Karakteristik Responden Analisis Modernitas Sikap Kewirausahaan dan Hubungannya dengan Keberhasilan Unit Usaha Kecil Tahu Serasi Bandungan (Studi Kasus Unit Usaha Kelompok Wanita Tani Damai, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang).

59 Tabel 6. Perkembangan Laba Usaha Tahu Serasi Bandungan Laba Usaha Th. 2008 Th. 2009 Th. 2010 Rp. 10.322.250,00 Rp. 11.040.300,00 Rp.12.330.100,00

5.9. Karakteristik Responden

Dari 21 responden yang diteliti, yang paling mendominasi adalah responden dengan jenis kelamin perempuan yaitu sekitar 17 orang atau 81 persen. Hal ini karena Kelompok Wanita Tani merupakan wadah perkumpulan wanita. Sisanya sebesar 19 persen 4 orang berjenis kelamin laki-laki. Adapun mayoritas yang menjabat sebagai pengurus adalah wanita mulai dari ketua pimpinan, sekretaris dan bendahara. Sementara yang menjabat sebagai pengawas terdiri dari 2 pria dan 1 wanita. Tabel 7. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin No. Jenis Kelamin Jumlah orang Persentase 1. Laki-laki 4 19 2. Perempuan 17 81 Jika berdasarkan tingkatan usia, kategori responden dibagi menjadi empat tingkatan yaitu usia ≤ 30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, dan ≥ 51tahun. Sebanyak 12 responden 57 persen berada pada range usia 41-50 tahun, sementara pada tingkatan usia 31-40 tahun sebanyak 33 persen dari total keseluruhan responden, yaitu 7 orang. Sedangkan untuk kategori usia ≤ 30 tahun sebesar 10 persen 2 orang dan untuk kategori usia ≥ 51 tahun tidak ada. Berdasarkan persentase responden menurut tingkatan usia, dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden yang menekuni usaha Tahu Serasi adalah kategori usia 41-50 tahun sebanyak 57 persen, kemudian dengan jumlah 33 persen responden berada pada kategori usia 31-40 tahun yang merupakan usia produktif atau paruh baya. Sementara, kategori usia muda ≤ 30 tahun yang menjalankan usaha serupa masih minim, yaitu 10 persen. 60 Tabel 8. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkatan Usia No. Kategori Usia Jumlah orang Persentase 1. ≤ 30 tahun 2 10 2. 31 - 40 tahun 7 33 3. 41 – 50 tahun 12 57 4. ≥ 51 tahun - - Apabila dilihat dari lama menjalankan usaha, sebanyak 15 71 persen responden telah menjalankan usaha Tahu Serasi Bandungan lebih dari 10 tahun. Sebanyak 5 responden 24 persen telah menjalankan usaha antara kurun waktu 3-5 tahun. Sedangkan 5 persen sisanya 1 orang yang menjalankan usaha ini kurang dari 2 tahun. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebagian besar responden telah berpengalaman dalam usaha Tahu Serasi. Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Lama Usaha Adapun jika dilihat dari tingkat pendidikan formal responden, dibagi menjadi empat tingkatan atau kategori pendidikan terakhir yang dimiliki responden. yaitu SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi. Dari keseluruhan responden, sebanyak 7 33 persen berpendidikan terakhir SD, sebanyak 9,5 persen yaitu 2 orang responden berpendidikan terakhir di jenjang SMP, 10 orang 48 persen berpendidikan terakhir SMA. Sedangkan sisanya 2 responden atau 9,5 persen adalah lulusan Perguruan Tinggi. Jika dilihat, responden didominasi oleh responden dengan tingkat pendidikan SMA dan SD. Hal ini akan mempengaruhi sikap dalam hal beusaha karena pengetahuan yang dimiliki responden berdasarkan tingkat pendidikan berbeda satu sama lain. No. Lama Usaha Jumlah orang Persentase 1. ≤ 2 tahun 1 5 2. 3-5 tahun - - 3. 6-9 tahun 5 24 4. ≥ 10 tahun 15 71 61 Tabel 10. