i. ikut serta dalam penyusunan program legislasi nasional yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Berdasarkan fenomena tersebut dapat dilihat bahwa dalam konteks ketatanegaraan Indonesia DPD dibentuk untuk meningkatkan keterwakilan daerah
dalam proses pengambilan keputusan politik peyelenggaraan negara dengan harapan agar tercipta integritas bangsa yang kokoh dalam bingkai NKRI. Dengan
terbentuknya DPD maka aspirasi-aspirasi daerah diharapkan dapat terakomodasi, artinya kepentingan-kepentingan daerah mendapat perhatian, tinggal sejauh mana
DPD dapat berperan mewakili daerah dalam pengambilan keputusan di pusat, tentunya sangat tergantung pada moralitas komitmen dan kualitas anggota-anggota
DPD itu sendiri untuk benar-benar mengerti masalah-masalah yang ada di daerah disamping itu, sejauh mana sistem ketatanegaraan atau konstitusi menggariskan
kekuasaan, tugas dan wewenang DPD dalam proses pengambilan keputusan politik di tingkat nasional khususnya keputusan-keputusan politik yang berkaitan dengan
daerah.
3. Persoalan kewenangan pemilihan pimpinan lembaga Yudikatif
Dalam kekuasaan kehakiman yudikatif sebelum perubahan UUD NRI 1945, dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung MA dan lain-lain badan kehakiman
Universitas Sumatera Utara
menurut undang-undang. Setelah perubahan UUD NRI 1945, kekuasaan yudikatif dilakukan oleh tiga lembaga negara, yakni MA, MK, dan KY serta badan-badan
kehakiman yang diatur menurut undang-undang
147
. Badan kehakiman tersebut adalah badan peradilan yang berada dibawah MA seperti lingkungan peradilan
umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, pasal 24 ayat 2. Dan badan-badan lain yang fungsinya
berkenaan dengan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang, pasal 24 ayat 3. Badan-badan lain yang fungsinya berkenaan dengan kekuasaan kehakiman
selain MA, MK, KY, dan kepolisian negara, yang jumlahnya lebih dari satu diantarnya ialah Kejaksaan Agung KA. Semula dalam rancangan perubahan UUD
NRI 1945 tercantum sebagai lembaga yang diusulkan dalam Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, namun tidak ada kesepakatan dalam meloloskankan menjadi
lembaga baru, sehingga pengaturannya ditiadakan dalam UUD NRI 1945.
148
Apabila dikaitkan dengan ajaran trias politka, selain kekuasaan membentuk undang-undang,
melaksanakan undang-undang dan mengadili pelanggaran undang-undang, terdapat ada kekuasaan keempat yaitu kejaksaan kekuasaan menuntut perkara pidana
sebagai kekuasaan yang ada di antara kekuasaan kepolisian dan pengadilan di muka hakim. Hal ini karena secara jelas kekuasaan kejaksaan terpisah dari kekuasaan
kepolisian dan pengadilan.
149
147
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang Demokratis…,ibid, h. 504
148
Jimly Asshiddiqie, ibid, h. 494
149
Mirza Nasution, Negara dan Konstitusi, Digitized by USU digital library, 2004, h. 6
Universitas Sumatera Utara
Ada atau tidak ada setuju oleh para anggota dewan dalam parlemen, diindikasi kekhawatiran, bilamana KA diloloskan menjadi lembaga akan ada
perubahan sistem ketatanegaraan Indonesia, dimana akan merubah perimbangan kekuasaan antara lembaga eksekutif dengan lembaga yudikatif. Perubahan itu terjadi
pada kedudukan KA yang pada dasarnya setara dengan kepolisian negara dibawah kekuasaan eksekutif, akan pindah kepada kekuasaan yudikatif, sehingga sifatnya
independen, tidak ada campur tangan dari eksekutif dan legislatif. Namun ada kewenangan yang harus dimiliki eksekutif dan legislatif kepada
KA seperti hal nya kepada MA dan MK. Kewenangan tersebut adalah dalam pencalonan Jaksa Agung, misalnya berasal satu orang dari presiden, satu orang dari
DPR, satu orang dari DPD, serta diangkatdiberhentikan oleh Presiden atas persetujuan bersama DPR dan DPD di dalam sidang parlemen. Oleh karena itu, maka
KA menjadi lembaga negara yang setara dengan lembaga-lembaga negara lainnya, khususnya dalam lembaga yudikatif MA, MK, KY, dan KA yang oleh UUD NRI
1945 diberi kewenangan yang berbeda. Maka, terdapat peranan DPD dalam hubungannya dengan Kekuasaan Kehakiman misalnya terhadap pencalonan
pimpinan KA, dan DPD juga harus memilki peran dalam pencalonan hakim pada MA dan MK, agar terciptanya check and balances, maka UUD NRI 1945 harus
diamandemen kembali.
C. Peranan DPD dalam pelaksanaan Prinsip Check And Balances dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia
Universitas Sumatera Utara
Perubahan UUD NRI 1945 yang bersifat mendasar tentu mengakibatkan pada perubahan kelembagaan negara. Hal ini tidak saja karena adanya perubahan terhadap
butir-butir ketentuan yang mengatur tentang kelembagaan negara, tetapi juga karena perubahan paradigma hukum dan sistem ketatanegaraan. Beberapa prinsip-prisip
mendasar yang menentukan hubungan antarlembaga negara diantaranya adalah supremasi konstitusi, sistem presidensial, serta pemisahan kekuasaan dan check and
balances.
150
Supremasi Konstitusi tersebut melahirkan perubahan yang fundamental dalam UUD 1945, yakni perubahan pasal 1 ayat 2 yang berbungnyi “ kedaulatan
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” dengan demikian bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilakukan sepenuhnya oleh MPR, tetapi menurut
UUD, yang berimplikasi bahwa MPR tidak lembaga tertinggi negara tapi sebagai lembaga tinggi Negara yang sejajar dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Dan
UUD sebagai dasar hukum tertinggi pelaksanaan kedaulatan rakyat yang akan dilakukan oleh seluruh organ konstitusional dengan masing-masing fungsi dan
kewenangannya berdasarkan UUD, dengan cara didistribusikan secara fungsional distributed functionslly.
151
Salah satu kesepakatan dalam Sidang Tahunan MPR tahun 1999 terkait perubahan UUD 1945 adalah “ sepakat untuk mempertahankan sistem presidensial
dalam pengertian sekaligus menyempurnakan agar betul-betul memenuhi ciri-ciri
150
Jimly Asshiddiqie, Menuju Negara Hukum yang…,ibid, h. 502
151
Ibid
Universitas Sumatera Utara
umum sistem presidensial”. Pernyempurnaan tersebut dilakukan dengan perubahan- perubahan ketentuan UUD 1945 terkait sistem kelembagaan, perubahan tersebut
terjadi pada kedudukan MPR, selanjutnya untuk menyempurnakan sistem presidensial adalah menyeimbangkan legitimasi dan kedudukan antara lembaga
eksekutif dan legislatif, dalam hal ini terutama antara DPR dan Presiden.
152
Sistem check and balances dimaksudkan untuk mengimbangi pembagian kekuasaan yang dilakukan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan oleh
lembaga pemegang kekuasaan tertentu atau terjadi kebuntuan dalam hubungan antarlembaga. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan suatu kekuasaan selalu ada peran
lembaga lain. Sebelum
perubahan UUD 1945, sistem kelembagaan yang dianut bukan pemisahan kekuasaan
separation of power seperti yang dikatakan oleh teori Montesquieu Dalam
bukunya yang berjudul The Sprit of The Laws, perwujudan dari konsep Trias Politica, tetapi sering disebut dengan istilah pembagian kekuasaan distribution of
power. Menurut teori distribution of power pemisahan kekuasaan tetap dijalankan namun dibarengi dengan mekanisme yang menekankan saling mengawasi antara
cabang kekuasaan yang satu dengan cabang kekuasaan yang lain.
153
Struktur UUD NRI 1945 tidak cukup memuat sistem check end balances antar cabang–cabang pemerintahan lembaga negara untuk menghindari
penyalahgunaan kekuasaan atau sesuatu tindakan melampaui wewenang. Akibatnya
152
Ibid
153
Jimly Asshiddiqie, ibid, h. 504
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan presiden makin menguat karena tidak cukup mekanisme kendali dan pengimbang dari cabang-cabang kekuasaan yang lain. Misalnya tidak terdapat
ketentuan yang mengatur pembatasan wewenang presiden menolak mengesahkan suatu RUU yang sudah disetujui DPR sebagai wakil rakyat. Tidak ada pembatasan
luas lingkup peraturan pemerintah penganti undang-undang perpu sehingga dapat dihindari kemungkinan penyalahgunaannya, sistem penunjukan menteri dan pejabat
publik lainya seperti Panglima, Kepala Kepolisian, Pimpinan Bank Sentral, dan Jaksa Agung yang semata-mata dianggap sebagai wewenang mutlak Presiden, termasuk
tidak membatasi pemilihan kembali Presiden sebelum diatur dalam TAP MPR 1998
154
Permasalahan yuridis yang dihadapi oleh DPD berawal dari ketentuan mengenai DPD yang dirumuskan dalam UUD NRI 1945. Aturan-aturan yang
ditetapkan dalam UUD belum menterjemahkan dasar-dasar teoritis sistem parlemen bikameral yang harus ditetapkan dalam bentuk normatif. Prinsip check and balances
yang menjadi tuntutan perubahan UUD NRI 1945 tidak tercermin dalam hubungan kewenangan antara cabang kekuasaan negara.
155
154
Jimly Asshiddiqie, Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Pembangunan Nasional, Jakarta: Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, 2005, h. 7-8
Untuk dapat memahami lebih dalam tentang pelaksanaan check and balances dalam kaitanya keberadaan DPD dalam
sistem ketatanegaraan Indonesia, dan untuk melihat lebih jauh hubungan antara lembaga dalam parlemen dengan lembaga-lembaga negara lainnya, berikut hubungan
155
H Subardjo, loc.cit, h. 67
Universitas Sumatera Utara
DPD dengan lembaga-lembaga negara lainnya yang memiliki kekuasaan yang mana diatur oleh UUD NRI 1945.
1. Hubungan DPD dengan Lembaga Perwakilan Lainnya dalam Parlemen 1.1. Hubungan dengan MPR