Kondisi Sosial-Budaya .1 Kepercayaan atau Religi

36 Abah terdiri dari 76 kk. Desa Sirna Resmi memiliki luas 4917 hektar dan memiliki luas hutan sebesar 2950 hektar, dan lahan pertanian 275 hektar. 4.2 Kondisi Sosial-Budaya 4.2.1 Kepercayaan atau Religi Masyarakat adat Banten Kidul adalah suatu komunitas yang dalam kesehariannya menjalankan sosio-budaya tradisional yang mengacu pada karakteristik budaya Sunda pada abad ke-18 Asep, 2000 sebagaimana dikutip Hanafi et al., 2004. Hasil studi literatur sejarah yang dilakukan Hanafi et al. 2004, diketahui bahwa nenek moyang masyarakat adat Banten Kidul yang berada di kawasan Gunung Halimun terdiri atas tiga komunitas, yaitu komunitas sisa pasukan Kerajaan Sunda Padjajaran yang lari bersembunyi, komunitas sisa pasukan Kerajaan Mataram, dan komunitas yang berasal dari dinamika konflik yang terjadi di Kesultanan Banten termasuk para buruh perkebunan yang didatangkan oleh VOC dari seluruh Nusantara. Dilihat dari segi religi, seluruh masyarakat adat Kasepuhan mengaku beragama Islam, meskipun dalam beberapa hal masih mempercayai hal-hal yang bersifat ghaib Animisme. Menurut tokoh adat kampung, Wa UGS 64 tahun mereka mengikuti tata cara ibadah yang dilakukan oleh Rasul, dengan istilah Slampangan dika Gusti Rasul. “kami beragama Islam, dan kami juga mempercayai Nabi Muhammad sebagai Rasul kami. Tata cara ibadah kami mengikuti ajaran Nabi, yang disebut dengan Slampangan dika Gusti Rasul” Menurut Rosdiana 1994 sebagaimana dikutip oleh Kurniawan 2002 masyarakat adat Kasepuhan mempunyai kepercayaan yang kuat terhadap kekuatan alam yang dikuasai oleh para leluhur mereka. Hal ini ditunjukkan dengan masih adanya ritual-ritual adat yang diwariskan leluhur dalam setiap kegiatan kemasyarakatan, seperti membakar kemenyan dengan diiringi dengan mantera-mantera yang dilafalkan dalam bahasa Sunda yang ditujukan untuk Gusti Nu Kuasa Tuhan Yang Maha Kuasa dan para leluhur. Bagi mereka, adat dan kepercayaan itu merupakan pedoman hidup utama dalam menjalankan kehidupan. 37 Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat adat Kasepuhan mempunyai persepsi bahwa alam semesta memiliki keteraturan dan keseimbangan. Terganggunya keteraturan dan keseimbangan berbagai komponen fisik maupun non fisik yang ada di bumi, dapat menimbulkan malapetaka bagi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat adat Kasepuhan masih memegang teguh aturan- aturan yang diwariskan oleh para leluhurnya.

4.2.2 Bahasa Sehari-hari

Masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi sebagian besar merupakan suku Sunda dan ada beberapa yang merupakan pendatang. Masyarakat asli Kasepuhan merupakan keturunan dari para leluhurnya yang terus mengabdi pada pimpinan Adat mereka. Masyarakat pendatang yang tinggal di Kampung Sinar Resmi ada yang berkomitmen untuk mengabdi pada pimpinan Adat, ada pula yang mengabdi kepada Abah di Kasepuhan lainnya. Menurut sejarah, masyarakat adat Kasepuhan merupakan keturunan dari para sisa pasukan Kerajaan Padjajaran yang melarikan diri ke wilayah Gunung Halimun ketika terjadi penyerangan oleh Kerajaan Islam. Oleh sebab itu, masyarakat adat Kasepuhan mewariskan adat dan budaya dari Kerajaan Padjajaran, salah satunya adalah Bahasa Sunda. Bahasa Sunda digunakan dalam percakapan sehari-hari masyarakatnya. Selain itu, bahasa Sunda pun digunakan dalam berkomunikasi dengan para leluhur dan dalam ritual-ritual adat.

