Kerangka Konseptual Sistem Kameralisme Dalam Parlemen Indonesia (Kajian Hukum Normatif Terhadap Kedudukan DPD RI)

undang-undang yudikatif, yang diatur dalam konstitusi dalam suatu negara. Adanya landasan negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, sistem pemerintahan, dan sistem parlemen atau sistem perwakilan harus disesuaikan dengan keinginan suatu negara dengan melihat sejarah pemerintahan atau sejarah ketatanegaraan negara.

2. Kerangka Konseptual

Dalam kerangka konseptual, peneliti menggabungkan teori dan konsep dalam penelitian hukum, dimana teori dan konsep pandangan-pandangan dan doktrin- doktrin yang digunakan menjadi referensi bagi peneliti dalam menyusun konsep penelitian. Dengan mempelajari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, peneliti akan menemukan ide konsep hukum, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan pandangan-pandangan dan doktri-doktrin tersebut merupakan sandaran bagi peneliti dalam membangun suatu argumuntasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi. 43 Untuk menghindari perbedaan pengertian terhadap istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini, berikut ini adalah konsepsi dan defenisi operasional dari istilah tersebut yang akan dijelaskan dalam permasalahan yang diangkat. 43 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hal. 95 Universitas Sumatera Utara Agar terdapat persamaan persepsi dalam membaca rencana penelitian ini, maka dipandang perlu untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan konsep dibawah ini:

a. Sistem Menurut Wayne Sandholts, Sistem dalam hal in diartikan secara sempit

sebagai mekanisme berdasarkan suatu tata aturan. Antara tata aturan dengan kelembagaan sesungguhnya merupakan suatu kesatuan, karena kelembagaan dapat didefenisikan sebagai suatu struktur aturan yang diformalisasi dalam seperangkat produk hukum. 44

b. Kameralisme

Kameralisme merupakan wujud dari model-model majelis atau kamar pada lembaga perwakilan rakyat dalam parlemen. Penerapan paham kameralisme dalam parlemen di umpamakan, apakah dalam parlemen suatu negara mengunakan satu kamar unikameral, dua kamar bikameral, tiga kamar trikameral, atau empat kamar tentrakameral. Pilihan suatu negara dalam menerapkan paham kameralisme dalam parlemen, merupakan kehendak suatu negara karena dilatar belakangi sejarah ketatanegaraan, bukan karena landasan negara, bentuk negara, bentuk pemerintahan, bentuk sistem pemerintahan negara. Seperti yang dikemukakan oleh Bagir manan sebelumnya, 44 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Dan Pilar-Pilar Demokrasi, Jakarta: Kostitusi Press, 2005, h. 105 Universitas Sumatera Utara bahwa sejarah pemerintahan atau sejarah ketatanegaraan negara yang dapat menentukan apakah mengunakan sistem parlemen satu kamar, dua kamar atau lebih. Dalam kaitannya dengan keberadaan DPD sebagai kamar kedua dalam parlemen Indonesia, maka terarah untuk memfokuskan pada pelaksanaan sistem bikameral dalam dalam parlemen negara kesatuan, namun dapat dilihat parlemen pada negara serikat sebagai bahan tambahan untuk memperkuat paham bikameralisme yang diterapkan pada negara kesatuan. Bikameralisme adalah komponen yang esensial pada separation of power atau pemisahan kekuasaan dalam kerangka pandangan tersebut, seperti yang dituliskan oleh James Madison dalam Federalist No. 51, “Dalam pemerintahan Republik, kekuasaan legislatif perlu menonjol. Memperbaiki kesulitan ini adalah dengan membagi legislatif ke dalam cabang-cabang yang berbeda; dan membuat mereka, dengan perbedaan cara pemilihan dan perbedaan prinsip-prinsip dalam bertindak, seperti mempunyai sedikit hubungan dengan yang lainnya sebagai sifat dasar dari fungsi-fungsi mereka yang lazim dan ketergantungan mereka yang biasa pada masyarakat yang akan mengakui”. 45 Sistem bikameral adalah sistem dua kamar dalam parlemen suatu negara dimana terdapat dua lembaga dalam badan legislatif yang memiliki kekuasaan untuk membentuk undang-undang, mengawasi pelaksanaan dari undang-undang yang 45 Barbara Sinclair dalam Tim Peneliti; Satya Arinanto, Reni Dwi Purnomowati, LuluMariana, Bani Arofah, Struktur Organisasi dan Kerangka Prosedural bagi Penyempurnaan Rancangan Kelembagaan DPD RI: Parliamentary Reform Initiatives and DPD Empowerment Sekretariat Jenderal DPD RI bekerja sama dengan United Nations Development Programme 2006, h. 38 Universitas Sumatera Utara dibentuk dan saling mempengaruhi dalam suatu ‘kebijakan politik’ 46

