66 Konflik kehutanan di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak telah
terjadi sejak pemerintah turut campur dalam pengelolaan hutan. Berbedanya sistem pengelolaan hutan yang diterapkan oleh pemerintah dalam hal ini Perhutani
dan Balai Taman Nasional dengan Masyarakat Adat Kasepuhan, khususnya dalam zona rehabilitasi atau hutan bukaan Kasepuhan menjadi salah satu penyebab
konflik. Selain itu, ada pula perbedaan penafsiran dan penggunaan istilah dalam peraturan yang tercantum dalam peraturan pemerintah dan peraturan adat.
2.4 Peta Konflik Sumberdaya Hutan
Analisa pihak-pihak yang terlibat dalam konflik dalam dilakukan dengan pendekatan pemetaan konflik. Fisher et al. 2001 menyatakan bahwa pemetaan
konflik memiliki tujuan untuk memahami situasi yang baik, melihat hubungan diantara berbagai pihak secara jelas, menjelaskan letak kekuasaan, memeriksa
keseimbangan masing-masing kegiatan atau reaksi, melihat para sekutu yang potensial berada dimana, mengidentifikasi mulainya intervensi atau tindakan dan
untuk mengevaluasi apa yang telah dilakukan.
2.4.1 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Konflik
Konflik di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak dimulai sejak tahun 1954 hingga tahun 2010 dengan pihak-pihak yang selalu berganti di setiap
masanya. Pihak-pihak tersebut memiliki kepentingan yang pasti berbeda. Pihak- pihak yang terlibat dalam konflik kehutanan di kawasan Gunung Halimun adalah
sebagai berikut:
1. Perhutani
Perhutani Sebagai Badan Usaha Milik Negara, berbentuk Perusahaan Umum pengelola sumberdaya hutan di pulau Jawa dan Madura yang berperan
mendukung sistem kelestarian lingkungan, sistem sosial budaya dan sistem perekonomian masyarakat perhutanan di Jawa dan Madura. Wilayah kerja
Perhutani adalah kawasan hutan negara di Propinsi Jawa Tengah, Propinsi Jawa Timur dan Propinsi Jawa Barat dan Banten seluas 2.426.206 hektar.
Luas hutan yang dikelola Perhutani tidak termasuk kawasan hutan suaka alam dan hutan wisata yang dikelola oleh Kementrian Kehutanan, Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan Pelestarian Alam PHPA
67 www.perumperhutani.com. Dasar hukum yang digunakan dalam mengelola
hutan di pulau Jawa adalah Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 2003 tentang Perusahaan Umum Kehutanan Negara Perum Perhutani. Sifat usaha
merupakan dua misi yaitu mengusahakan pelayanan bagi kemanfaatan umum dan memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
Perhutani mulai mengelola kawasan Gunung Halimun sejak tahun 1970- an. Pada tahun 1983, masyarakat dianggap telah menyerobot lahan milik
Perhutani tanpa izin dan membuka areal yang sebelumnya merupakan hutan utuh. Namun, permasalahan diselesaikan dengan musyawarah yang
mempertemukan keduanya dan menghasilkan kesepakatan bahwa masyarakat adat masih diperbolehkan untuk menggarap lahan dengan sistem tumpang sari.
Selain itu, ada permasalahan lain yang muncul, ketika Perhutani menjadikan hutan titipan masyarakat sebagai hutan produksi. Padahal menurut adat
Kasepuhan hutan titipan adalah hutan yang tidak memperbolehkan adanya kegiatan ekonomi di dalamnya, bertentangan dengan fungsi hutan produksi
Perhutani yang dikhususkan untuk kegiatan ekonomi. Namun pada tahun 1992, pemerintah mengalihkan pengelolaan Gunung Halimun kepada Balai
Taman Nasional Gunung Pangrango, dan menjadikan kawasan yang sebelumnya adalah wilayah kerja Perhutani di kawasan Gunung Halimun
sebagai kawasan Taman Nasional Gunung Halimun melalui SK Menteri Kehutanan No. 282 Tahun 1992.
2. Masyarakat Adat