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir No. Tingkat Pendidikan Jumlah orang Persentase 1. SD 7 33 2. SMP 2 9,5 3. SMA 10 48 4. PT 2 9,5 Berdasarkan tingkat pendapatan, dibagi menjadi 4 tingkatan. Dalam hal ini tingkat pendapatan masing-masing responden setiap bulannya. Adapun pembagian tingkatan dalam rupiah yaitu 500.000, 500.000 ≤ 1.000.000, 1.000.000 ≤ 2.500.000, dan 5.000.000. Jika dilihat dari wawancara reponden, sebanyak 14 persen 3 orang menyatakan berpendapatan 500.000 begitu pula jumlah responden dengan tingkat pendapatan 1.000.000 ≤ 2.500.000 memiliki persentase yang sama. Sementara sebagian besar responden yaitu, sebanyak 13 orang 62 persen menyatakan berpendapatan 500.000 ≤ 1.000.000 dan 10 persen sisanya mengaku berpendapatan 5.000.000. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan sebagian besar anggota responden belum begitu tinggi. Dengan demikian, usaha Tahu Serasi belum memberikan hasil yang maksimal bagi pelaku usaha. Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan No. Tingkat Pendapatan per bulan Rp Jumlah orang Persentase 1. 500.000 3 14 2. 500.000 ≤ 1.000.000 13 62 3. 1.000.000 ≤ 2.500.000 3 14 4. 5000.000 2 10 Adapun dari keseluruhan responden, sebanyak 28 persen menyatakan pernah mengikuti pendidikan informal, antara lain seperti kursus memasak, menjahit, pembuatan makanan kecil, pengolahan hasil pertanian dan beberapa pelatihan terkait dengan bidang kewirausahaan. 62 VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Modernitas Sikap Kewirausahaan Pelaku Usaha Tahu Serasi Anggota KWT Damai Kecamatan Bandungan Berdasarkan hasil penelitian terhadap 21 responden yang merupakan pelaku usaha Tahu Serasi Bandungan, menunjukkan sikap yang cenderung modern terhadap delapan tema sikap kewirausahaan. Kecenderungan tersebut ditunjukkan dari hasil perhitungan skor modernitas rata-rata seluruh responden terhadap kedelapan tema sikap kewirausahaan. Dalam penelitian ini, diperoleh skor modernitas rata-rata bernilai 3,10 yang berarti bahwa dari secara keseluruhan responden menunjukkan sikap yang modern terhadap delapan tema kewirausahaan. Apabila dilihat dari masing-masing tema sikap kewirausahaan, kelima tema yang diujikan menunjukkan pandangan yang modern, sedangkan tiga tema lainnya menunjukkan pandangan yang tidak modern. Masing-masing tema yang memiliki kecenderungan modern antara lain, mengetahui prioritas utama, kerja keras, motivasi berprestasi, rasa percaya diri, dan tanggung jawab individual, sedangkan tema sikap mengambil risiko, keinovatifan, dan menghargai waktu belum menunjukkan sikap yang modern oleh pelaku usaha Tahu Serasi anggota KWT Damai. Tabel 12. Skor Modernitas Rata-rata Seluruh Responden Pelaku Usaha Tahu Serasi Bandungan No. Tema Sikap Kewirausahaan Skor Modernitas Rata-rata 1. Mengutamakan prioritas 3,01 2. Pengambilan risiko 2,95 3. Keinovatifan 2,98 4. Kerja keras 3,30 5. Menghargai waktu 2,99 6. Motivasi berprestasi 3,36 7. Percaya diri 3,08 8. Tanggung jawab individual 3,13 Total rata-rata skor 3,10 63 Berdasarkan hasil skor modernitas masing-masing responden anggota KWT Damai sebanyak 76,19 persen 16 responden dapat dikatakan memiliki sikap modern, sebesar 23,81 persen memiliki kecenderungan pandangan belum modern terhadap kedelapan tema sikap yang diujikan Lampiran 11. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki sikap atau pandangan individu untuk merespon secara modern dan konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki seseorang wirausahawan dari keseluruhan pertanyaaan proyeksi masing- masing atribut modernitas sikap kewirausahaan yaitu, sikap mental mengutamakan prioritas, sikap mental mengambil risiko, sikap mental inovatif, sikap mental yang mengunggulkan kerja keras, sikap mental menghargai waktu, sikap memiliki motivasi berprestasi, sikap mental percaya diri, dan sikap mental tanggung jawab individual. Tabel 13. Jumlah Responden Berdasarkan Kategori Modernitas Masing-masing Tema Sikap Kewirausahaan No. Tema Sikap Modern Tidak Modern 1. Mengutamakan prioritas 57 43 2. Pengambilan risiko 57 43 