c. Kedudukan

, dalam rangka untuk menciptakan check and balances dalam parlemen suatu negara. Menurut Philipus M. hadjon, makna kedudukan suatu lembaga negara dapat dilihat dari dua sisi, yaitu: pertama, kedudukan diartikan sebagai suatu posisi yaitu posisi lembaga negara dibandingkan dengan lembaga-lembaga negara lain. Kedua, kedudukan lembaga negara diartikan sebagai posisi yang didasarkan pada fungsi utamanya. 47 Secara teoritik, keberadaan lembaga negara sebagai lembaga parlemenlegislatif serta peranannya dapat ditarik ke beberapa hal. Salah satunya adalah semangat demokrasi. Semangat demokrasi menjadi alasan bagi keberadaan Peranan dapat diartikan, bahwa setiap lembaga negara memiliki peranan dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara, peran lembaga negara tidak terlepas dari kewenangan yang diberikan oleh konstitusi UUD NRI 1945 sebagai pelaksana kedaulatan rakyat. 46 Menurut Carl J. Fredrich, Kebijakan adalah konsep serangkaian konsep tindakan yang diusulkan oleh seorang atau sekelompok orang atau pemerintahn dalam satu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan peluang, terhadap usulan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Kebijakan policy adalah seperangkat keputusan yang diambil oleh pelaku-pelaku politik dalam rangka memilih tujuan dan bagaimana cara untuk pencapaian tujuan. Politics, Polity, dan Policy adalah kehidupan politik ”political life” yangmengambarkan kekuatan-kekuatan politik yang ada dan bagaimana perhubungannya serta bagaimana pengaruh mereka di dalam perumusan dokumen-dokumen kebijakansanaan politik. Dengan demikian , bahwa kebijakan politik adalah kebijakan negara, kebijakan pemerintah, atau kebijakan publik public policy adalah serangkaian tidakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintahn dengan tujuan tertentu demi kepentingan masyarakat. Lihat dalam Solly Lubis, Kebijakan Publik, Bandung: Mandar Maju, 2007, h. 3, 5, 7, 9 47 Philipus M. Hadjon, Lembaga Tertinggi dan Lembaga-Lembaga Tinggi Negara Menurut UUD NRI 1945, Surabaya: Bina Ilmu, 1992, h.x Universitas Sumatera Utara lembaga parlemenlegislatif karena salah satu prasyarat mutlak demokrasi adalah kebutuhan akan partisipasi yang baik dalam menjalankan prinsip kedaulatan rakyat. 48 Kedudukan dan peranan suatu lembaga negara yang diatur dalam konstitusi, memiliki hubungan dengan lembaga-lemabaga negara lainya dengan kewenangan yang diberikan konstitusi untuk menjalankan fungsinya sebagai lembaga negara dalam kaitanya untuk menjalankan kekuasaan negara.

d. DPD

DPD adalah lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara yang berdampingan dengan DPR di MPR. Anggota DPD dipilih melalui pemilihan umum dengan calon perseorangan, yang sebagaimana diatur dalam pasal 22C UUD NRI 1945. Memiliki kewenangan yang diatur dalam pasal 22D UUD NRI 1945. Untuk selanjutnya mengenai Tugas dan Kewenangan DPD lebih jauh dijelaskan dalam Undang-Undang. Keberadaan Kedudukan DPD dalam lembaga perwakilan rakyat tercermin dalam pasal 2 ayat 1 UUD NRI 1945 yang berbunyi: MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Kedudukan DPD diatur dalam BAB IV tentang Susunan dan Kedudukan DPD dalam UU No. 27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dalam 48 Saldi Isra dan Zainal Arifin Mochtar, ibid, h. 118 Universitas Sumatera Utara pasal 222 yang berbunyi: DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga Negara.

