52
4.3 Sejarah Kasepuhan Sinar Resmi
Masyarakat adat Banten Kidul adalah suatu komunitas yang dalam kesehariannya menjalankan sosio-budaya tradisional yang mengacu pada
karakteristik budaya Sunda pada abad ke-18 Asep, 2000 sebagaimana dikutip Hanafi et al., 2004. Hasil studi literatur sejarah yang dilakukan Hanafi et al.
2004, diketahui bahwa nenek moyang masyarakat adat Banten Kidul yang berada di kawasan Gunung Halimun terdiri atas tiga komunitas, yaitu komunitas
sisa pasukan Kerajaan Sunda Padjajaran yang lari bersembunyi, komunitas sisa pasukan Kerajaan Mataram, dan komunitas yang nerasal dari dinamika konflik
yang terjadi di Kesultanan Banten termasuk para buruh perkebunan yang didatangkan oleh VOC dari seluruh nusantara.
Dalam tiap perpindahan, penduduk menggarap lahan di wilayah baru dan hanya meninggalkan tradisi ‘nyekar’ ke wilayah-wilayah sebelumnya.
Itupun bila ada peninggalan makam leluhur. Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi menggambarkan latar belakang asal muasal leluhur mereka yang
mempunyai kaitan dengan prosesi ritual adat dalam kegiatan perladangan. Menjelang permulaan kegiatan berladang dan setelah syukuran panen, para
sesepuh adat, perangkat dan pemimpin Kasepuhan melakukan acara ritual ngembang atau ziarah kubur ke beberapa kuburan yang dianggap mempunyai
hubungan dengan sejarah keberadaan dan leluhur mereka, yang ada disekitar kawasan hutan dalam Desa Sirnaresmi dan di luar desa, seperti: kuburan di
Cipatat Urug - Bogor, di Cisono, Tegal Lumbu, Lebak Larang, Lebak Binong daerah Banten. Tempat-tempat ini diyakini berhubungan dengan tempat dan asal
muasal leluhur mereka. Lokasi Kasepuhan Sinar Resmi selalu berpindah-pindah sebelum di desa
Sirna Resmi saat ini. Berpindah-pindahnya lokasi Kasepuhan didasarkan pada wangsit dari para karuhun yang disampaikan melalui kepala Adat yang disebut
dengan Abah. Lokasi Kasepuhan sendiri telah berpindah-pindah selama 29 generasi dimulai sejak tahun 611 M. Namun hanya delapan generasi terakhir saja
yang boleh diketahui oleh Incu putu masyarakat adat, karena 21 generasi lainnya merupakan “rahasia para karuhun” yang tidak boleh diketahui oleh siapapun.
53 Menurut Sekretaris Desa Sirna Resmi, Bapak BHR 62 tahun, terbentuknya
Kasepuhan ini adalah dari sejarah perpindahan komunitas nomadik yang kemudian menetap, akibat pengaruh perkembangan sosial politik. Secara singkat
sejarah perpindahan tersebut adalah sebagai berikut: 1. tahun 611 – 807 di wilayah Seni
2. tahun 807 – 1001 di wilayah Kadu Luhur 3. tahun 1001 – 1181 di wilayah Jasinga
4. tahun 1181 – 1381 di wilayah Lebak Binong Banten 5. tahun 1381 – 1558 di wilayah Cipatat Urug
6. tahun 1558 – 1720 di wilayah Lebak Larang Banten 7. tahun 1720 – 1797 di wilayah Lebak Binong Banten
8. tahun 1797 – 1834 di wilayah Pasir Talaga 9. tahun 1834 – 1900 di wilayah Tegal Lumbu Banten
10. tahun 1900 – 1937 di wilayah Cisono Banten 11. tahun 1937 – 1960 di wilayah Cimapag, Cikaret
12. tahun 1960 – 1982 di wilayah Cikaret, Ciganas 13. tahun 1982 – 2002 di wilayah Sinar Resmi dan Cipta Gelar
Dimulai tahun 1474, lokasi Kasepuhan berlokasi di daerah Cipatat, Jasinga, Kabupaten Bogor. Kasepuhan ini dipimpin oleh seorang sesepuh yang
bernama Uyut Cipatat Aki Buyut Bao Rosa yang berasal dari Banten selama 150 tahun masa kepemimpinan. Anak Uyut Cipatat sebagai penerus setelah Uyut