3. Keinovatifan 52 48 4. Kerja keras 85 15 5. Menghargai waktu 52 48 6. Motivasi berprestasi 90 10 7. Percaya diri 52 48 8. Tanggung jawab individual 76 24 Penjabaran dari masing-masing tema sikap kewirausahaan responden adalah sebagai berikut: 1. Sikap Mental Mengutamakan Prioritas Tema 1 Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, pandangan modernitas sikap responden dalam menanggapi tema 1 menunjukkan sikap yang sudah modern. Skor rata-rata modernitas yang diperoleh adalah 3,01. Kecenderungan yang modern didasarkan atas keputusan untuk memanfaatkan peluang kredit dan dana serta pemahaman tentang prioritas yang diutamakan untuk kepentingan dirinya dan keberhasilan usahanya. 64 Apabila ditelaah lebih lanjut, responden pada umumnya menyatakan bahwa menentukan prioritas utama dalam memanfaatkan peluang kredit untuk menambah modal adalah hal penting. Demikian pula, responden setuju dalam memanfaatkan informasi sebagai prioritas utama untuk acuan dalam pengambilan keputusan terkait keberhasilan usahanya. Sebanyak 19 responden 90,4 persen memilih memanfaatkan pelayanan kredit apabila kredit tersebut benar-benar diperlukan untuk kelangsungan dan keberhasilan usaha. Selain itu, responden beranggapan bahwa mencari informasi terkait dengan jenis kredit yang akan digunakan menjadi salah satu hal penting. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kegagalan usaha dengan memanfaatkan jenis kredit yang tepat. Dalam hal ini, pemanfaatan kredit dan informasi menjadi prioritas yang diutamakan responden dalam keberhasilan usahanya. Pemanfaatan peluang dana untuk menambah modal dan kelanjutan usaha juga dimanfaatkan dengan baik oleh sebagian besar responden. Responden menganggap bahwa pemanfaatan dana sebagai prioritas utama dalam mengembangkan usaha dan memutar keuangan. Terkait dengan hal tersebut, seorang responden menyatakan sebagai berikut. “Peluang untuk keberhasilan sebaiknya dimanfaatkan. Apalagi jika kekurangan dana atau modal, apa salahnya untuk memanfaatkan fasilitas kredit. Tapi memang sebaiknya harus dicari tahu dulu jenis kredit atau pinjaman apa yang cocok buat usaha kita. Biar nantinya nggak memberatkan ketika pengembalian”, SB, 45 tahun. Berdasarkan pernyataan responden tersebut, dapat memberikan gambaran bahwa pelaku usaha dalam hal ini adalah anggota KWT Damai memiliki sikap yang modern dalam memahami prioritas utama untuk menggunakan dan memanfaatkan peluang yang ada. Peluang tersebut antara lain mencakup informasi, kredit, dan dana. 2. Sikap Mental Mengambil Risiko Tema 2 Skor rata–rata modernitas yang diperoleh dari tema sikap ini adalah 2,95 yang menunjukkan bahwa responden berpandangan tidak modern terhadap tema sikap kewirausahaan kedua. Pandangan sikap dalam pengambilan risiko diuraikan ke dalam lima pertanyaan proyeksi yang dapat menggali bagaimana responden bersikap terhadap risiko-risiko yang dapat berpengaruh terhadap 65 kelangsungan usahanya. Tingkat modernitas sikap dalam pengambilan risiko ditentukan dari keputusan responden dalam memilih jenis risiko usaha tidak hanya didasarkan atas faktor keinginan untuk mendapatkan keuntungan yang besar tapi juga berdasarkan pada perhitungan dan kemampuan serta keahlian responden dalam mengelola usahanya menuju keberhasilan. Dalam hal ini, sikap modern dapat dilihat dari jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Sikap yang modern tercermin dari jawaban responden yang cenderung memilih risiko sedang. Apabila dikaji lebih lanjut, sebanyak 12 responden 57,1 persen memiliki kecenderungan untuk menghindari risiko usaha yang terlalu tinggi. Bahkan, responden setuju untuk menghindari risiko sekecil mungkin. Responden lebih memilih menjalankan atau memulai usaha dengan risiko yang rendah meskipun keuntungan yang didapatkan tidak