Basis Konflik dan Kedalaman Konflik

86

5.5 Basis Konflik dan Kedalaman Konflik

Konflik yang terjadi antara masyarakat Kasepuhan dengan pihak taman nasional terjadi pada basis kehutanan dan lahan. Masyarakat menebang kayu untuk keperluan memasak merasa bahwa hal itu bukan merupakan kesalahan karena mereka menebang pohonnya di kebun mereka sendiri. Namun menurut pihak taman nasional, menebang pohon di wilayah kawasan konservasi adalah hal yang dilarang dan masuk ke dalam kategori illegal logging dan penebangnya harus dihukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu, kawasan yang dianggap kebun masyarakat, sejak diterbitkannya SK. Menteri Kehutanan No.175 Tahun 2003 telah menjadi kawasan zona rehabilitasi oleh taman nasional. Tata batas yang kurang jelas antara kawasan taman nasional dan kawasan adat Kasepuhan menyebabkan banyak lahan yang saling tumpang tindih. Wilayah adat Kampung Gede Kasepuhan Sinar Resmi diklaim oleh pemerintah sebagai zona rimba dan zona rehabilitasi taman nasional. Konflik yang terjadi di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak antara balai taman nasional dan masyarakat adat tidak sampai pada pertumpahan darah. Namun, telah terjadi penangkapan terhadap masyarakat Kasepuhan ketika sedang mengambil kayu di kebunnya sendiri. Setelah itu, warga menjadi ketakutan jika ingin ke kebun, karena takut ditangkap oleh polisi kehutanan. Penangkapan ini telah menimbulkan ketegangan dan ketakutan warga yang akan melakukan kegiatan di dalam kebun yang dianggap zona rehabilitasi oleh balai taman nasional, baik untuk memungut ranting dan kayu kering, maupun untuk menebang kayu yang dianggap masyarakat sebagai milik masyarakat. Walaupun timbul ketakutan, pada akhirnya warga memiliki keberanian untuk melawan dan memperjuangkan haknya, karena menurutnya melawan tidak melawan akan tetap ditangkap jika kepergok berada pada kebun yang masuk dalam kawasan taman nasional. Taman nasional pun bertindak menakut-nakuti akan mengusir dan menggusur pemukiman warga dengan memasang papan pengumuman mengenai perlarangan masuk kawasan konservasi di kebun dan di depan pemukiman. Selain itu, terjadi pula saling tuduh secara tidak langsung antara masyarakat dengan pihak balai taman nasional. Pihak taman nasional, yang 87 diwakilkan oleh Polisi Kehutanan Bapak KHR 47 tahun menganggap masyarakat Kasepuhan bukan masyarakat adat yang masih memiliki nilai-nilai adat dan budaya yang kuat. “Saya meragukan ke-adat-an masyarakat Kasepuhan, karena mereka terlihat seperti masyarakat pada umumnya. Perbedaan hanya terletak pada ritual-ritual yang mereka lakukan, dan saya tidak mengerti ritual tersebut memiliki arti apa. Lagipula, mereka pasti akan menebang hutan ketika terdesak oleh kebutuhan ekonomi, walau peraturan adat melarangnya.” Masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi di Kampung Cimapag masih diperbolehkan mengelola lahan, namun dengan persyaratan harus menanam tanaman pohon-pohon kayu keras, seperi rasalama dan mahoni. Walaupun masyarakat masih diperbolehkan mengelola lahan, hasil pertanian yang didapatkan banyak yang gagal. Menurut masyarakat hasil pertanian yang gagal, seperti panen pisang, terjadi karena diserang oleh babi hutan yang diduga masyarakat sengaja dikembangbiakan oleh Taman Nasional Gunung Halimun- Salak di dalam Gunung Halimun, karena sebelum adanya taman nasional babi hutan tidak ada di Gunung Halimun. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak RDI 55 tahun yang bekerja sebagai petani. “Setiap kami menanam pisang, hasil panen selalu gagal. Hasil panen dimakan oleh Babi Hutan. Padahal, dahulu di dalam kebun tidak ada Babi Hutan. Babi Hutan itu adalah hasil ternak taman nasional. Secara sengaja, Babi Hutan tersebut diternak untuk merusak tanaman warga” Konflik di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak menjadi sulit diselesaikan ketika kedua pihak yang berkonflik saling menyerang tanpa pernah bertemu dan berusaha untuk menyelesaikan konflik dengan damai. Konflik di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak sudah sampai tahap melakukan serangan fisik secara agresif menurut penggolongan berdasarkan intensitasnya Robbins dalam Tadjudin 2000. Pihak-pihak yang terlibat konflik, dalam hal ini pihak Taman Nasional Gunung Halimun-Salak telah melakukan penangkapan terhadap masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi, yang ketahuan sedang berada di kebun yang dianggap sebagai kawasan taman nasional. 88

5.6 Ruang-Ruang Konflik

Dokumen yang terkait

Analisis finansial usaha pengolahan produk fish nugget di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi Jawa Barat

0 7 78

Struktur Penguasaan Tanah Masyarakat dan Upaya Membangun Kedaulatan Pangan (Kasus Kampung Sinar Resmi, Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

1 13 176

Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

2 18 275

Kelembagaan Lokal Dalam Pemanfaatan Aren dan Peranan Hasil Gula Aren Bagi Pendapatan Rumahtangga Masyarakat Kasepuhan (Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

0 20 196

Alokasi Sumberdaya Kawasan Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat: Pendekatan Multi-Objective

0 16 100

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK).

4 12 25

PEWARISAN PENGETAHUAN LOKAL ETNOBOTANI KEPADA GENERASI SELANJUTNYA DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI KABUPATEN SUKABUMI.

2 8 27

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA.

3 19 36

SIKAP KONSERVASI SISWA KAMPUNG TRADISIONAL CIKUPA DAN KAMPUNG ADAT SINAR RESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI.

0 4 32

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA - repository UPI S BD 1004549 Title

0 0 4