4.2.3 Mata Pencaharian Masyarakat

Masyarakat adat kasepuhan Sinar Resmi berupaya untuk hidup mandiri dan lepas dari ketergantungan hidup pada pihak lain. Namun, mereka tidak melupakan nilai kekeluargaan dan sifat kegotong-royongan. Walaupun pada umumnya masyarakat bekerja sebagai petani dan peladang, tidak pernah terdengar kabar adanya krisis pangan atupun warga yang kekurangan pangan. Bahkan, lumbung-lumbung padi pun tidak pernah kosong sepanjang tahun, sampai panen padi berikutnya. Pertanian ladang huma dan sawah masyarakat adat Kasepuhan hanya dilakukan setahun sekali pada bulan September hingga bulan Oktober. Hal ini didasarkan pada kepercayaan masyarakat yang diwariskan oleh leluhur mereka, 38 yang menganggap bahwa tidak akan berhasil jika menanam padi lebih dari satu kali dalam setahun. Selain itu, anggapan ini didasarkan pada prinsip Ibu Bumi yang menganggap bumi tanah sebagai Ibu dan pada hakikatnya seorang ibu hanya dapat melahirkan setahun sekali. Terdapat 46 jenis padi yang dimiliki Kasepuhan Sinar Resmi. Ketua Adat, Abah ASN 44 tahun mengharapkan warga dapat menanam ke-46 jenis padi tersebut di tiap petak sawah. “Dahuu, di ladang dan sawah milik masyarakat ditanami kurang lebih 100 spesies padi. Namun, saat ini, hanya bersisa 46 spesies. Abah menginginkan warga dapat menanam 46 spesies padi tersebut, di setiap petak ladang. Jadi, warga dapat memiliki 46 petak ladangdan 46 lumbung padi. Namun, saat ini, hal tersebut belum dapat terlaksana.” Setiap kali panen, warga memisahkan dua pocong padi untuk diserahkan pada sesepuh girang sebagai tatali untuk kemudian disimpan di lumbung komunal yang disebut Leuit Si Jimat. Padi ini disimpan sebagai cadangan makanan bila musim paceklik datang, dan bisa dipinjam kepada warga yang kekurangan beras, dan dikembalikan dengan jumlah yang sama. Leuit Si Jimat selain berfungsi sebagai tempat menyimpan cadangan padi warga, lumbung ini juga digunakan dalam upacara adat Seren Taun setiap tahunnya sebagai tempat penyimpanan indung pare Ibu padi. Peraturan adat melarang masyarakat untuk memperjualbelikan beras sebagai makanan pokok, dan hasil olahan lainnya. Peraturan adat menganalogikan padi sebagai seorang wanita, yang apabila telah dikupas kulit padinya maka akan terlihat seperti seorang wanita yang tidak berpakaian. Jika beras diperjualbelikan, maka akan sama dengan memperjualbelikan harga diri seorang perempuan. Seperti pernyataan yang disebut oleh tokoh adat, Wa UGS 64 tahun. “Secara filosofis, beras dianalogikan sebagai seorang wanita yang tidak memakai pakaian, maka tidak pantas ketika kami menjual wanita yang tidak berpakaian, sedangkan wanita sangat dihormati terkait dengan istilah Ibu Bumi.” Walaupun masyarakat dilarang untuk memperjualbelikan beras dan hasil olahannya, masyarakat masih diperbolehkan untuk menjual padi. Namun ada ritual khusus yang harus dijalankan, dan dengan syarat kebutuhan keluarga sudah 39 terpenuhi sampai panen padi berikutnya. Seperti yang dipaparkan oleh Ketua Adat, Abah ASN 44 tahun. “Beras tabu untuk diperjualbelikan, dan ini sudah ada di dalam peraturan adat. Kecuali, ada keluarga yang memiliki lumbung padi lebih dari satu, dan kebutuhan keluarganya telah tercukupi hingga panen berikutnya, maka keluarga tersebut dapat menjual padi, bukan beras. Keluarga tersebut harus melakukan ritual khusus jika ingin menjual padi, dan tidak dapat dilakukan secara terus menerus.” Masyarakat adat Kasepuhan, selain hidup dari pertanian padi, mereka juga hidup dari berkebun dan berternak. Talun atau kebun warga ditanami oleh tanaman pisang, jagung, kacang, sayur-sayuran dan tanaman buah-buahan. Selain itu, warga juga menanan pohon kayu-kayuan seperti mahoni dan albasia untuk keperluan kayu bakar dan membuat rumah, leuit lumbung padi, dan sarana ibadah. Hasil kebun yang berupa buah-buahan dan sayuran dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan lainnya, seperti pakaian. Namun, untuk pohon kayu-kayuan tidak boleh dijual, hanya untuk kebutuhan kayu bakar dan pembangunan sarana dan prasarana seperti membangun rumah, leuit lumbung padi, dan sarana ibadah. Selain berkebun, masyarakat juga beternak ayam. Hampir semua warga memiliki kBapakIbung ayam di depan rumahnya.

4.2.4 Nilai-nilai Tradisional

Kearifan lokal adalah pengetahuan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat Kasepuhan khususnya secara turun temurun dalam pengelolaan lingkungan. Kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat adat Kasepuhan terbagi dalam pengelolaan pertanian, pengelolaan hutan, dan pepatah-pepatah lokal yang terkait dalam pengelolaan pertanian dan hutan. Pengelolaan pertanian masyarakat adat Kasepuhan terbagi dalam tiga pengelolaan, yaitu pertanian ladang huma, sawah dan kebun talun. Telah disinggung dalam sub-bab sebelumnya, bahwa pertanian ladang dan sawah hanya dilakukan sekali dalam setahun. Hal ini didasarkan pada kepercayaan masyarakat yang menganggap bahwa tidak akan berhasil jika menanam padi lebih dari satu kali dalam setahun. Selain itu, ini juga didasarkan pada prinsip Ibu Bumi yang menganggap bumi tanah sebagai Ibu dan pada hakikatnya seorang ibu hanya 40 dapat melahirkan setahun sekali. Beras sebagai komoditas utama pertanian sawah dan ladang tidak boleh diperjualbelikan. Kegiatan pertanian ladang berbeda dengan kegiatan pertanian di sawah. Masing-masing pertanian memiliki ritual-ritual adat tersendiri dalam pelakasaannya. Berikut adalah tahap-tahap kegiatan yang dilakukan dalam pertanian ladang. Tabel-3 Tahap-tahap Kegiatan Pertanian Ladang Kegiatan Bulan Sistem Kalender Islam Pelaksana Narawas menBapakIbui lokasi yang akan dijadikan lahan huma Jumadil awal Lk Nyacar membersihkan lahan, biasanya selama 1 minggu setelah itu di keringkan selama 15 hari – 1 bulan Jumadil awal Lk, Pr, P Ngahuru membakar semak kering untuk dijadikan pupuk Jumadil akhir Lk Ngerukan mengumpulkan sisa-sisa yang belum terbakar Jumadil akhir Lk, Pr, P Ngaduruk membakar sisa-sisanya Jumadil akhir Lk, Pr Nyara meremahkan tanah Jumadil akhir Lk, Pr, P Ngaseuk penanaman bibit padi dengan menggunakan tongkat atau aseuk Rajab Lk, Pr, P Ngored menyiangi rumput Ruwah Lk, Pr, P Mipit Dibuat memotong padi panen Haji Lk, Pr Ngadamel lantayan membuat tempat menjemur padi Haji Lk Ngalantaykeun proses menjemur padi pada lantayan Haji Lk, Pr Mocong mengikat padi yang kering Muharam Lk, Pr, P Ngunjal diangkut ke lumbung padi Muharam Lk Ngaleuitkeun memasukkan ke lumbung Muharam Lk, Pr Ngeuleupkeun dirapikan Muharam Lk Ngadieukeun indung pare menyimpan padi di dalam leuit Muharam Lk Selametan ampih pare Muharam Lk, Pr, P Keterangan: Lk = Laki-laki, Pr = Perempuan, dan P = Pemuda Sumber: diolah dari data primer, 2010 41 Dari 17 prosesi di atas, ada enam kegiatan utama yang harus dilakukan antara lain: • Ngaseuk merupakan kegiatan menanam padi dengan memasukkan benih ke dalam lubang dengan menggunakan aseuk tongkat. • Beberes Mager: ritual untuk menjaga padi dari serangan hama. Kegiatan ini dilakukan oleh pemburu di ladang Abah ladang milik Kasepuhan dengan membaca doa. Kegiatan ini dilaksanakan sekitar bulan Muharam. • Ngarawunan : ritual untuk meminta isi padi agar tumbuh dengan subur, sempurna dan tidak ada gangguan. Kegiatan ini dilakukan oleh semua incu putu untuk meminta doa kepada abah melalui bagian pamakayaan. Ngasrawunan dilakukan setelah padi berumur tiga bulan sampai empat bulan. • Mipit: kegiatan memanen padi yang dilakukan lebih dulu oleh Abah sebagai pertBapakIbu masuknya musim panen. • Nutu: kegiatan menumbuk padi pertama hasil panen. • Nganyaran: memasak nasi menggunakan padi hasil panen pertama, dua bulan setelah masa panen. Adapun tahap-tahap pertanian sawah yang dilakukan oleh masyarakat kampung mulai dari menanam padi hingga memanen padi adalah sebagai berikut: 1. Macul nyangkul, yaitu kegiatan menyangkul tanah yang akan ditanami sawah, meliputi macul badag dan macul alus. 2. Ngalur Garu, yaitu membajak sawah dengan menggunakan alat bantu garu dan hewan ternak kerbau. 3. Ngoyos, yaitu membersihkan tanaman pengganggu seperti rumput liar yang menghambat pertumbuhan tanaman padi. 4. Patangkeun, yaitu meratakan seluruh permukaan tanah di sawah yang belum rata. 5. Sebar, yaitu menumbuhkan benih padi persemaian pada tahap pembibitan awal. 6. Tandur, yaitu menanam bibit padi yang sudah tumbuh setelah sebar. 42 7. Ngabungkil, yaitu memberikan sedikit pupuk kimia pada tanaman TSP dan urea agar tanaman padi tumbuh dengan baik. 8. Ngoyos Kadua, yaitu membersihkan kembali tanaman pengganggu seperti rumput liar yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi. 9. Babad, yaitu membersihkan rumput atau tanaman pengganggu yang terdapat di pematang sawah. 10. Nunggu Dibuat, yaitu menjaga padi yang sudah mulai tumbuh dari gangguan, seperti burung-burung pemakan padi. 11. Dibuat, yaitu panen tanaman padi yang sudah matang. 12. Ngalantai, yaitu menjemur padi yang sudah dipanen hingga kering. 13. Mocong, yaitu mengikat padi dari jemuran sebelum dimasukkan ke dalam leuit lumbung. 14. Asup Leuit, yaitu memasukkan padi yang sudah kering ke dalam leuit lumbung. 