2.1.5. Keadilan Prosedural
Keadilan prosedural procedural justice didefinisikan oleh Lau dan Lim 2002 adalah keadilan yang dirasakan dari sarana yang digunakan dalam
menentukan jumlah imbalan karyawan. Timbulnya kondisi ini didalam perusahaan dikarenakan karyawan membuat perbandingan dari masukan-masukan
pekerjaan mereka sebagai contoh, usaha, pengalaman, pendidikan, kompentensi dan hasil-hasil pekerjaaan mereka sebagai contoh, tingkat imbalan kerja,
kenaikan pangkat, pengakuan yang relatif dengan masukan dan hasil individu lain. Lebih lanjutnya keadilan ini dirasakan dengan menghubungkan apa yang
karyawan dapat dari situasi pekerjaan hasil-hasil dengan apa yang telah karyawan berikan kepada perusahaan Robin dan Judge, 2008.
Karyawan pada umumnya akan membandingkan dirinya dengan karyawan lain sehingga secara persepsi dalam pemikirannya timbullah suatu rasio hasil dan
masukan yang telah dicapai dengan membandingkannya rasio hasil dan masukan karyawan individu yang lain. Bila karyawan merasa rasionya sama dengan rasio
individu lain yang relevan dengan siapa karyawan tersebut membandingkannya dapat dikatakan ada suatu keadaan adil. Ketika karyawan menganggap dirinya
diberi penghargaan yang lebih rendah maka timbulah ketegangan yang menimbulkan kemarahan. Selanjutnya seandainya karyawan menganggap dirinya
diberi penghargaan yang lebih tinggi maka timbulah rasa bersalah pada dirinya. Menurut Robin dan Judge 2008 ada empat perbandingan rujukan yang bisa
digunakan oleh seorang karyawan yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Merujuk pada pengalaman dirinya didalam organisasi berdasarkan pengalaman-pengalaman seorang karyawan dalam posisi yang berbeda di
dalam organisasi tersebut pada saat ini. 2. Merujuk pada pengalaman dirinya diluar organisasi berdasarkan pengalaman-
pengalaman seorang karyawan dalam posisi atau situasi di luar organisasi karyawan tersebut pada saat ini.
3. Merujuk pada individu lain di dalam organisasi dengan membandingkan dirinya dengan individu atau kelompok individu lain di dalam organisasi
karyawan tersebut. 4. Merujuk pada individu lain di luar organisasi dengan membandingkan
individu atau kelompok individu lain di luar organisasi karyawan tersebut. Pada awalnya penelitian mengenai keadilan prosedural digunakan dalam
penyelesaian sengketa dalam hukum di pengadilan. Berdasarkan penelitian tersebut, Thilbaut dan Walker 1978 dalam Lau dan Lim 2002 menghasilkan
sebuah teori yang menyarankan bahwa suatu sengketa yang melibatkan konflik kepentingan yang kuat harus menggunakan prosedur yang sesuai dengan definisi
masyarakat tentang keadilan dan bukan menggunakan objektif tentang keadilan. Teori ini dikembangkan oleh Leventhal et. al 1980 yang menyarankan bahwa
ada standar lain dari keadilan selain dari hasil yang dicapai dari proses tersebut yaitu konsistensi, penindasan bias, keakuratan informasi, etika, pembenaran, dan
keterwakilan. Konsistensi mengacu pada konsistensi dalam penerapan prosedur seluruh orang dan sepanjang waktu. Penindasan bias mengacu pada penekanan
keyakinan sebelumnya dan doktrin dalam penerapan prosedur. Keakuratan informasi menunjukkan bahwa prosedur harus mengarah pada keputusan yang
Universitas Sumatera Utara
didasarkan pada informasi yang akurat. Pembenaran berarti bahwa ada jalan untuk memperbaiki keputusan yang buruk. Ektika menunjukkan bahwa prosedur harus
sesuai dengan beberapa standar etika dan moralitas. Dan terakhir adalah moralitas yang menunjukkan bahwa kepentingan sub kelompok harus dipertimbangkan.
Teori Leventhal et.al 1980 tidak membatasi keadilan prosedural dengan hanya melihat faktor partisipasi dan hasilnya, karena partispasi hanya satu dari
berbagai faktor organisasi yang dapat mempengaruhi persepsi keadilan prosedural karyawan tingkat bawah tetapi masih banyak keadilan prosedural
lainnya yang mempengaruhi hasil terutama kinerja manajemen.
2.1.6. Pengawasan Anggaran