e. Parlemen Indonesia

Parlemen adalah sebuah badan legislatif , yang terdiri atas beberapa kamar atau majelis, dan biasanya berbentuk unikameral atau bikameral meskipun terdapat beberapa model yang lebih rumit. Istilah parlemen dan legislatif memiliki makna yang berbeda tergantung pada sistem yang digunakan. Dalam sistem presidensial seperti Amerika, Kongres parlemen dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pemerintahan. Lembaga legislatif dimaknai sebagai kekuasaan pemerintah yang mengurusi pembuatan hukum, sejauh hukum tersebut memerlukan kekuatan undang-undang statutory force. Sedangkan dalam tradisi sistem parlementer terdapat perbedaan antara lembaga pemerintah dan parlemen. pemerintah dalam arti sempit memiliki fungsi eksekutif dan pengertiannya tidak mencakup fungsi lembaga legislatif yang disebut parlemen. 49 Parlemen adalah badan perwakilan rakyat, badan legislatif, dan badan perwakilan. Parlemen suatu negara adalah suatu badan kekuasaan dalam sistem pemerintahan, yang menjelma sebagai lembaga negara yang memiliki kekuasaan merumuskan dan membentuk undang-undang serta mengawasi jalannya undang- 49 Charles Simabura, Ibid. h. 26 Universitas Sumatera Utara undang. Sebagai badan parlemen, selain hal tersebut juga sebagai lembaga mewakili rakyat dalam memenuh tugas dan kewajiban dalam menyelenggarakan pemerintahan. Parlemen Indonesia adalah Lembaga Perwakilan Rakyat di pusat yang terdiri dari MPR, DPR dan DPD, dalam hal ini lembaga legislatif adalah DPR, dan DPD sebagai lembaga pendamping DPR, serta DPRD sebagai lembaga perwakilan rakyat di daerah dalam pelaksanaan tugasnya dimuat dalam UUD NRI 1945 dan undang-undang tertentu.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam pokok permasalahan ini adalah penelitian normatif, hal ini dimaksudkan agar peneliti sejauh mungkin dapat mengetahui apa yang menjadi alat ukur dalam membahas penelitian ini, sehingga dapat mencari setitik kebenaran tujuan dalam penelitian ini. Menurut Bagir manan, penelitian normatif adalah penelitian terhadap kaedah dan asas hukum yang ada. 50 Menurut Haryono, suatu penelitian normatif tentu harus mengunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi focus sekaligus tema sentral suatu penelitian. 51 50 Bagir manan dalam Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian hukum Normatif: Suatu tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994, h. 13 Menurut Kusumadi Pudjosewojo, penelitian normatif yang mengunakan pendekatan 51 Haryono dalam Johnny Ibrahim, Teori Dan MetodologiPenelitan Hukum Normatif, Malang: Bayumedia Publisshing, 2010, h. 302 Universitas Sumatera Utara sejarah memungkinkan seseorang peneliti untuk memahami hukum secara lebih mendalam tentang suatu sistem atau lembaga, atau suatu pengaturan hukum tertentu sehingga dapat memperkecil kekeliruan, baik dalam pemahaman maupun penerapan suatu lmbaga atau ketentuan hukum tertentu. 52 Jenis penelitian dalam pokok permasalahan ini adalah penelitian normatif, dimana dengan melakukan identifikasi masalah sebagaimana yang telah disebut diatas, yang menjadi fokus dalam penelitian ini ialah pada taraf sinkronisasi dari peraturan perundang-undangan, yakni taraf sinkronisasi secara vertical dan secara horizontal. 53 Sejauh mana pengaturan lembaga perwakilan rakyat yang konsisten dan sinkron, baik secara vertical maupun secara horizontal, antara yang satu dengan yang lain dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Penelitian ini juga bersifat deskriptif kualitatif, dikatakan demikian karena penulis lebih awal untuk mengetahui dan memaparkan informasi secara teoritis dan sistematis mengenai kedudukan dan peranan DPD dalam pelaksanaan sistem bikameral di parlemen Indonesia.

2. Sumber Data