70 Kasepuhan Cipta Mulya, dengan menuntut dibentuknya Peraturan Daerah
Sukabumi mengenai pengakuan hak-hak atas wilayah adat.
5.2.2 Kepentingan Masing-masing Pihak yang Berkonflik
Konflik kehutanan yang terjadi di Taman Nasional Gunung Halimun- Salak terjadi karena ada pihak-pihak yang memiliki banyak kepentingan atas
hutan. Pihak-pihak yang terlibat merasa bahwa kepentingan mereka harus didahulukan dibanding yang lain. Namun, dalam kasus yang terjadi di Taman
Nasional Gunung Halimun-Salak, kepentingan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dan kepentingan masyarakat adat Kasepuhan harus sama-sama
didahulukan. Pemerintah harus melakukan upaya konservasi mengingat kawasan Gunung Halimun merupakan kawasan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi
dan memiliki sumber mata air namun kebutuhan hidup masyarakat pun harus terdesak untuk dipenuhi. Sehingga hal inilah yang menjadi sumber konflik pada
akhirnya. Ketika kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak belum ditetapkan, wilayah Gunung Halimun dikelola oleh Perhutani. Perhutani pun
memiliki kepentingan yang berbeda pula dengan masyarakat, yaitu berusaha mendukung sistem kelestarian lingkungan, sistem sosial budaya dan sistem
perekonomian masyarakat perhutanan di Jawa dan Madura, Selain itu, melalui hutan produksinya, Perhutani memperoleh keuntungan ekonomi dari pengelolaan
sumberdaya hutan dan lingkungan serta sebagai pendukung bisnis yang berkelanjutan. Konflik yang terjadi antara masyarakat dengan Perhutani maupun
antara masyarakat dengan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, memiliki kesamaan dalam hal pengklaim-an wilayah hutan. Dengan kepentingan yang
berbeda-beda, memungkinkan untuk terjadinya konflik karena masing-masing pihak menginginkan kepentingannya terlebih dulu yang harus didahulukan.
71 Tabel-7 Peta Kepentingan atas Hutan bagi Pihak-pihak yang Terlibat Konflik
Pihak-pihak yang Terlibat Konflik Kepentingan atas hutan
Perhutani Sebagai Badan Usaha Milik Negara, yang
berperan mendukung sistem kelestarian lingkungan, sistem sosial budaya dan sistem
perekonomian masyarakat perhutanan di Jawa dan Madura, Selain itu, melalui hutan
produksinya, Perhutani memperoleh keuntungan ekonomi
dari pengelolaan sumberdaya hutan dan lingkungan serta
sebagai pendukung bisnis yang berkelanjutan. Masyarakat Adat
Masyarakat adat Kasepuhan memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap hutan. Mereka menganggap hutan sebagai tempat
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari. Selain itu, hutan pun memiliki nilai
spiritual yang tinggi. Kawasan hutan titipan yang merupakan hutan titipan leluhur
dipercaya menyimpan benda-benda pusaka milik leluhur yang harus dijaga. Selain itu,
kawasan hutan titipan juga merupakan daerah resapan air leuweung sirah cai, dimana air
merupakan kebutuhan pokok manusia.
Taman Nasional Gunung Halimun-Salak kawasan hutan Gunung Halimun dan Gunung
Salak merupakan kesatuan hamparan hutan dataran rendah dan pegunungan yang
mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi, sumber mata air bagi kepentingan
kehidupan masyarakat disekitarnya yang perlu dilindungi dan dilestarikan, melalui
upaya konservasi.
Sumber: diolah dari data primer, 2010, www.perumperhutani.com dan www.tnhalimun.go.id
Masing-masing pihak memiliki kepentingan yang berbeda atas obyek yang sama yaitu hutan. Perhutani saat mengelola kawasan Gunung Halimun, memiliki
peran untuk mendukung sistem kelestarian lingkungan dan memperoleh keuntungan ekonomi dari pengelolaan hutannya. Masyarakat adat Kasepuhan
memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga mustahil bagi mereka untuk meninggalkan dan lepas dari
hutan. Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, beranggapan Gunung Halimun dan Gunung Salak perlu untuk di konservasi karena memiliki keanekaragaman
yang tinggi dan perlu dilestarikan. Kepentingan-kepentingan yang berbeda dan masing-masing pihak merasa bahwa kepentingannya yang harus didahulukan
72 membuat pihak-pihak tersebut bentrok, karena tidak ada yang mau mengorbankan
kepentingannya.
5.3 Tahapan Konflik Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak