Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Sektor Pengolahan Permasalahan UMKM

24 memiliki hasil penjualan tahunan Rp 2.500.000.000 dua milyar lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000 lima puluh milyar rupiah. Berdasarkan Badan Pusat Statistik 2004 mengategorikan usaha mikro berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan. Industri kerajinan rumah tangga adalah perusahaan atau usaha industri pengolahan yang mempunyai pekerja 1-4 orang, sedangkan industri kecil mempekerjakan 5 sampai 19 orang, Kurniawan 2008. Menurut Hastuti dalam Kurniawan 2008 usaha mikro adalah kegiatan bisnis yang mempekerjakan maksimal 10 orang pegawai termasuk anggota keluarga yang tidak dibayar. Kadangkala hanya melibatkan 1 orang, yaitu pemilik yang sekaligus menjadi pekerja serta kepemilikan asset dan pendapatannya terbatas. Kemudian dipaparkan oleh Sinaga dalam Kurniawan 2008 bahwa Industri Kecil dapat digolongkan menjadi tiga kelompok berdasarkan aspek pengolahan dan teknologi yang digunakan, yaitu: 1 Kelompok industri kecil tradisional yang memiliki ciri-ciri penggunaan teknologi yang sederhana berlandaskan dukungan unit pelayanan teknis dan mempunyai keterkaitan dengan sektor ekonomi lain secara regional. Pengelolaannya bersifat sektoral dan masih dalam batas pembinaan administratif pemerintah; 2 Kelompok industri kerajinan menggunakan teknologi tepat guna tingkat madya dan sederhana, merupakan perpaduan industri kecil yang menerapkan proses modern dengan keterampilan nasional. Ciri yang amat spesifik adalah mengembangkan misi pelestarian budaya bangsa erat kaitannya dengan seni budaya bangsa; 3 Kelompok industri kecil modern menggunakan teknologi madya hingga modern dengan skala produksi terbatas, didasarkan atas dukungan penelitian dan pengembangan di bidang teknik. Penggunaannya lebih bersifat lintas sektoral dan menggunakan mesin industri produksi khusus.

2.5. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Sektor Pengolahan

Secara luas, agribisnis berarti ”bisnis berbasis sumber daya alam”. Obyek agribisnis dapat berupa tumbuhan, hewan, ataupun organisme lainnya. Fungsi agribisnis terdiri dari kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan secara ekonomi, 25 yaitu sektor pengadaan dan penyaluran sarana produksi input, produksi primer on farm, pengolahan agroindustri, dan pengemasan. Adapun industri pengolahan berada pada subsistem agribisnis hilir agroindustri yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik produk antara maupun produk akhir. Menurut Kementrian Koperasi dan BPS 2005 dalam Heatubin 2008, sektor industri pengolahan terdiri dari industri migas dan industri non-migas. Industri migas meliputi pengilangan minyak bumi dan gas alam cair. Sedangkan industri non-migas terdiri dari 9 jenis industri subsektor masing-masing: 1 industri makanan; 2 industri tekstil; 3 industri barang kayu dan hasil hutan lainnya; 4 industri kertas dan barang cetakan; 5 industri pupuk, kimia, dan barang dari karet; 6 industri semen dan barang galian bukan logam; 7 industri logam dasar besi dan baja; 8 industri alat angkutan, mesin dan peralatannya; 9 dan industri barang lainnya. Kegiatan-kegiatan dalam sektor ini mencakup kegiatan mengubah bentuk bahan organik dan non organik secara mekanis dan kimawi menjadi produk yang bermutu dan bernilai tinggi sehingga mendekati pada pemenuhan kebutuhan konsumen. Berdasarkan Gordon Craig dalam Kurniawan 2008, Usaha Mikro dan Kecil sektor non-pertanian yang cocok dikembangkan di daerah pedesaan adalah industri pengolahan. UMK non pertanian di pedesaan biasanya bersifat informal, yang artinya tidak memiliki badan hukum tetap, dan dikuasai oleh masing- masing individu dan rumah tangga. Bagi masyarakat pedesaan, industri pengolahan dalam skala mikro dan kecil merupakan suatu peluang bagi tersedianya lapangan kerja.

2.6. Permasalahan UMKM

Menurut Wijono 2005, kendala yang dihadapi oleh UMK dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu pasar, bantuan penyuluhan, dan akses terhadap sumber pembiayaan. Di lain sebab, Suhariyanto 2007 menyebutkan bahwa UMK di Indonesia masih didominasi oleh sektor pertanian yang memiliki produktivitas yang sangat rendah. Perubahan arah pembangunan dari sektor pertanian ke non pertanian masih menghadapi banyak kendala dalam hal 26 infrastruktur dan fasilitas ekonomi yang menjadi penyebab lambatnya pertumbuhan UMK. Beberapa permasalahan UMK menurut Arif dan Wibowo 2004 dalam Satya 2010 antara lain adalah masalah pemasaran produk, teknologi, pengelolaan keuangan, kualitas sumberdaya manusia dan permodalan. Selanjutnya berdasarkan Sumardjo 2001 dalam Satya 2010, permasalahan yang dihadapi oleh UMK disebabkan oleh: 1 Posisi dalam persaingan rendah karena lemahnya informasi tentang kondisi lingkungan yang menyangkut pemasok, peraturan atau kebijakan pemerintah, kecenderungan perubahan pasar atau teknologi baru sehingga memiliki daya saing rendah. 2 Usaha kecil sering tidak memiliki catatan mengenai usahanya secara teratur dan sistematis karena sering tercampur antara modal usaha dengan uang untuk rumah tangga, sehingga kesulitan untuk memperoleh dana dari bank. 3 Kekurangmampuan pengusaha kecil untuk mengakses ke bank karena tidak adanya agunan untuk memenuhi tuntunan audit akuntansi dari bank. 4 Keluar masuknya karyawan usaha kecil dengan intensitas yang tinggi yang disebabkan oleh rendahnya upah, ketidakjelasan masa depan, tidak adanya jaminan sosial dan kepastian usaha, sehingga sering ditinggalkan karyawan yang terampil. Menurut Iwantono 2006 dalam Satya 2010 permasalahan yang dihadapi oleh UMK di Indonesia meliputi: 1 Akses pasar, umumnya UMK tidak memiliki pengetahuan yang memadai mengenai pasar. Mereka tidak memahami dan tidak memiliki informasi tentang pasar potensial atas jasa barang dan jasa yang dihasilkan. Selain itu, pelaku UMK juga tidak memahami sifat dan perilaku konsumen pembeli hasil produksinya dan juga sering gagal bertransaksi dalam kegiatan ekspor karena tidak terbiasa dengan praktek-praktek bisnis internasional. 27 2 Kelemahan dalam pendanaan dan akses pada sumber pembiayaan. Hal ini dikarenakan oleh adanya keterbatasan UMK dalam penyediaan dukungan keuangan yang bersumber dari internal usaha. Ketersediaan dana melalui berbagai kredit masih terbatas, prosedur perolehan yang rumit dan persyaratan yang cukup membebani seperti persyaratan administratif dan penjaminan. 3 Kelemahan dalam organisasi dan manajemen. Dalam hal ini, sumberdaya manusia yang dimiliki UMK sebagian besar memiliki latar belakang pendidikan rendah, tidak memiliki keterampilan manajemen dan bisnis yang memadai. Hal tersebut mengakibatkan para pelaku UMK akan mengalami kesulitan untuk berinteraksi dan bersaing dengan pelaku bisnis lainnya yang memiliki keterampilan manajemen modern. 4 Kelemahan dalam kapasitas dan penguasaan teknologi. Para pelaku UMK mengalami kesulitan dalam menghasilkan produk yang selalu dapat mengikuti perubahan permintaan pasar, sehingga barang-barang yang dihasilkan umumnya konvensional, kurang mengikuti perubahan model, desain baru, pengembangan produk dan tidak menyadari pentingnya mempertahankan hak paten. 5 Kelemahan dalam jaringan usaha. Jaringan bisnis merupakan unsur dalam penetrasi pasar dan keunggulan bersaing. Kualitas SDM yang masih rendah dalam penguasaan teknologi informasi, mengakibatkan UMK pada umumnya belum mampu membangun jaringan bisnis. Cara- cara pemasaran maupun pengadaan bahan baku masih terbatas pada cara- cara konvensional sehingga tidak mampu memanfaatkan potensi pasar melalui pengembangan jaringan usaha.

2.7. Keberhasilan Usaha