15. Nganyaran, yaitu mengadakan acara selamatan untuk padi yang baru dipanen dan memasak padi menjadi nasi yang panen pada tahun tersebut. Penentuan waktu untuk mulai menanam padi ditentukan dengan sistem perbintangan yang dipercayai oleh masyarakat adat Kasepuhan. Ada dua bintang yang diyakini sebagai permulaan penanaman ketika keduanya telah muncul, yaitu bintang Kerti dan bintang Kidang. Bintang Kerti muncul sekitar bulan September hingga bulan Oktober pada pukul 00.00 WIB. Ketika bintang Kerti muncul atau disebut sebagai Tanggal Kerti Turun Besi, menBapakIbukan bahwa masyarakat sudah memulai untuk membuat perkakas-perkakas pertanian. Bintang Kidang muncul sekitar tiga hingga empat minggu kemudian yang menBapakIbukan sudah saatnya untuk menggunakan perkakas pertanian yang telah dibuat. Sebutannya adalah Turun Kujang. Artinya masyarakat sudah mulai untuk mengolah lahan untuk ditanami padi dengan menggunakan perkakas-perkakas pertanian tradisional, seperti bajak dan cangkul. Enam bulan kemudian bintang Kidang tenggelam, yang disebut dengan Turun Kungkang. Artinya, sudah saatnya padi dipanen, karena saatnya hama-hama muncul. Ketika semua padi telah dipanen, muncul lagi tunas baru 43 pada bekas tanaman padi tersebut. Tunas ini merupakan bagian untuk hama-hama tersebut, yang disebut dengan istilah Turiang. Setelah padi dipanen, padi dijemur ngalantai dan diikat dengan tali-tali pocong mocong. Satu ikatan pocong padi dapat menghasilkan tiga hingga empat liter beras. Kemudian padi yang telah diikat tadi dimasukkan ke dalam lumbung leuit. Setelah itu, dilakukan kegiatan syukuran dengan memasak beras pertama dari hasil panen tahun tersebut yang disebut dengan nganyaran. Ritual selanjutnya dalam kegiatan pertanian adalah upacara pesta panen atau upacara Seren Taun. Upacara ini dilakukan untuk mensyukuri hasil panen tahun itu dan sebagai hiburan untuk masyarakat yang telah bekerja selama satu tahun dalam pertanian. Rangkaian acara dimulai setelah panen dilakukan, dengan melakukan Serah Ponggokan. Para Kolot Lembur kepala kampungdusun berkumpul untuk mendiskusikan besarnya biaya yang ditanggung per orang untuk biaya Seren Taun. Kemudian masyarakat menyerahkan besarnya biaya yang telah disepakati kepada Abah yang diwakilkan pada Kolot Lembur di setiap kampungdusun. Abah sebagai pimpinan adat melakukan ziarah ke makam- makam leluhurnya, mulai dari makam Abah sebelumnya hingga makam leluhurnya di Cipatat Bogor. Ziarah ini dilakukan untuk memohon restu kepada para leluhur, agar pelaksanaan Seren Taun dapat berjalan dengan lancar. Kearifan masyarakat adat Kasepuhan dalam pengelolaan hutan diwujudkan dalam pembagian hutan menjadi tiga bagian, Leuweung tutupan, Leuweung titipan, dan Leuweung Bukaan. Leuweung tutupan adalah kawasan hutan alam yang dititipkan oleh leluhur untuk generasi mendatang, dan tidak boleh berubah keutuhannya, yang memiliki keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang tinggi dan termasuk dalam kawasan lindung karena fungsinya sebagai daerah resapan air Leuweung sirah cai dan pusat keseimbangan ekosistem. Kawasan ini tidak boleh dimasuki oleh manusia, karena menurut adat manusia bukan termasuk makhluk hidup yang tinggal di hutan. Leuweung titipan adalah kawasan hutan yang boleh dimasuki oleh manusia atas seizin Abah, dan dengan tujuan untuk pengambilan hasil hutan kayu untuk kayu bakar dan membuat bangunan dan hasil hutan non-kayu berupa tanaman obat-obatan, madu hutan, 44 rotan dan sebagainya. Jika ingin mengambil hasil hutan kayu dari hutan tutupan, masyarakat harus menanam kembali pohon sebagai pengganti pohon yang ditebangnya sesuai dengan jumlah pohon yang ditebang. Leuweung Bukaan adalah kawasan hutan yang telah dibuka sejak lama secara turun temurun dan digunakan untuk lahan garapan masyarakat, baik berupa ladang huma, sawah, maupun talun kebun. Lahan garapan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan papan kayu masyarakat adat. Selain itu, adapula leuweung awisan yang dipersiapkan untuk lokasi perpindahan pusat Kasepuhan yang merupakan usaha untuk mendekati lebak cawane tujuan akhir perpidahan Kasepuhan yang didasarkan pada petunjuk yang berkaitan dengan perubahan penting uga yang diperkirakan terletak di antara Gunung Bengbreng, Beser, Suren, Talaga, Herang, Halimun, Pangkulahan, Putri, Kasur, Salimbar, Bancet, Panyugihan, dan Surandil. Selain ritual-ritual dalam pengelolaan pertanian dan hutan, masyarakat adat Kasepuhan pun memiliki pepatah-pepatah lokal sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupannya. Pepatah-pepatah lokal tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tilu Sapamulu, Dua Sakarupa, Nu hiji Eta-eta Keneh Basis dari hukum adat Kasepuhan Sinar Resmi adalah filosofi hidup mereka yang berbasis pada tiga tiang Tilu Sapamulu, yaitu Tekad, Ucap, dan Lampah, yang diartikan sebagai tekad, perkataan dan perilaku. Masyarakat Kasepuhan harus memberikan perhatian besar kepada ketiga prinsip tersebut dan menggunakannya sebagai pedoman dalam menjalankan kehidupan baik tingkat individu maupun komunitas. Dalam tingkat individu, Tekad, Ucap, dan Lampah digunakan dalam perkataan dan perbuatan: satu kata dan perbuatan harus konsisten dengan niat yang baik. Dalam level komunitas, komunitas Buhun, harus serasi dengan pemerintah Nagara sebagai penguasa komunitas, dan adat kampung Syara. Pada level lainnya, komunitas dan sistem pemerintahan harus menghormati kehidupan masyarakat. Kasepuhan, urusan pemerintah dan komunitas harus memperhitungkan ruh kehidupan komunitas, raga sosial-politik dan norma adat Papakean. Jika hal ini diatur tanpa memperhitungkan komunitas Buhun, 45 akan seperti orang yang berpakaian lengkap namun tidak memiliki ruh seperti mayat. Jika hanya memperhitungkan raga dan komunitas Buhun, akan menghasilkan komunitas tanpa aturan, seperti manusia yang tidak berpakaian. 2. Ibu bumi, bapak langit, tanah ratu Bumi tanah dianalogikan sebagai ibu yang dapat melahirkan sebuah kehidupan makanan untuk hidup manusia. Langit dianalogikan sebagai bapak yang dapat menurunkan hujan, dimana jika hujan turun ke bumi, maka akan menumbuhkan kehidupan baru. Seorang ibu yang memiliki rambut yang indah akan membuat bapak tertarik dan mencumbui ibu untuk menghasilkan keturunan. Hal ini memiliki makna bahwa sebagai bumi tanah yang dianalogikan sebagai ibu harus memiliki banyak pepohonan yang dianalogikan dengan rambut yang indah, agar menarik bapak yang menyimbolkan langit untuk menurunkan hujan agar dapat memberikan penghidupan kepada manusia.

4.2.5 Kelembagaan Adat

Kasepuhan Sinar Resmi dipimpin oleh seorang Abah, yang bernama Abah ASN. Peranan seorang Abah, sangatlah penting karena selain pimpinan adat, beliau juga merupakan junjungan masyarakat Kasepuhan, sehingga keberadaannya sangat dihormati. Tidak sembarang orang mendapatkan posisi sebagai pemimpin adat. Hanya anak laki-laki keturunan Abah sebelumnya yang bisa menjadi penerus ayahnya. Itu pun harus berdasarkan wangsit yang diturunkan oleh karuhun leluhur mereka. Jika bukan orang yang mendapatkan wangsit memaksakan diri menjadi pemimpin adat, maka akan mendapatkan kabendon kualat karena melanggar apa yang telah ditetapkan oleh para karuhun. Kabendon dapat berupa musibah atau bencana kepada orang yang kena kabendon, seperti misalnya sakit yang tidak kunjung sembuh. Kabendon dapat hilang ketika orang tersebut ”turun” dari posisi Abah dan meminta maaf kepada karuhun dengan ritual-ritual khusus. 46 Masyarakat adat Kasepuhan Sinar Resmi mengenal adanya perangkat- perangkat Kasepuhan yang membantu Abah dalam menjalankan sistem pemerintahan di Kasepuhan. Perangkat-perangkat tersebut adalah sebagai berikut: Tabel-4 Perangkat-perangkat Kasepuhan berdasarkan Fungsinya No. Jabatan Fungsi 1 Kanagaraan Kepala urusan luar kampung Membantu Abah dalam semua permasalahan yang terkait dengan pemerintah. Sebagai penasihat Abah ketika ada isu-isu yang terjadi di komunitas. 2 Syara’ Kepala urusan agama Membantu Abah dalam permasalahan yang terakait dengan hukum adat dan agama. 3 Panghulu Kepala urusan adat Sebagai pemimpin doa dalam ritual-ritual adat. Menyiapkan segala keperluan untuk pemakaman, dan menentukan biaya untuk pemakaman. 4 Tatanen Pengatur air Mengkoordinasi manajemen sawah dan sistem irigasi. Menghukum orang-orang yang ikut campur dalam mensuplai air. 5 Dukun Manusia Penyembuh orang Memimpin ritual-ritual untuk mencegah dan mengobati penyakit. Memberikan obat-obatan dan menentukan biaya untuk pengobatan. 6 Dukun Hewan Penyembuh hewan Mengobati hewan yang sakit. 7 Panyawah Pengatur urusan sawah Mengawasi dan mengurus sawah komunal 8 Paraji Bidan Membantu wanita melahirkan 9 Moro Pemburu Memburu hewan untuk ritual adat mengusir hama yang mengganggu 10 Kemit Penjaga orang yang bertugas menjaga keamanan wilayah tempat tinggal 11 GanekKoja Asisten abah Mendampingi abah ketika melakukan perjalanan ke luar kampung Sumber: diolah dari data primer 2010 Perangkat-perangkat Kasepuhan bekerja sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan. Posisi-posisi perangkat-perangkat tersebut ditunjuk secara musyawarah disesuaikan dengan kemampuan yang dimiliki oleh orang yang ditunjuk dan disetujui oleh Abah sebagai ketua adat. 47

