Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

USU, namun peneliti mencoba menampilkan berbeda dari judul dan permasalahan. Sehingga penelitian ini dapat dikategorikan sebagai penelitian yang asli dan jauh dari unsur plagiat, dan ini dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

F. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori

Berkaitan dengan sejumlah permasalahan yang dijadikan obyek kajian penelitian ini, maka penting untuk dilakukan eksplorasi berbagai teori ataupun doktrin dibidang hukum ketatanegaraan dan sistem demokrasi yang relevan bagi upaya menilai valid tidaknya Pelaksanaan Sistem Bikameral Di Indonesia jika melihat kedudukan dan peranan DPD dalam parlemen Indonesia. Berikut ini disajikan teori atau doktrin yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini dan dapat dijadikan acuan dalam membahas Sistem Kameralisme Dalam Parlemen Indonesia Kajian Hukum Normatif Terhadap Kedudukan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, dengan mengunakan pendekatan teori pemisahan kekuasaan Separation of Power sebagai grand theory, yang didukung oleh teori kedaulatan rakyat demokrasi. Salah satu persoalan pokok suatu negara demokrasi adalah persoalan kekuasaan, utamanya persoalan kewenangan atau wewenang. 20 20 S.F Marbun, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia, Yogyakarta: UII Press, 2003, h. 1. Oleh karena terjadinya penyimpangan kekuasaan dalam kekuasaan pemerintahan suatu negara, di Universitas Sumatera Utara perlukan ada pemisahan kekuasaan atau pembagian yang dapat membatasi kekuasaan tersebut. Oleh Jhon Locke dan Monstesquieu memunculkan teori trias politica. Teori pemisahaan kekuasaan ini pada awalnya dikemukakan oleh “Jhon Locke ” melalui Second Treaties of Civil Government 1690 berpendapat bahwa kekuasaan untuk menetapkan aturan hukum tidak boleh dipegang sendiri oleh mereka yang melaksanakannya. 21 Menurut Jhon Locke dalam karyanya Two Treaties of Government, kekuasaan negara dibedakan atas tiga macam: legislatif power kekuasaan membuat undang- undang; executive power kekuasaan melaksanakan undang-undang; dan federative power kekuasaan untuk melakukan hubungan diplomatic dengan negara asing. 22 Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakili kekuasaannya kepada suatu badan yaitu pemerintah. Bilamana pemerintah ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak menganti pemerintah itu. 23 Menurut Montesquieu Dalam buku yang berjudul The Sprit of The Laws, perwujudan dari konsep Trias Politica, 24 21 Charles Simabura, Parlemen Indonesia Lintas Sejarah dan Sistemnya, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2011, h. 22 adalah adanya pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan negara kedalam atau badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 22 Lihat Deliar Noer dalam Sumali, Reduksi Kekuasaan Eksekutif, Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, cetakan kedua, 2003, h. 9 23 Solly lubis, Ilmu Negara, Bandung: CV. Mandar Maju, 2007 24 Montesquieu yang nama lengkapnya: Charles-Louis de Secondat de la Brede et de Montesquieu, adalah pemikir bidang hukum dan politik era Aufklarung di prancis. Dalam karya monumentalnya L’Esprit des Lois Roh Hukum. Lihat dalam Bernard L Tanya, Yoan N Simanjuntak, Markus Y Hage, Teori Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi, Yokyakarta: Genta Publishing, 2010, h. 81 Universitas Sumatera Utara Monstesquieu berpendapat, kekuasaan negara dipisahkan secara tegas menjadi tiga, kekuasaan perundang-undangan legislatif, kekuasaan melaksanakan pemerintahan eksekutif, dan kekuasaan kehakiman yudikatif yang masing-masing kekuasaan itu dilaksanakan oleh suatu badan yang berdiri sendiri, maka hal ini akan menghilangkan kemungkinan timbulnya tindakan sewenang-wenang dari seorang penguasa. Pengertian dasar Trias Politica adalah pengawasan check and balances dari suatu cabang pada cabang yang lain. Bagi Montesquieu, Trias politica merupakan mekanisme yang dapat menjamin terwujudnya kehendak rakyat dalam sebuah masyarakat yang mempunyai pemerintahan. 25 Pendeknya, Trias Politica mempersempit kemungkinan lahirnya pemerintahan yang absolutistis. Monstesquieu menganggap pemisahaan kekuasaan yang ketat diantara tiga kekuasan itu, merupakan prasyarat kebebasan politik bagi warga negara. 26 Maksud dan tujuan Monstequieu dengan ajaran trias politikanya itu tercapaikah, yaitu meniadakan sistem absolutisme? Jawabnya tegas, tidak Mengapa? Karena ajaran trias politika Mostesquieu itu hanya “mengalihkan absolutisme dari suatu badan yaitu raja kepada tiga badan. Yaitu badan legislatif, badan eksekutif, dan badan yudikatif”. Mengapa demikian? Karena “masing-masing badan mandiri, tidak dapat saling mempengaruhi, dan tidak dapat saling meminta pertanggungjawaban”. 27 25 Bernard L Tanya, Yoan N Simanjuntak, Markus Y Hage, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi, Yokyakarta: Genta Publishing, 2010, h. 85 Dengan kata lain “mencegah dan menghindari jangan 26 Ibid, h. 86 27 H. Soehino,op.cit, h. 23 Universitas Sumatera Utara sampai terjadi bahwa badan yang telah memegang satu kekuasaan Negara itu, memegang pula kekuasaan negara yang lain”. 28 Pemikiran mengenai perlunya mekanisme saling mengwasi dan kerja sama telah melahirkan teori-teori modifikasi atas ajaran pemisahaan kekuasaan yaitu teori pembagian kekuasaan distribution of power yang menekankan pada pembagian fungsi-fungsi pemerintahan. 29 Menurut teori distribution of power pemisahan kekuasaan tetap dijalankan namun dibarengi dengan mekanisme yang menekankan saling mengawasi antara cabang kekuasaan yang satu dengan cabang kekuasaan yang lain. 30 Menurut C.F. Strong, suatu negara harus memiliki kekuasaan legislatif untuk membuat undang-undang, kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan undang-undang, dan kekuasaan yudikatif untuk kekuasaan peradilan bagi yang melanggar undang- undang. Dengan kata lain, bahwa suatu negara dikatakan negara demokrasi konstitusional modern terletak ditangan lembaga legislatif sebagai kekuasaan yang terdiri dari salah satu atau dua majelis dalam parlemen suatu negara yang merupakan hasil pilihan rakyatdemokrasi. Dalam suatu negara yang menerapkan Separation of Power pada parlemen, tidak terlepas pada model kamar yang ada dalam parlemen, yang menjadi acuan dalam pembentukan suatu undang-undang dalam penyelenggaraan pemerintahan. 31 28 Ibid, h. 24 29 Sumali, ibid, h. 10 30 Ibid 31 C.F.Strong, ibid, h. 10-11 Universitas Sumatera Utara Beberapa macam pembagian model kamar di parlemen yang di anut oleh negara-negara di dunia, yaitu: sistem satu kamar unicameral, dua kamar bikameral, tiga kamar trikameral, dan empat kamar tetrakameral. Dan sebagian besar negara di dunia mengunakan sistem unikameral dan bikameral dalam parlemen suatu negara. Dalam one cameral sistem atau unikameral, parlemen hanya terdiri dari satu kamar atau satu badan atau lembaga perwakilan, namun demikian sistem satu kamar mengunakan sistem komisi. 32 Dalam struktur parlemen tipe satu kamar ini, tidak dikenal adanya dua kamar atau dua majelis yang terpisah seperti adanya the House of Representatives dan Senate di kongres Amerika Serikat, ataupun Majelis Rendah DPR dan Majelis Tinggi DPD seperti di parlemen Indonesia. Tetapi justru sistem unikameral inilah yang sesungguhnya lebih popular karena sebagian besar negara dunia sekarang ini menganut sistem ini. 33 Sedangkan sistem bikameral lebih banyak dianut di negara- negara yang berbentuk federasi, seperti Amerika Serikat. Dengan sistem ini negara bagian dalam federasi terwakili dalam parlemen melalui senate, sedangkan rakyat secara keseluruhan terwakili dalam parlemen melalui house of representatives. 