seberapa. Sebanyak 17 responden 80,9 persen bahkan memilih untuk tidak mengambil risiko sama sekali. Kecenderungan ini pada umumnya disebabkan responden merasa takut merugi apabila dalam menjalankan usaha dihadapkan pada risiko yang terlalu tinggi. Menurut pernyataan 17 responden 80,9 persen akan lebih baik apabila dalam menjalankan usaha tidak berisiko sama sekali. Sementara, 21 responden 100 persen setuju bahwa dalam menjalankan usaha sudah pasti dihadapkan pada risiko. Namun, mereka mengungkapkan lebih memilih usaha dengan risiko yang rendah. Kecenderungan ini, pada umumnya karena responden merasa khawatir usahanya akan mengalami kerugian yang terlalu besar. Hal ini dinyatakan oleh salah seorang responden sebagai berikut: “Dalam berdagang dan menjalankan usaha, pasti ada risikonya. Akan tetapi kalau risikonya terlalu besar, saya takut nantinya malah merugi. Lebih baik mencari jenis usaha yang risikonya paling kecil. Meskipun untungnya hanya sedikit, yang penting usahanya masih terus berjalan”. SG, 46 th. Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa responden tidak mempedulikan pada keuntungan yang besar. Meskipun dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar, responden beranggapan keputusan tersebut terlalu berisiko. Sehingga responden lebih memilih menjalankan usaha 66 berdasarkan perhitungan risiko yang relatif rendah daripada kemungkinan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. 3. Sikap Mental Keinovatifan Tema 3 Salah satu sikap yang turut berperan dalam kewirausahaan adalah kesediaan dalam menerima pengalaman-pengalaman baru, terbuka terhadap pembaharuan dan perubahan. Sikap keinovatifan merupakan salah satu ciri dari manusia modern. Oleh karena itu, pandangan sikap ini perlu dikaji melalui lima pertanyaan proyeksi yang dimaksudkan untuk mengetahui pandangan sikap kewirausahan responden terkait dengan mental keinovatifan. Dari lima pertanyaan tersebut dapat diketahui sejauh mana responden berani mengambil keputusan dalam pengembangan usahanya melalui kemampuannya dalam menemukan ide-ide baru yang dapat bermanfaat untuk meningkatkan keberhasilan usahanya. Hal tersebut tercermin melalui minat responden untuk melakukan usaha baru yang lebih menguntungkan daripada usaha lamanya. Selain itu, minat untuk melakukan usaha baru juga ditandai dengan kemauannya dalam menggali informasi untuk mewujudkan inovasi dalam usahanya. Apabila diperhatikan, kecenderungan responden dalam menanggapi sikap mental keinovatifan dapat dikatakan tidak modern. Hal ini ditunjukkan oleh skor modernitas rata-rata seluruh responden sebesar 2,98. Dengan demikian, kesadaran responden dalam bersikap inovatif masih kurang. Kemauan responden dalam melakukan pengembangan usaha juga belum maksimal. Responden beranggapan bahwa keuntungan yang ada sudah dirasa mencukupi, sehingga tidak perlu lagi melakukan pengembangan usaha baru karena ditakutkan akan terbengkalai dan kesulitan membagi waktu antara menjalankan usaha lama dan usaha yang baru dirintis. Adapun ide-ide baru dan inovasi baik dalam hal produk maupun teknis pelaksanaan usaha biasanya mereka peroleh dari pihak eksternal seperti dinas terkait yaitu, Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan UMKM, serta akademisi yang melakukan penyuluhan maupun diklat. Sehingga dalam memunculkan pembaharuan dan ide-ide baru dari pihak responden secara 67 individu masih kurang karena terbiasa menerima hal tersebut dari pihak eksternal. Hal tersebut diperkuat dengan penyataan responden sebagai berikut: “ Saya masih kurang yakin untuk membuka usaha baru lagi. Usaha saat ini saja sudah cukup untung. Takutnya kalau membuka usaha baru lagi malah terbengkalai tidak terurus. Kalaupun ada produk-produk baru atau informasi baru biasanya didapat dari penyuluhan dinas dan universitas. Jadi kami tinggal menjalankan.” SB, 45th Dari pernyataan tersebut, menegaskan bahwa kemauan dan minat berinovasi dari masing-masing responden masih kurang. Responden masih kurang peka dalam melakukan pembaharuan dan mewujudkan usaha baru. Reponden lebih mengutamakan keuntungan usaha ketika usaha sedang berjalan bukan berfokus pada kelangsungan usaha. 