4.2.6 Nilai Hutan bagi Masyarakat

Hutan memiliki arti penting bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Karena masyarakat sekitar hutan memiliki intensitas interaksi yang tinggi terhadap hutan. Masyarakat sekitar hutan menganggap bahwa hutan adalah tempat untuk memperoleh hasil hutan atau mendayagunakan hutan dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi keluarganya, dan bersifat subsisten. Selain itu, ada juga masyarakat yang menganggap hutan sebagai tempat yang mengandung nilai-nilai spiritual yang tinggi dan sebagai tempat makhluk-makhluk gaib berada sehingga keberadaan hutannya tidak boleh diganggu oleh manusia. Masyarakat adat Kasepuhan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap hutan. Mereka menganggap hutan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat adat Kasepuhan adalah hutan titipan. Hasil yang dimanfaatkan berupa kayu-kayuan dan bambu untuk membuat rumah, leuit, sarana ibadah, dan lainnya, nipah dan kirai untuk membuat atap rumah, buah-buahan, madu hutan, rotan untuk membuat kerajinan- kerajinan dan peralatan rumah tangga, dan tanaman obat-obatan. Penggunaan kayu-kayuan dan bambu untuk membuat bangunan termasuk rumah dan leuit dan penggunaan nipah dan kirai sebagi atap merupakan perintah karuhun yang tidak boleh dilanggar. Masyarakat adat Kasepuhan tidak boleh menggunakan bahan tanah dalam mendirikan bangunan. Hal ini diyakini bahwa sebagai makhluk yang hidup, tidak sepatutnya untuk tinggal di bawah tanah, karena makhluk hidup yang tinggal di bawah tanah hanya makhluk yang sudah mati. Penggunaan rotan untuk pembuatan kerajinan dan peralatan rumah tangga, ini dilakukan karena adat hanya memperbolehkan penggunaan peralatan-peralatan tradisional dalam melakukan aktivitas harian. Penggunaan kayu-kayu yang sudah mati dan ranting-ranting untuk kayu bakar diharuskan, karena masyarakat harus menggunakan hawu semacam tungku untuk memasak, khususnya memasak nasi. 48 Seperti yang diungkapkan oleh Abah ASN 44 tahun, Ketua Adat. “Para Leluhur memerintahkan untuk mendirikan rumah dan lumbung padi dengan menggunakan kayu-kayuan dan bambu untuk bagian dinding dan rangka rumah, serta menggunakan daun nipah dan kirai untuk bagian atap. Peraturan adat melarang kami untuk menggunakan bahan tanah dalam membangun rumah, karena makhluk hidup tidak patut untuk tinggal di bawah tanah. Ketika memasak nasi, masyarakat harus menggunakan tungku dan kayu bakar, karena sudah diatur oleh adat.” Mengingat kebutuhan yang tinggi terhadap hasil hutan, masyarakat Kasepuhan tidak dapat terpisahkan kehidupannya dari hutan. Karena mereka terikat adat yang kuat dalam pengelolaan dan pemanfaataannya. Ada nilai spiritual yang terkandung di dalamnya. Kawasan hutan tutupan yang merupakan hutan titipan leluhur dipercaya menyimpan benda-benda pusaka milik leluhur yang harus dijaga. Selain itu, mengingat hutan tutupan sebagai daerah resapan air leuweung sirah cai, dan air merupakan kebutuhan utama masyarakat, maka sudah pasti keutuhannya mesti terjaga dan menjadi hal yang penting dalam kehidupannya. Maka, tidak adil rasanya ketika akses masyarakat Kasepuhan terhadap hutan harus dibatasi bahkan diputus oleh pihak-pihak yang memiliki wewenang tinggi terhadap hutan.

