Hubungan Antara Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan

83 memiliki sikap yang tidak modern tapi berhasil. Sedangkan, sebanyak 9,5 persen adalah responden dengan sikap modern dan tidak berhasil. Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden yang memiliki sikap tanggung jawab individual pada umumnya berhasil dalam menjalankan usaha. Tabel 22. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Tema Sikap Tanggung Jawab Individual Kategori Keberhasilan Total Tidak Berhasil Berhasil Tema Sikap tanggung jawab individual Tidak Modern 0 0 5 24 5 Modern 2 9,5 14 66,5 16 Total 2 19 21 Berdasarkan uji korelasi Chi Square, menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara tema sikap tanggung jawab dengan keberhasilan usaha. Hal ini berkaitan dengan kebebasan individu dalam membuat keputusan sendiri yang terbatas. Adapun pengambilan keputusan yang berhubungan dengan perkembangan usaha ditentukan oleh beberapa orang yang dipercaya dan dianggap berkompeten di dala kelompok. Sementara, anggota menjalankan keputusan yang telah disepakati bersama. Sehingga, tema sikap tanggung jawab individual menjadi tidak dominan dan tidak memberikan pengaruh maupun kontribusi terhadap perkembangan usaha.

6.3. Hubungan Antara Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan

Keberhasilan Usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan Berdasarkan hasil crosstab, sebanyak 66,5 persen resonden yang memiliki sikap yang modern pada umumnya berhasil dalam menjalankan usaha. Sebanyak 9,5 persen yang memiliki sikap yang modern, ternyata tidak berhasil dalam menjalankan usaha. Sedangkan, sebanyak 24 persen responden yang tidak modern bisa berhasil dalam menjalankan usaha. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki kecenderungan sikap yang modern pada umumnya berhasil dalam menjalankan usaha. Meskipun demikian, sebagian responden yang tidak 84 modern ternyata juga berpeluang untuk berhasil dalam menjalankan usaha walaupun dengan persentase yang lebih sedikit. Tabel 23. Hasil Crosstab Uji Korelasi Chi Square Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Usaha Kategori Keberhasilan Total Tidak Berhasil Berhasil Tema Sikap tanggung jawab individual Tidak Modern 0 0 5 24 5 Modern 2 9,5 14 66,5 16 Total 2 19 21 Berdasarkan penelitian, ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara modernitas sikap pengurus dengan keberhasilan usaha. Kesimpulan ini diperoleh dari hasil uji korelasi Chi Square yang menunjukkan bahwa nilai korelasi atau ρ hitung ternyata lebih besar daripada ρ tabel. Dalam hal ini digunakan taraf kesalahan atau alpha 15 persen. Dengan demikian, perhitungan tersebut membuktikan bahwa H 1 hipotesis satu ditolak dan terima H yang menunjukkan bahwa antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha saling bebas tidak ada hubungan. Baik responden yang memiliki sikap yang modern maupun tidak modern, dapat memiliki peluang yang sama untuk berhasil dalam menjalankan usaha. Hal ini karena, tingkat modernitas tidak berpengaruh terhadap keberhasilan unit usaha. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. 85 Tabel 24. Korelasi Chi Square Antara Modernitas Sikap Kewirausahaan dengan Keberhasilan Unit Usaha KWTD Tahu Serasi Bandungan Menurut Schiffman dan Kanuk dalam Dewi 2009 sikap merupakan ekspresi perasaan yang berasal dari dalam individu yang mencerminkan apakah seseorang merasa senang atau tidak senang, suka atau tidak suka dan setuju atau tidak setuju terhadap suatu objek. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap. Engel, Blackwell dan Miniard 1994 menyatakan bahwa sifat yang terpenting dari sikap adalah kepercayaan dalam memegang sikap tersebut. Beberapa sikap mungkin dipegang dengan keyakinan kuat, sementara yang lain mungkin ada dengan tingkat kepercayaan minimum. Sikap yang dipegang dengan penuh kepercayaan biasanya akan jauh lebih diandalkan untuk membimbing perilaku. Sementara, sikap akan menjadi lebih resisten terhadap perubahan bila dipegang dengan kepercayaan yang lebih besar. Hal ini karena sikap bersifat dinamis bukan statis. Sikap wirausaha merupakan reaksi atau respon seseorang, secara efektif dalam menemukan peluang berusaha dan secara kreatif menggunakan potensi- potensi dirinya untuk mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasinya. Sedangkan, tindakan wirausaha adalah perbuatan seseorang dalam mengenali produk, mengelola dan menentukan cara produksi, menyusun operasi untuk pengadaan produk, memasarkannya, serta mengatur permodalan operasi. Chi-Square Tests .691 b 1 .406 .000 1 1.000 1.152 1 .283 1.000 .571 .658 1 .417 21 Pearson Chi-Square Continuity Correction a Likelihood Ratio Fishers Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Value df Asymp. Sig. 2-sided Exact Sig. 2-sided Exact Sig. 1-sided Computed only for a 2x2 table a. 3 cells 75.0 have expected count less than 5. The minimum expected count is . 48. b. 86 Pada kasus yang terjadi pada unit usaha KWT, menunjukkan tidak ada hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan usaha. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard 1994, hal ini bisa saja terjadi karena adanya ketidaksesuaian lack of correspondences dengan perilaku atau tindakan. Di dalam sikap terkandung komponen konatif berkenaan dengan predisposisi atau kecenderungan individu untuk melakukan suatu tindakan berkenaan dengan objek sikap. Dalam hal ini objek sikap yang diteliti terkait dengan modernitas sikap kewirausahaan. Komponen konatif bukan perilaku nyata, namun masih berupa keinginan untuk melakukan suatu tindakan. Ketidaksesuaian yang terjadi menyebabkan sikap kewirausahaan yang dimiliki oleh responden belum sampai pada tahap tindakan atau perilaku. Hal ini karena sikap yang dipegang belum mencapai kepercayaan yang maksimum. Sikap yang dipegang belum dapat diandalkan untuk membimbing perilaku. Sikap wirausaha sendiri berupa reaksi atau respon seseorang, secara efektif dalam menemukan peluang berusaha dalam mengelola produk mulai dari tahap proses sampai tahap pemasaran. Sedangkan tindakan wirausaha berarti perbuatan nyata seseorang dalam menerapkan sikap yang sudah melekat pada diri wirausahawan. Pada unit usaha Tahu Serasi, bisa saja sikap yang ada belum diwujudkan secara nyata melalui tindakan atau perilaku. Hal ini karena usaha merupakan milik bersama atau kelompok, sehingga dalam pelaksanaan dan pengelolaannya berdasarkan kepentingan bersama. Masing-masing individu dibatasi oleh kepentingan tersebut sehingga tidak dimungkinkan untuk mengelola dan mengembangkan usahanya secara individu. Adanya peraturan dan keterikatan pada KWT Damai menyebabkan anggota tidak leluasa dalam memanfaatkan peluang usaha yang ada, melakukan inovasi, melalui proses kreatif untuk mengembangkan usaha secara mandiri. Pengelolaan usaha terkait dengan pengambilan keputusan usaha, pengelolaan dan penentuan cara produksi, pengadaan produk, dan pengaturan modal operasi dibebankan oleh beberapa orang yang bertanggung jawab sebagai pengurus. Sedangkan, anggota hanya berkewajiban memasarkan produk dan meningkatkan penjualan sesuai dengan kapasitas produksi yang dihasilkan. Adapun dana baik untuk modal dan investasi, selain berasal dari kelompok juga 87 diperoleh dari pemerintah, yaitu Dinas Pertanian setempat. Selain itu usaha tahu serasi juga mendapat perhatian penuh dari pemerintah melalui program pembinaan dan pelatihan yang dilakukan secara rutin setiap bulan. Hal ini karena tahu serasi merupakan produk oleh-oleh khas yang diharapkan dapat berkembang menjadi salah satu produk icon yang dapat dikenal oleh masyarakat secara luas dan dapat menarik minat wisatawan yang berkunjung pada salah satu objek wisata Kabupaten Semarang. Semula sikap kewirausahaan responden diduga memiliki kaitan dengan keberhasilan usaha antara lain ditandai dengan adanya perkembangan usaha pada periode waktu tertentu. Akan tetapi, sikap kewirausahaan menjadi tidak berpengaruh terhadap keberhasilan usaha jika tidak diwujudkan dalam tindakan wirausaha secara nyata. Dominasi pengambilan keputusan dan pengelolaan pada beberapa pihak, adanya peraturan yang mengikat, kewajiban mengutamakan kepentingan bersama, serta dukungan pemerintah membatasi anggota secara individu untuk melakukan pengembangan usaha secara mandiri dengan sikap- sikap kewirausahaan yang dimiliki. Kriteria yang digunakan untuk menganalisa keberhasilan unit usaha tahu serasi dilihat dari beberapa kategori antara lain: 1 peningkatan jumlah laba; 2 peningkatan akumulasi modal; 3 peningkatan kapasitas produksi. Ukuran keberhasilan tersebut dapat dikatakan berkaitan satu sama lain. Dilihat dari akumulasi modal, apabila terjadi peningkatan selama periode usaha, maka diharapkan akan terjadi peningkatan dalam kapasitas produksi. Dalam hal ini modal yang ada digunakan untuk meningkatkan baik kuantitas maupun kualitas produk. Dengan meningkatnya kapasitas produksi, maka produk yang terjual akan semakin banyak. Dengan adanya peningkatan penjualan, maka diharapkan laba usaha juga dapat meningkat. Semakin meningkatnya laba usaha, maka hasil usaha yang diperoleh masing-masing anggota mengalami peningkatan. Hal-hal tersebut yang menjadi indikasi adanya perkembangan usaha sehingga dapat dikatakan berhasil. Namun, pada kenyataan di lapangan tidak membuktikan demikian. Adanya peningkatan laba usaha belum tentu mengindikasikan adanya peningkatan pada modal maupun kapasitas produksi. Apabila dilihat dari perkembangan laba usaha 88 yang diperoleh unit usaha Tahu Serasi Bandungan tiga tahun terakhir, dapat dikatakan mengalami peningkatan, namun tidak signifikan. Dengan adanya peningkatan laba usaha tersebut, maka pendapatan masing-masing anggota pelaku usaha Tahu Serasi juga bertambah, tapi hanya sedikit. Jika dilihat dari akumulasi modal usaha masih relatif fluktuatif, sementara kapasitas produksi tiga tahun terakhir mengalami penurunan Gambar 4. Berdasarkan indikasi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa usaha belum berhasil. Gambar 4. Laba Usaha, Modal, dan Kapasitas Produksi Unit Usaha Tahu Serasi, KWT Damai 2008-2010 2008 2009 2010 10322250 11040300 12330100 26638500 34037700 27618400 10000000 20000000 30000000 40000000 50000000 1 2 3 Laba Usaha, Modal, dan Kapasitas Produksi Unit Usaha Tahu Serasi, KWT Damai 2008-2010 modal Rp laba usaha Rp 3411 3339 2447 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 1 2 3 Kapasitas produksi kg 89 Tinggi rendahnya modal dan kapasitas produksi sebagai ukuran keberhasilan unit usaha dalam penelitian ini, belum tentu berhubungan secara searah terhadap perolehan laba usaha. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan adanya fluktuasi dari segi modal dan kapasitas produksi sehingga dapat mempengaruhi penjualan Tahu Serasi, antara lain harga beli bahan baku kedelai. Selama periode usaha tiga tahun terakhir dari tahun 2008 sampai tahun 2010 terjadi beberapa kali fluktuasi harga bahan baku utama yaitu, kedelai. Meskipun telah bekerjasama secara tetap dengan supplier, yaitu PT. Alam Segar, adanya perubahan harga bahan baku ternyata sulit dihindari. Hal ini akibat pasokan kedelai dalam negeri beberapa tahun terakhir masih belum stabil. Selain itu, masuknya kedelai impor yang merupakan konsekuensi dari kurangnya pasokan kedelai lokal yang tidak mencukupi kebutuhan dalam negeri menjadi penyebab fluktuasi harga bahan baku. Selama ini unit usaha Tahu Serasi terbiasa menggunakan bahan baku kedelai lokal dari PT. Alam Segar dengan kualitas baik. Dari tahun 2007 menuju tahun 2008 harga kedelai per kilogram mengalami lonjakan harga sangat signifikan dari Rp 3.500,- per kilogram menjadi Rp 7.500,- sampai Rp 8.000,- per kilogram. Akibatnya, kapasitas produksi mengalami penurunan sekitar 40 persen. Adapun dari tahun 2008 sampai tahun 2010 kapasitas produksi sengaja diturunkan akibat penyesuaian dengan jumlah permintaan pasar. Dalam hal ini sebagian besar konsumen tahu serasi adalah pengunjung atau wisatawan. Sehingga adanya penurunan jumlah pengunjung yang merupakan target pasar potensial Tahu Serasi Bandungan berdampak pada penurunan kapasitas produksi atau penjualan. Selain itu, munculnya produk pesaing sejenis yang diproduksi di luar KWT juga berpengaruh terhadap penjualan. Namun demikian, dalam kasus ini penurunan kapasitas produksi tidak menyebabkan laba usaha juga menurun. Sebaliknya, laba usaha dari