4. Sikap Mental Kerja Keras Tema 4 Berdasarkan hasil penelitian, responden cenderung sudah modern dalam menanggapi tema sikap kerja keras. Hal ini ditunjukkan dari hasil skor modernitas rata-rata yaitu 3,30. Tema sikap bekerja keras diuraikan dalam lima pertanyaan proyeksi untuk mengetahui pandangan dan kemauan bekerja keras yang dimiliki oleh responden. Tingkat modernitas pandangan dinilai dari jawaban atas pertanyaan proyeksi yang menganggap bahwa bekerja keras adalah hal mutlak dalam menjalankan suatu usaha agar mencapai hasil kerja yang maksimal. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 20 responden 95,2 persen setuju bahwa dalam mencapai suatu hasil kerja yang maksimal, diperlukan usaha dan kerja keras. Sebanyak 18 responden 85,7 persen yang memiliki kecenderungan modern beranggapan apabila ada waktu luang sebaiknya digunakan untuk melakukan kegiatan lain yang lebih bermanfaat daripada bersantai. Menurut mereka yang beranggapan demikian, fokus pada pekerjaan adalah hal yang penting untuk mencapai suatu keberhasilan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan salah satu responden sebagai berikut : “Kerja keras itu penting dalam berusaha. Kalau tidak dengan kerja keras, kapan usahanya mau maju. Apalagi, saya juga pekerjaannya tidak hanya di Tahu Serasi tapi juga bekerja di tempat lain.” , SW, 43th. 68 Dari pernyataan di atas, menunjukkan bahwa kemauan bekerja keras dari masing-masing responden dalam menjalankan usahanya merupakan salah satu hal yang diutamakan. Adapun waktu luang sebaiknya dimanfaatkan untuk melakukan pekerjaan lain yang berguna. 5. Sikap Mental Menghargai Waktu Tema 5 Skor modernitas rata-rata keseluruhan responden terhadap tema menghargai waktu memiliki kecenderungan tidak modern yaitu dengan nilai 2, 99. Sikap mental menghargai waktu dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam kewirausahaan, karena sikap tersebut dapat mempengaruhi keberhasilan usaha seseorang. Seorang wirausahawan yang tidak dapat mengatur waktu dengan baik akan merugikan diri sendiri serta dapat mengurangi kepercayaan dari orang lain. Pandangan tentang sikap menghargai waktu diuraikan melalui lima pertanyaan proyeksi mengenai bagaimana seseorang menyikapi ketepatan waktu atau ketepatan janji yang telah dibuat. Selain itu, pertanyaan yang diajukan juga dimaksudkan untuk menggali tingkat toleransi seseorang terhadap ketidaktepatan waktu dalam menjalankan seluruh aktivitasnya. Skor rata-rata modernitas yang belum mencapai nilai 3 menunjukkan kecenderungan yang tidak modern terhadap tema sikap penghargaan terhadap waktu. Apabila dianalisis lebih lanjut, hal ini disebabkan oleh sikap 10 responden yang masih bisa memaklumi adanya kelonggaran waktu. Ketepatan waktu bukan menjadi hal utama yang diperhatikan pada situasi tertentu. sebanyak 47,6 persen responden setuju apabila ada seseorang yang tiba-tiba membatalkan janji yang telah dibuat apabila memiliki alasan yang kuat. Bahkan, terkadang membatalkan janji secara mendadak karena adanya keperluan lain yang lebih mendesak. Responden tersebut menyatakan bahwa hal tersebut adalah hal yang biasa karena masing-masing individu mempunyai kesibukan dan keperluan yang beragam, sehingga cukup memaklumi apabila ada sedikit keterlambatan waktu ataupun pembatalan janji jika beralasan. Hal ini seperti dituturkan oleh seorang responden sebagai berikut : “ Namanya orang kan keperluannya