34 Perbincangan teoritis mengenai struktur organisasi parlemen ini biasanya dikenal dengan adanya dua sistem, yaitu sistem unikameral satu kamar dan sitem Sistem bikameral juga banyak dianut dalam sistem perwakilan suatu negara berbentuk kesatuan sepeti dalam parlemen negara Filipina. 32 H Subardjo, ibid, h. 47 33 Charles Simabura, ibid, h. 34 34 H Subardjo, ibid, h. 48 Universitas Sumatera Utara bikameral dua kamar yang mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Selama berabad-abad, kedua tipe struktur pengorganisasian demikian inilah yang biasa dikembangkan dimana-mana. Oleh karena itu, dalam berbagai literature politik, kedua sistem inilah yang dikenal. 35 Parlemen sebagai wujud dari perwakilan rakyat mengharuskan bahwa anggotanya mewakili seluruh rakyat. Pada mulanya Jean Jacques Rosseau sebagai pelopor gagasan kedaulatan rakyat tidak menginginkan adanya badan perwakilan rakyat. Ia mencita-citakan suatu bentuk “demokrasi langsung” seperti terdapat di Jenewa dalam masa hidup Rosseau, dimana rakyat secara lansung merundingkan serta memutuskan soal-soal kenegaraan dan politik. 36 Menurut Aristoteles sebagaimana dikutip oleh I Gede Pantja Astawa bahwa “negara yang pemerintahannya dipegang oleh beberapa orang dibedakan berdasarkan sifatnya, yaitu: Pertama, negara yang pemerintahannya dipegang oleh beberapa orang dan sifatnya baik, karena pemerintahan ditunjukan untuk kepentingan umum maka negara tersebut disebut Aristrokrasi. Kedua, negara yang pemerintahannya dipegang Teori tersebut memandang bahwa kekuasaan tertinggi di suatu negara ada pada rakyat, bukan raja ataupun negara. Rakyat adalah sumber kekuasaan negara. Penguasa negara atau penyelenggara negara hanyalah pelaksana dari pada apa yang diputuskan atau dikehendaki rakyat. Munculnya teori kedaulatan rakyat demokrasi ini merupakan reaksi atas kedaulatan raja dan negara. 35 Jimly Asshiddiqie, Pergumulan Peran Pemerintah dan Parlemen Dalam Sejarah: Telaah Perbandingan Konstitusi Berbagai Negara, Jakarta: UI Press, 1996, h. 33 36 Charles Simabura, Ibid, h. 27 Universitas Sumatera Utara oleh beberapa orang, tetapi sifatnya jelek, karena pemerintahannya ditujukan untuk kepentingan yang memegang pemerintahan maka negara tersebut disebut Oligarki. 37 Aristokrasi adalah suatu negara yang pemerintahannya dipegang oleh beberapa orang atau sekelompok kecil orang kalangan bangsawan yang membentuk satu organ atau badan dalam suatu negara dengan tujuan yang baik untuk kepentingan umum. Demokrasi suatu negara yang pemerintahannya dipegang oleh rakyat tetapi sifat pemerintahannya jelek, karena pemerintahan hanya ditunjukan untuk kepentingan si pemegang kekuasaan saja yang notabene berasal dari rakyat. 38 Jadi dapat disimpulkan bahwa Bikameralisme merupakan suatu paham pengembangan sistem aristokrasi dan sistem demokrasi’ 39 Dalam melaksanakan kedaulatan rakyat, Menurut Miriam Budiharjo, parlemenlegislatif sebagai perwakilan rakyat, harus memilki tiga fungsi penting yaitu: . 40 1. Menentukan policy kebijakan dan membuat undang-undang. Untuk itu lembaga perwakilan rakyat diberi hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah dan hak budget. 37 I Gde Pantja Astawa dan Sprin Na’a, Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, Bandung: PT Refika Aditama, 2009, h. 95 38 Ibid 39 Ibid 40 Miriam Budiharjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, h. 182 Universitas Sumatera Utara 2. Mengontrol badan eksekutif dalam arti menjaga supaya semua tindakan eksekutif sesuai dengan kebijaksanaan yang telah ditetapkan. Untuk itu parlemen diberi hak control khusus. 3. Fungsi lainnya, meliputi fungsi ratifikasi ratify, yaitu mensahkan perjanjian Internasional yang dibuat oleh eksekutif. Di Amerika, lembaga legislatif bahkan memiliki wewenang untuk meng-“impeach” dan menuntut pejabat tinggi termasuk Presiden. Menurut Moh. Mahmud MD, ada dua alasan dipilihnya kedaulatan rakyat demokrasi sebagai sistem bermasyarakat dan bernegara. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asas yang fundamental. Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya. 41 Organisasi tertinggi dalam suatu negara yang demokratis, tidak berada dan dijalankan oleh satu badan, tapi dilaksanakan oleh beberapa badan atau lembaga seperti yang dikemukakan ajaran trias polita. Negara yang menganut teori kedaulatan rakyat, bahwa kekuasaan dipegang dan dijalankan oleh beberapa lembaga yang terbentuk dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat demokrasi, karena rakyatlah yang pada dasarnya memiliki kekuasaan maka pelaksanaan tugas harus 41 Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, Yogyakarata: Gamma Media, 1999, h.4 Universitas Sumatera Utara dipertanggungjawabkan kepada rakyat melalui mekanisme dan tata cara menurut konstitusi. Jadi negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, jadi jalannya pemerintahan suatu negara dilakukan oleh rakyat itu sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat. Dalam kaitan tersebut Hendry B. Mayo memberi pengertian sebagai berikut. 42 “A democratic political sistem is one in which public policies are made on a majority basis, by representatives subject to effective popular control at periodic election which are conducted on the principle of political equality and under conditions of political freedom.” Sistem politik demokratis adalah sistem yang menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dlam suasana terjaminannya kebebasan politik. Dalam prinsip negara berdasarkan kedaulatan rakyat demokrasi, kekuasaan negara perlu dibatasi agar tidak terjadi tindakan sewenang-wenang oleh penguasa negara. Dengan mengacu pada Trias Politika yang dipelopori oleh Monstesquieu dan teori kedaulatan rakyat demokrasi oleh 42 Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi Di Indonesia, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000, h.19 J.J.Rosseau dalam ketatanegaraan Universitas Sumatera Utara Indonesia, maka dapat tarik kesimpulan bahwa tiga kekuasaan negara dalam pemerintahan Indonesia membagi kekuasaan negara dalam tiga badan yaitu : 1. Legislatif, yaitu lembaga yang memiliki kekuasaan untuk membuat, menetapkan undang-undang dalam arti formil, dan mengatur dalam arti material yaitu setiap undang-undang yang dibuat oleh pemerintah mempunyai daya ikat terhadap semua atau sebagian penduduk wilayah provinsi dari suatu negara, serta mengawasi pelaksanaan undang-undang itu. 2. Eksekutif, yaitu lembaga yang memiliki kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang. 3. Yudikatif, yaitu lembaga yang memiliki kekuasaan mengeksekusi atau menghukum bagi yang melanggar undang-undang, dan mengadili perselisihan antara lembaga-lembaga dan lainnya yang diatur dalam konstitusi dan menyelesaikan berdasarkan peraturan hukum dengan seadil-adilnya. Berdasarkan pandangan teoritis yang dikemukan diatas, bahwa pada dasarnya sistem parlemenpewakilan dalam sistem pemerintahan suatu negara harus memiliki prinsip-prinsip kedaulatan rakyat demokrasi, pemisahan kekuasaan dan pelaksanaan check and balances antara lembaga-lembaga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu negara berdasarkan konstitusi, pemilihan umum perwakilan yang demokrasi, adanya pemerintahan pusat dan pemerintahan lokal. Pemisahan kekuasahan tersebut terdiri dari badan pembuat undang-undang legislatif, badan pelaksana undang-undang Eksekutif , dan kekuasaan mengadili bagi pelanggaran Universitas Sumatera Utara undang-undang yudikatif, yang diatur dalam konstitusi dalam suatu negara. Adanya landasan negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan, dan sistem parlemen atau sistem perwakilan harus disesuaikan dengan keinginan suatu negara dengan melihat sejarah pemerintahan atau sejarah ketatanegaraan negara.

2. Kerangka Konseptual