya
merupakan usaha-usaha pemosisian sosial terhadap kelompok homoseks.
Agama dan budaya memberikan label ‘dosa’ dan ‘tabu’ kepada perilaku Homoseksual. Pandangan masyarakat, secara kultural telah diarahkan pada pembentukan
citra negatif untuk kelompok homoseks sehingga muncul sentimen antipati dari kelompok-kelompok lainnya, terutama kelompok agama yang beraliran konservatif.
Kekuatan agama dan budaya dalam wujud preventif represif telah menyudutkan kaum homoseks pada posisi marjinal dam melahirkan anggapan umum bahwa orang-orang
homoseks adalah penyimpangan norma kesusilaan atau sebagai deviant.
21
Kelompok kepentingan dan golongan dalam masyarakat menyuarakan aspirasi masing-masing untuk berkompetisi saling memberikan pengaruh dalam kehidupan
politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya dan aspek-aspek kehidupan lainnya. Dalam masyarakat majemuk, aspirasi dan eksistensi setiap kelompok, seyogyanya dilindungi
dan di atur oleh negara melalui hukum positif, sehingga akan ada aturan main yang jelas bagi setiap kelompok untuk berpartisipasi dalam sistem sosial. Falsafah yang ada dibalik
hukum positif itupun sejatinya dikarakteristik oleh nuansa empiris, humanisme dan nasionalisme, bukan didominasi oleh falsafah agama dan budaya tertentu.
Pada masyarakat modern sistem kehidupan berjalan berdasarkan kinerja
21
Orang yang menyimpang
kelompok-kelompok sosial yang berinteraksi untuk kelangsungan hidup masing-masing atau dengan kata lain membentuk interest for being survival. Pada tahap ini sistem
ekonomi menjadi sentral kehidupan, di mana orang-orang dari latar belakang dan kepentingan masuk dan berproses di dalamnya.
Urusan-urusan politik, pendidikan, kesenian, pertahanan dan keamanan, mau tidak mau harus masuk dalam arus mempertahankan kepentingan ekonomi. Karena
menyangkut kepentingan perut, maka sistem ekonomi tidak begitu mementingkan apakah seseorang dari kalangan muslim atau nasrani, bos atau karyawan, guru atau murid,
bahkan seorang Heteroseks atau Homoseks. Yang dipentingkan adalah bagaimana mereka semua adaptif dan profesional dalam mekanisme pasar.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana homoseksual diatur dalam pasal 292, yang berbunyi: “ Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain
sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”,
dan pada pasal 293 yang berbunyi, “ barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalah gunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau
dengan penyesatan sengaja menggerakan seorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan seseorang,
padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Sedangkan dalam Undang-undang Perkawinan ataupun dalam KHI tidak ada pasal yang
menyebutkan penjelasan mengenai homoseksual sebagai alasan perceraian.
D. Homoseks dalam Tinjauan Hukum Islam