beragam, apalagi jika tiba-tiba ada urusan lain yang lebih penting dan mendesak. Kalau menurut saya 69 maklum saja. Mau gimana lagi. Kadang saya juga terlambat datang rapat bulanan KWT bahkan terpaksa tidak hadir gara-gara ada urusan lain yang tidak bisa ditinggal. Nanti kalau ada informasi yang penting bisa tanya ke anggota lain yang hadir rapat.”, TN, 42th. Berdasarkan penyataan tersebut mencerminkan bahwa pandangan responden terhadap tema sikap menghargai waktu masih kurang. Dilihat pada kenyataannya, KWT Damai seringkali membatalkan rapat bulanan yang sudah ditetapkan. Bahkan, terkadang banyak anggota yang tidak hadir karena masing- masing memiliki keperluan di tempat lain yang harus dilakukan. Responden beranggapan bahwa profesi mereka bukan karyawan yang diwajibkan untuk mematuhi SOP secara ketat dan disiplin tinggi. Peraturan yang diterapkan dalam KWT relatif fleksibel, tidak adanya sanksi tegas mengakibatkan anggota tidak merasa diharuskan untuk bersikap lebih disiplin terhadap waktu dan tepat pada janji. 6. Sikap Mental Motivasi Berprestasi Tema 6 Sikap memiliki motivasi berprestasi merupakan keinginan untuk berbuat sebaik mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh prestise dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pribadinya. Motif ini muncul untuk melakukan sesuatu secara sukses dan menjauhi kegagalan. Seorang wirausaha yang modern berambisi untuk mencapai prestasi dan berusaha untuk mencapai kinerja walaupun ia mengalami kegagalan. Sedangkan mereka yang tidak modern menganggap bahwa kegagalan hanya menurunkan prestasi kerja dan tidak tertarik dengan ambisi untuk mencapai prestasi. Berdasarkan dari skor modernitas rata-rata yang diperoleh, 17 responden 80,9 persen memiliki tanggapan yang modern terhadap sikap mental motivasi berprestasi. Skor modernitas rata-rata bernilai 3,36. Dengan kata lain, mayoritas responden memiliki ambisi dalam mencapai prestasi. Untuk mengetahui bagaimana tanggapan responden terhadap sikap mental motivasi berprestasi digunakan lima pertanyaan proyeksi yang telah teruji reliabilitas dan validitasnya. Berdasarkan jawaban-jawaban yang diungkapkan responden, 19 orang 90,4 persen menyatakan tidak setuju bahwa kegagalan menyebabkan 70 penurunan kinerja atau prestasi. Kegagalan adalah hal yang wajar terjadi, bahkan dapat menjadi pemicu semangat untuk memulai kembali sebuah usaha. Menurut mereka, bekerja merupakan salah satu cara untuk mencapai prestasi dan untuk mengoptimalkan kualitas diri masing-masing terhadap pekerjaan yang dijalankan. Pada dasarnya responden setuju jika dalam mencapai sebuah keberhasilan dibutuhkan usaha yang maksimal dan bukan berasal dari pujian. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa responden beranggapan bahwa tidak ada kaitannya antara jumlah pujian yang diperoleh dengan peningkatan kinerja usaha. Hal ini seperti yang dituturkan oleh seorang responden sebagai berikut: “Kegagalan itu hal yang wajar, apalagi dalam menjalankan usaha. Rugi, bangkrut, itu salah satu risiko buka usaha.Kegagalan yang terjadi justru harusnya menjadi semangat untuk bangkit dan berusaha lebih baik lagi dan tidak mengulangi kesalahan-kesalahan di masa lalu yang menjadi penyebab kegagalan. Selain itu, pujian tidak ada hubungannya dengan kinerja usaha. Berhasil atau tidaknya kita dalam melakukan sesuatu itu tergantung pada diri sendiri yang paling utama”, TN, 42th. 7. Sikap Mental Percaya Diri Tema 7 Sikap percaya diri adalah sikap yang mengacu pada kemampuan yang menunjukkan sikap percaya kepada kemampuan sendiri, tidak ragu-ragu dalam bertindak dan selalu optimis dalam segala situasi. Seseorang dapat dikatakan memiliki sikap yang modern apabila optimis, tidak ragu melakukan dan menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat mencapai keberhasilan usaha. Sedangkan sikap tidak modern ditunjukkan dengan sikap yang pesimis dan tidak memiliki rasa percaya diri dalam melakukan sesuatu. Untuk mengkaji pandangan responden terhadap tema tersebut diuraikan dalam enam pertanyaan proyeksi terkait dengan sikap percaya diri. Dari hasil perhitungan skor modernitas rata-rata, mayoritas responden cenderung berpandangan modern terhadap tema sikap percaya diri, yakni bernilai 3,08. Ini berarti tingkat percaya diri dari responden tergolong tinggi. Sebanyak 19 responden 90,4 persen menunjukkan sikap yang optimis dalam melakukan sesuatu. Responden memiliki kecenderungan yang setuju jika seseorang terus berupaya dengan mengoptimalkan hasil usahanya walaupun akan terjadi kegagalan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan salah seorang responden sebagai berikut: 71 “Dalam menjalankan usaha harus optimis. Kalau tidak begitu, pikiran kita bisa terpengaruh oleh hal-hal yang negatif. Nantinya malah menghambat usaha kita sendiri. Kalau toh gagal, selama yang kita usahakan kembali itu baik dan tidak berbuat curang pasti hasilnya nanti tidak akan sia-sia”, YT, 30 th. Sejumlah responden juga mengungkapkan bahwa dalam suatu usaha tidak perlu melakukan kecurangan untuk kemajuan usaha sendiri. Beberapa responden berpandangan bahwa kecurangan yang dilakukan hanya akan membahayakan diri serta usaha yang dijalankan. 8. Sikap Mental Tanggung Jawab Individual Tema 8 Tanggung jawab disini adalah tanggung jawab individual dimana individu tersebut yang merasakan dan menerima hasil dari kesuksesan atau akibat dari kegagalannya. Besar keinginannya untuk bertanggung jawab ada kaitannya dengan kebebasan individu dalam membuat keputusan sendiri terutama dalam hal perkembangan usaha. Seorang yang modern memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk menyelesaikan tugas, bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukan, dan berupaya memperbaiki hasil usaha. Sedangkan, seseorang yang tidak modern adalah bersikap masa bodoh terhadap pekerjaan, dan tidak bertanggung jawab terhadap kegagalan usaha. Namun demikian, dalam penerapannya bukan berarti setiap orang harus menjalankan usaha sendiri tanpa bantuan orang lain. Menurut prinsip usaha modern, tanggung jawab individual disini dapat diartikan sebagai kemauan seseorang menanggung risiko terhadap segala kemungkinan akibat, apabila ia mendelegasikan wewenang serta tanggung jawab. Berdasarkan hasil analisis, responden menunjukkan sikap yang modern terhadap tema sikap yang bertanggung jawab. Hal ini dilihat dari skor modernitas rata-rata keseluruhan responden bernilai 3,13. Dengan kata lain, responden pada umumnya memiliki tanggung jawab yang tinggi untuk menyelesaikan tugasnya, bertanggung jawab terhadap perbuatan, dan berupaya memperbaiki hasil usahan. Hal ini menunjukkan bahwa responden memiliki kecenderungan bersedia bertanggung jawab membayar sebagian hutang perusahaan meskipun rekan kerja yang lain tidak bertanggung jawab. Menurut 21 responden, dalam 72 menjalankan usaha bersama seharusnya risiko juga ditanggung bersama. Responden menganggap bahwa kesediaan bertanggung jawab merupakan suatu tanggung jawab yang memang harus dijalankan karena usaha tersebut hasil usaha bersama. Bila setiap tema sikap kewirausahaan dibandingkan, ternyata tema sikap tentang motivasi berprestasi menunjukkan skor modernitas yang tertinggi modern yaitu sebesar 3,36. Sedangkan, tema sikap pengambilan risiko, menunjukkan skor modernitas terendah tidak modern yaitu sebesar 2,95. Pada tema sikap pengambilan risiko, responden dikategorikan belum cukup modern. Hal ini karena mereka cenderung tidak berani dalam mengambil risiko yang dapat membahayakan kelangsungan usaha.

6.2. Hubungan Antara Masing-masing Tema Modernitas Sikap