4.2.7 Sistem Pengelolaan dan Kepemilikan Hutan

Kampung Sinar Resmi memiliki kekayaan sumberdaya alam yang melimpah, salah satunya adalah sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan masyarakatnya untuk bertani sawah, berladang, dan berkebun. Masyarakat memanfaatkan lahan pertanian ini untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan komoditi yang dihasilkan berupa padi, sayuran, jagung, dan buah-buahan. Dalam mengelola lahan pertanian, masyarakat adat hanya diperkenankan menggunakan peralatan pertanian tradisional, seperti garu, cangkul, arit, dan kerbau untuk membajak sawah. Sumberdaya lainnya yang dimiliki oleh kampung Sinar Resmi adalah sumberdaya hutan. Dalam pengelolaannya, adat membagi hutan leuweung ke dalam tiga pembagian, yaitu Leuweung tutupan, Leuweung titipan, dan Leuweung Bukaan. Leuweung tutupan adalah kawasan hutan alam yang memiliki 49 keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang tinggi dan termasuk dalam kawasan lindung karena fungsinya sebagai daerah resapan air Leuweung sirah cai dan pusat keseimbangan ekosistem. Kawasan leuwueng tutupan merupakan warisan atau titipan para leluhur adat dan Allah Gusti Nu Kuasa yang harus terjaga keutuhannya dan tidak boleh dimasuki oleh manusia, karena manusia tidak termasuk makhluk hidup yang ada di dalam hutan. Hutan ini hanya boleh dimasuki oleh petugas pengawasan hutan kemit leuweung yang telah diamanatkan oleh Abah untuk memeriksa barang-barang pusaka yang ada di dalam hutan tutupan. Pemeriksaan hanya dilakukan setahun sekali. Leuweung tutupan berada di atas pegunungan atau puncak pegunungan Halimun. Kawasan leuweung tutupan memiliki luas 60 dari seluruh kawasan hutan adat yang dimiliki oleh kampung. Leuweung titipan adalah kawasan hutan yang dialokasikan untuk kawasan pemukiman di masa mendatang awisan dan untuk lahan garapan nantinya. Perpindahan pemukiman didasarkan pada wangsit yang diterima Abah. Perpindahan biasa dilakukan dalam kurun waktu 30-40 tahun sekali. Perpindahan dilakukan untuk memulihkan kembali daya dukung alam secara ekologis bagi kebutuhan manusia. Hutan tutupan boleh dimasuki oleh manusia atas seizin Abah, dan dengan tujuan untuk pengambilan hasil hutan kayu untuk kayu bakar dan membuat bangunan dan hasil hutan non-kayu berupa tanaman obat-obatan, madu hutan, rotan dan sebagainya. Dalam mengambil kayu tidak boleh dilakukan secara sembarangan, ada aturan khusus yang harus dijalankan. Setiap warga yang ingin mengambil kayu harus menanam pohon di lahan yang memiliki jarak renggang antar pohon. Jumlah pohon yang ditanam pun, harus disesuaikan dengan jumlah pohon yang akan ditebang. Selain itu, pohon yang ditebang pun harus pohon yang telah cukup umur, dan pohon yang memiliki jarak dekat satu sama lainnya. Leuweung Bukaan adalah kawasan hutan yang telah dibuka sejak lama secara turun temurun dan digunakan untuk lahan garapan masyarakat, baik berupa ladang huma, sawah, maupun talun kebun. Lahan garapan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan papan kayu masyarakat adat. Pengaturan lahan garapan untuk warga dilakukan oleh Abah sebagai pimpinan adat tertinggi. Untuk daerah-daerah tertentu, penanaman padi sawah dan huma tidak boleh 50 dilakukan pada lokasi yang sama untuk kedua kalinya, daerah ini disebut dengan Huma Serang suci. Tabel-5. Penggunaan Lahan Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi di desa Sirna Resmi Penggunaan lahan Zona di Kasepuhan Luas Ha Pemukiman Hutan bukaan leuweung garapan 78,18 Sawah Hutan bukaan leuweung garapan 559,98 Perkebunan Hutan bukaan leuweung garapan 303,4 Tanah kuburan Hutan bukaan leuweung garapan 7.00 Hutan adat Hutan titipan leuweung titipan 1.013,00 Hutan adat Hutan yang dilindungi leweung tutupan 2.948,48 Total luas desa 4.906,04 Sumber: Suganda, 2009 Sumberdaya lainnya yang tersedia di kampung Sinar Resmi adalah sumberdaya air, berupa sungai. Sungai-sungai yang dimanfaatkan masyarakat adalah sungai Cipanengah, sungai Cibareno dan sungai Cikaret. Sungai-sungai ini dimanfaatkan untuk keperluan mengairi sawah, mandi, dan air minum. Air sungai dialirkan menggunakan pipa-pipa paralon ke bak-bak penampungan yang tersedia di belakang Imah Gede rumah Abah untuk digunakan mandi, mencuci dan memasak. Air untuk pengairan sawah, dialirkan dari sungai dengan membuat saluran-saluran irigasi yang langsung menuju ke sawah. Dalam peraturan adat Kasepuhan, sumberdaya lahan dikelompokkan menurut fungsinya, seperi hutan ditanami pohon kayu-kayuan keras gunung kayuan; lereng curam ditanami dengan bambu lamping gawit awian; area perkebunan kebun talun; pertanian padi datar sawahan, dan kolam ikan legok balongan. Pengelompokan lahan ini mempengaruhi cara masyarakat Kasepuhan dalam mengelola sumberdaya alam. Sumberdaya alam yang dimiliki oleh masyarakat adat Kasepuhan dianggap sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan titipan dari para leluhur mereka. Oleh karena itu, mereka wajib untuk menjaga keutuhan dan mempergunakan sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka saat ini hingga generasi mendatang. Sebagai lahan titipan para leluhur, seluruh sumberdaya alam ini diklaim sebagai milik adat dan bersifat komunal. Hanya 51 boleh dipergunakan dan dimanfaatkan untuk hidup, namun tidak boleh untuk dijual dan dimiliki secara individual. Pengaturan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya alam di Kasepuhan, diatur oleh seorang Abah sebagai pemimpin adat. Kawasan Gunung Halimun, selain terdapat wilayah adat yang telah ada sejak dahulu, ada juga wilayah konservasi pemerintah berupa kawasan hutan lindung taman nasional. Kawasan ini berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam dan ekosistemnya. Kawasan konservasi taman nasional berdasarkan UU No. 41 Tahun 1999 pasal 4 1 dan 2 disebutkan sebagai kawasan hutan yang dikuasai oleh Negara dan memberikan wewenang kepada pemerintah untuk, 1 mengatur dan mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan; 2 menetapkan status wilayah tertentu sebagai kawasan hutan atau kawasan hutan sebagai bukan kawasan hutan; dan 3 mengatur dan menetapkan hubungan-hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan. Selain itu, pengaturan pengelolaan Gunung Halimun secara konservasi dilakukan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam berdasarkan pada SK. Menhut No. 175 Tahun 2003. Terkait dengan keberadaan taman nasional sebagai kawasan konservasi, institusi pengelola di Indonesia mencakup unsur hak kepemilikan, batas wilayah kewenangan dan aturan keterwakilan. Hak kepemilikan taman nasional, sesuai dengan UUD 1945 Pasal 33 dan UU No. 5 Tahun 1967 mengenai Ketentuan- Ketentuan Pokok Kehutanan adalah milik Negara state property. Menurut pasal 34 UU No. 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumberdaya Alam dan Ekosistemnya, pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini oleh Kementrian Kehutanan. Kawasan konservasi taman nasional, memiliki lokasi yang berdekatan, bahkan bertumpang tindih dengan wilayah adat Kasepuhan. Dalam kasus Kasepuhan Sinar Resmi, wilayah adat yang tumpang tindih dengan kawasan taman nasional pada zona rimba dan zona rehabilitasi adalah leuweung tutupan, leuweung titipan dan leuweung Bukaan. 52

4.3 Sejarah Kasepuhan Sinar Resmi

Dokumen yang terkait

Analisis finansial usaha pengolahan produk fish nugget di Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi Jawa Barat

0 7 78

Struktur Penguasaan Tanah Masyarakat dan Upaya Membangun Kedaulatan Pangan (Kasus Kampung Sinar Resmi, Desa Sinar Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

1 13 176

Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

2 18 275

Kelembagaan Lokal Dalam Pemanfaatan Aren dan Peranan Hasil Gula Aren Bagi Pendapatan Rumahtangga Masyarakat Kasepuhan (Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

0 20 196

Alokasi Sumberdaya Kawasan Hutan Rakyat di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat: Pendekatan Multi-Objective

0 16 100

LEKSIKON ETNOFARMAKOLOGI DI KAMPUNG ADAT CIPTAGELAR, DESA SIRNARESMI, KECAMATAN CISOLOK, KABUPATEN SUKABUMI (KAJIAN ETNOLINGUISTIK).

4 12 25

PEWARISAN PENGETAHUAN LOKAL ETNOBOTANI KEPADA GENERASI SELANJUTNYA DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI KABUPATEN SUKABUMI.

2 8 27

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA.

3 19 36

SIKAP KONSERVASI SISWA KAMPUNG TRADISIONAL CIKUPA DAN KAMPUNG ADAT SINAR RESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI.

0 4 32

TRADISI NGASEUK DI KAMPUNG ADAT SINAR RESMI DESA SIRNARESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN MEMBACA ARTIKEL DI SMA - repository UPI S BD 1004549 Title

0 0 4