Cipatat wafat, kemudian memindahkan pusat Kasepuhan ke Lebak Larang, Banten. Anak Uyut Cipatat ini dikenal dengan Uyut Gondok Aki Buyut
Warning. Tiga Tahun di Lebak Larang, Uyut Gondok wafat dan Kasepuhan diteruskan oleh Aki Buyut Kayon. Lokasi Kasepuhan pun berpindah ke Lebak
Binong, Banten, selama 27 tahun. Pada waktu itu, pemerintahan colonial Hindia- BelBapakIbu baru saja berdiri. Setelah Aki Kayon wafat, penerus selanjutnya
adalah putranya yang bernama Aki Ceboy. Namun karena saat itu, Aki Ceboy
54 belum dewasa saat ayahnya wafat, maka untuk sementara Kasepuhan dipimpin
oleh adik Aki Kayon yang bernama Aki Buyut Santayan sampai usia Aki Ceboy cukup umur untuk memimpin Kasepuhan. Semasa pimpinan Aki Santayan,
Kasepuhan berada di daerah Pasir Talaga, Sukabumi. Setelah Aki Ceboy dewasa, kepemimpinan Kasepuhan diberikan pada beliau, Kasepuhan berpindah tempat
lagi ke Tegal Lumbu, Banten. Aki Ceboy memimpin Kasepuhan selama 32 tahun. Setelah wafat,
diteruskan oleh anaknya yang bernama Uyut Jasiun Ki Ciung, Kasepuhan berpindah lokasi lagi ke Bojong Cisono, Banten. Ketika Jepang masuk, pengganti
Uyut Jasiun, yaitu Aki Rusdi membawa incu putu-nya ke Cimapag. Di sinilah incu putu diizinkan untuk membuka ladang oleh pemerintah Jepang.
Di Cimapag mereka menetap cukup lama. Semasa perang kemerdekaan, dusun ini menjadi salah satu basis brigade Kian Santang dari Divisi Siliwangi.
Tidak kurang dari 3.000 pocong padi disediakan Ki Rusdi buat ransum para gerilyawan. Ki Ardjo, anaknya yang menjadi lurah Cimapag, pun sempat diberi
pangkat sersan mayor oleh TRI. Untuk jasa-jasanya, ia kemudian dianugerahi Bintang Gerilya, Aksi Militer I dan Aksi Militer II. Lalu disusul dengan bintang
GOM II dan GOM V. Karena ikut serta dalam penumpasan pemberontakan DITII dan G30S-PKI di daerah itu. Sekitar tahun 1980-an, dusun terpencil itu membara.
Pernah, 10 orang warga ditebas kepalanya sekaligus oleh gerombolan DITII yang sedang panik. Belum lagi gangguan gerombolan-gerombolan penyamun yang
tidak jelas ideologinya. Maka, pada tahun 1957, Ki Rusdi pun memindahkan pusat kesepuhan ke Cikaret. Kali ini, campur tangan pihak luar mulai tampak. Pada
acara yang dinamai serah tahun, nama dusun itu ditetapkan sebagai Sirna Resmi. Idenya dari Overste Ishak Djuarsa. Di Sirna Resmi ini pula, Ki Rusdi wafat. Tidak
lama kemudian, pada tahun 1974, Ki Ardjo yang telah menjadi sesepuh membawa pengikutnya ke Ciganas, Sirna Rasa. Daerah ini termasuk kawasan Perhutani dan
PHPA. Ki Ardjo pun wafat pada tahun 1982. Kasepuhan saat itu digantikan oleh Abah Encup Sucipta Abah Anom.
55 Tahun 1983 Beliau pindah ke Cipta Rasa selama 17 Tahun. Pada tahun
1985 Kesepuhan terpecah menjadi dua yaitu: 1. Kasepuhan Cipta Rasa Abah Anom
2. Kasepuhan Sinar Resmi Abah Ujat Sujati . Tahun 2000 Abah Anom pindah ke Cipta Gelar. Dan pada Tahun 2002
Abah Ujat Sujati mengakhiri hidupnya. Dan waktu itu pula Kasepuhan Sinar Resmi terpecah kembali menjadi dua Kasepuhan, yaitu:
1. Kasepuhan Sinar Resmi Abah Asep Nugraha 2. Kasepuhan Cipta Mulya Abah Uum Sukmawijaya
Pada Tahun 2007 Abah Anom meninggal dunia dan Kasepuhan dilanjutkan oleh anaknya Abah Ugi Sugriana Rakasiwi.
Sejak tahun 2002 hingga tahun akhir tahun 2010 Kasepuhan terbagi menjadi tiga: 1. Kasepuhan Cipta Gelar Abah Ugi Sugriana Rakasiwi
2. Kasepuhan Sinar Resmi Abah Asep Nugraha 3. Kasepuhan Cipta Mulya Abah Hendrik
56
BAB 5 ANALISIS KONFLIK SUMBERDAYA HUTAN