tahun 2008 sampai tahun 2010 justru mengalami peningkatan, walaupun tidak terlalu signifikan persentase peningkatannya yaitu 7 persen dan 12 persen dari tahun 2008 sampai tahun 2010. Perolehan peningkatan laba ini ada kaitannya dengan harga bahan baku kedelai yang cenderung mengalami penurunan tiga tahun 90 terakhir. Tahun 2008 kisaran harga kedelai Rp. 8000,- per kilogram kemudian mengalami penurunan harga pada tahun 2009 dan 2010 yaitu Rp 6.500,- per kilogram dan Rp 6.000,- per kilogram. Adanya penurunan harga tersebut menyebabkan biaya produksi dapat ditekan, tetapi harga jual produk tetap stabil. Dengan demikian keuntungan dapat diperoleh dari selisih biaya yang cukup besar antara biaya produksi yang dikeluarkan dengan harga jual produk akibat adanya penurunan harga bahan baku kedelai. Oleh sebab itu, meskipun kapasitas produksi menurun, usaha masih memperoleh laba. Adapun fluktuasi modal terjadi akibat beberapa kebutuhan untuk proses produksi yang cenderung meningkat pada tahun 2009. Antara lain adanya penambahan tenaga kerja serta pembelian alat dan bahan untuk proses produksi beserta perlengkapannya, yaitu pembelian kayu bakar, plastik untuk kemasan dan beberapa perlengkapan pabrik lainnya. Pengeluaran biaya relatif besar antara lain untuk upah tenaga kerja, biaya makan untuk tenaga kerja dan THR. Oleh karena itu, modal yang ada terpakai lebih banyak daripada tahun sebelumnya. Adapun rician pengeluaran dan laporan laba rugi dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, 7. Selain itu, perolehan modal usaha diperoleh bukan dari anggota KWTD saja, namun dari pemerintah khususnya Dinas Pertanian setempat juga sering memberikan suntikan dana untuk pengembangan usaha Tahu Serasi Bandungan. Selain faktor-faktor di atas, beberapa hal yang dapat dijadikan acuan perkembangan usaha tahu serasi. Antara lain dukungan dari pemerintah, lembaga dan dinas terkait setempat. Berdasarkan analisis di lapangan, KWT Damai merupakan salah satu industri kecil sektor pengolahan hasil pertanian yang mendapat perhatian penuh dari Dinas Pertanian dan Dinas Perindustrian serta UMKM setempat, khususnya pemerintah Kabupaten Semarang. Selain bantuan dana, KWT Damai juga seringkali mendapatkan pelatihan secara rutin dari program pemerintah serta kemudahan dalam administrasi terkait usaha kecil. Pelatihan tidak hanya untuk meningkatkan keahlian secara teknik mengenai pembuatan tahu saja, tapi juga berupa pelatihan mengenai kewirausahaan, pengetahuan tentang UMKM dan bisnis, serta inovasi produk yaitu pelatihan pembuatan berbagai makanan kecil, pengolahan hasil pertanian menjadi produk yang bernilai tambah, pengolahan limbah tahu. Berbagai macam 91 pelatihan tersebut tidak hanya diadakan oleh pemerintah saja, tapi juga civitas akademika yang turut berperan dalam mendukung terwujudnya pengembangan usaha. Antara lain oleh pihak LPPM melalui kegiatan KKN mahasiswa atau kegiatan kunjungan lapang lainnya. Beberapa universitas yang turut berperan antara lain adalah Universitas Negeri Semarang, Universitas Diponegoro, Unisula, Untag, dan beberapa perguruan tinggi setempat lainnya. Bahkan tak jarang dari pihak pemerintah sendiri terjun langsung untuk melakukan pengawasan di lapangan. Berdasarkan uraian di atas, fluktuasi dalam hal kapasitas produksi, modal usaha, dan laba usaha tahu serasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Indikasi keberhasilan dilihat dari laba usaha, akumulasi modal, dan kapasitas produksi belum tentu berhubungan secara searah. Peningkatan laba usaha belum tentu diakibatkan oleh peningkatan kapasitas produksi dan penjualan. Dalam kasus ini, beberapa hal yang mempengaruhi variabel tersebut antara lain, perubahan harga bahan baku kedelai sehingga berdampak terhadap perubahan biaya produksi dan jumlah laba, perubahan jumlah pengunjung atau wisatawan yang menjadi target pasar potensial Tahu Serasi, adanya pesaing sejenis dalam cakupan wilayah yang sama, serta dukungan dari pihak luar seperti pemerintah dan lembaga terkait, baik dalam hal finansial maupun non finansial. 92 VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan