Hasil pemantauan penulis terhadap potensi-potensi pariwisata di atas baik berupa objek wisata, rumah makan, penginapan yang ada saat ini belum semuanya
maksimal berpotensi menjadi pendukung atau atraksi sehingga wisatawan domestik maupun mancanegara mau berkunjung ke Kabupaten Gayo Lues.
Namun potensi-potensi pariwisata di atas secara ekonomis sudah berkontribusi pada Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Gayo Lues. Hal ini dapat dilihat pada
pembahasan pertumbuhan ekonomi dan PDRB Kabupaten Gayo Lues. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gayo Lues banyak disumbangkan dari bidang
Pertanian 67,85 persen sebagai kontribusi terbesar, selanjutnya Perdagangan Hotel dan Restoran 8,51 persen, Jasa-Jasa 7,79 persen, Bangunan 6,36 persen sedangkan
kontributor terkecil adalah Pertambangan dan Galian 0,07 persen, Listrik dan Air Minum 0,68 persen. Walaupun demikian berdasarkan data potensi daerah,
Pertambangan dan Galian memiliki potensi untuk dikembangkan, sampai kini upaya untuk meningkatkan PAD dalam lapangan ini masih tahap penelitian dan
pemetaan dan pengukuran potensi, sektor lainnya yang berpotensi adalah Pertanian, potensi lahan pertanian yang belum dimanfaatkan mencapai 38.120 Ha.
4.3.2. Tari Saman Sebagai Komponen Pariwisata di Kabupaten Gayo Lues
Kata wisata tourism pertama sekali muncul dalam Oxford English Dictionary tahun 1811, yang mendeskripsikan atau menerangkan tentang
perjalanan untuk mengisi waktu luang. Namun, konsepnya mungkin dapat dilacak balik dari budaya nenek moyang Yunani dan Romawi yang sering melakukan
perjalanan ke negeri-negeri tertentu untuk mencari tempat-tempat indah di Eropa atau Mediterania papar Hakim dalam
http:catatanrima.blogspot.com , 2012.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya menurut Wahab dalam bukunya “An Introduction of Tourism Theory” http:catatanrima.blogspot.com
, 2012, mengemukakan bahwa pariwisata itu terdiri dari tiga unsur yaitu:
a. “Manusia Man, adalah orang yang melakukan perjalanan wisata. b. Ruang Space, adalah daerah atau ruang lingkup tempat melakukan
perjalanan. c. Waktu Time, adalah waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan
tinggal di daerah tujuan wisata”. Sementara itu, seorang antropolog yang bernama Smith dalam
http:catatanrima.blogspot.com , 2012 dalam bukunya Hosts and Guests: The
Anthropology of Tourism mengkategorikan lima jenis kepariwisataan, yakni “kepariwisataan etnik, budaya, sejarah, lingkungan, dan rekreasi”. Smith
mengilustrasikan bahwa 1 pariwisata etnik dipasarkan dengan bekal daya tarik adat-istiadat tua, namun memiliki daya tarik tersendiri Quaint dari masyarakat
adat setempat dan sering menampilkan orang-orang yang eksotik, seperti yang terjadi pada Nias dan Toraja di Indonesia. Sementara itu 2 pariwisata budaya
menyajikan keindahan dari warna kebudayaan lokal daerah tertentu, seperti halnya perubahan sosial budaya masyarakat yang sedang mengalami proses. Hal
ini terlihat dalam wujud arsitektur bangunan rumah tua, kereta kuda, bajak sapi, ataupun hasil-hasil karya berupa kerajinan tangan tanpa mesin. Lain halnya
dengan 3 pariwisata sejarah yang terfokus pada tampilan kejayaan masa lalu yang dipaparkan melalui tempat-tempat bersejarah yang menyimpan barang-
barang peninggalan sejarah, misalnya candi, situs dan museum. Sementara 4 pariwisata lingkungan sering dianggap sebagai pendukung. Terakhir adalah 5
Universitas Sumatera Utara
pariwisata rekreasi yang pada umumnya menggabungkan pariwisata etnik dan budaya melalui tampilan eksotisme panorama ataupun alam. Dari jenis-jenis
pariwisata yang dikategorikan oleh Smith di atas, tampaknya ia belum membicarakan jenis pariwisata ziarah dengan penekanan nuasa keagamaan yang
sedang mengalami perkembangan dewasa ini dan juga wisata kuliner yang menjadi tren tersendiri pula. Untuk kasus di Kabupaten Gayo Lues, basis
kepariwisataan yang tersedia meliputi, etnik, budaya dan lingkungan. Salah satu komponen pariwisata yang secara sosial juga memiliki peran penting bagi
masyarakat adalah kesenian terutama Tari Saman. Kaitan Tari Saman sebagai komponen pariwisata adalah dijadikannya
sebagai salah satu atraksi pertunjukan.
Tari Saman memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Gayo Lues. Hal ini disebabkan karena kesenian ini merupakan tradisi atau warisan budaya yang telah
turun temurun dan berkembang di masyarakat dan menjadikan kesenian ini kebanggaan Kabupaten Gayo Lues dan masyarakat Gayo Lues tidak rela apabila
kesenian ini dicaplok oleh suku bangsa lain. Menurut hasil wawancara penulis Seni pertunjukan sebagai satu unsur
kesenian memiliki peran yang sangat menonjol dalam konteks kegiatan kepariwisataan, bahkan sebenarnya telah menunjukkan posisinya sekaligus
sebagai komponen daya tarik wisata. Era industri kepariwisataan secara tidak langsung membawa situasi dan kondisi yang positif bagi seni pertunjukan
tradisional, serta memberi peluang bagi senimannya untuk berkreasi sebagai perwujudan partisipasinya. Situasi dan kondisi yang demikian ditangkap oleh
pihak swasta sebagai pelaku industri wisata. Salah satu kiat untuk mendatangkan wisatawan, adalah dengan menghadirkan seni pertunjukan tradisional.
Universitas Sumatera Utara
kepada beberapa tokoh adat dan Syech Saman Gayo Lues pada tanggal 20 Oktober 2012 menerangkan bahwa kesenian Tari Saman adalah kebudayaan asli
masyarakat Gayo Lues yang tidak boleh luntur oleh zaman modernisasi. Tari Saman tetap ada sampai penghujung kehidupan dunia dan bersifat dinamis
berkembang seiring waktu, serta masyarakat Gayo Lues sangat mencintai kesenian ini karena di setiap kampung yang ada di Kabupaten Gayo Lues sudah
dipastikan ada satu grup Tari Saman. Fakta ini belum tentu ada di daerah atau tempat lainnya sehingga menjadikan salah satu bukti bahwa Tari Saman asli Gayo
Lues. Berkaitan dengan hal tersebut maka Tari Saman dikukuhkan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-
Bangsa UNESCO, sebagai warisan budaya dunia tidak benda Intangible Heritage pada 24 November 2011 yang lalu di Bali.
4.3.3. Kontribusi Pemerintah Kabupaten Gayo Lues Terhadap Pembangunan Pariwisata