✄☎
4.1.2. Aksessibilitas dan Sirkulasi
Aksessibilitas pada kawasan penelitian dapat ditempuh melalui beberapa jalur sirkulasi. Jalur sirkulasi utama yang terdapat pada kawasan ini adalah Jalan
Raya Tugu Gambar 6. Untuk mencapai jalur sirkulasi utama ini dapat ditempuh hanya menggunakan jalur darat, karena transportasi air yang pernah ada pada
kawasan ini, yaitu Kali Cakung sudah tidak berfungsi lagi dikarenakan oleh kondisi Kali Cakung yang sudah tercemar.
Jalur sirkulasi darat dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan umum, baik berupa bus patas, metromini, mikrolet, koperasi wahana kalpika
KWK, ojek dan becak, maupun dengan menggunakan kendaraan pribadi. Sarana transportasi menuju kawasan penelitian memiliki jalur yang jelas serta mudah
untuk diakses. Sarana transportasi umum yang menuju kawasan Kampung Tugu
memudahkan bagi para pengunjung, karena sarana transportasi ini tersedia mulai dari terminal-terminal besar di Jakarta, seperti Terminal Bus Senen, Terminal Bus
Pulo Gadung, dan Terminal Bus Tanjung Priok. Bagi wisatawan yang berangkat dari Stasiun Tanjung Priok, Jakarta
Utara, dapat melanjutkan perjalanan menuju kawasan Gereja Tugu dengan angkutan kota bernomor 01 arah jalur Cakung-Cilincing. Setelah itu, berhenti di
jalan Raya Tugu, Gambar 5. Lokasi Penelitian
Sumber : Googlemap dan Siteplan Gereja Tugu
Tanpa Skala
Gambar 6. Peta Aksessibilitas Menuju Tapak
✆
6
kemudian tinggal berjalan kaki, dengan jarak sekitar 250 meter. Jika berangkat dari Terminal Bus Senen, maka dapat menggunakan angkutan umum yaitu
Metromini bernomor 07 arah jalur Senen-Semper dan selanjutnya berhenti di Pasar tugu untuk melanjutkan dengan KWK nomor 02 yang akan melewati Jalan
Raya Tugu. Begitu juga dengan wisatawan yang berangkat dari Terminal Bus Pulo Gadung, dapat menggunakan angkutan umum, yaitu Metromini bernomor 41
arah jalur Pulo Gadung-Tanjung Priok, selanjutnya berhenti di Pasar Tugu dan melanjutkan dengan KWK bernomor 02.
Wisatawan yang ingin berkunjung ke kawasan Kampung Tugu dengan menggunakan kendaraan pribadi dapat melalui Jalan Yos Sudarso, Tanjung Priok,
dan selanjutnya menuju ke arah Semper melalui Pasar Ular Plumpang, setelah melalui perlimaan Semper, mengambil jalur ke arah Pasar Tugu dan selanjutnya
melalui Jalan Raya Tugu. Perkembangan jaman, menjadikan kawasan ini mengalami perubahan
fungsi menjadi kawasan industri, terutama karena letaknya yang dekat dengan Pelabuhan Tanjung Priok. Perubahan fungsi ini juga berpengaruh terhadap jalur
sirkulasi menuju kawasan Kampung Tugu. Jalur sirkulasi menuju kawasan ini padat dan seringkali terjadi kemacetan, terutama pada pagi dan sore hari.
Permasalahan sirkulasi menuju tapak juga terdapatnya kerusakan pada beberapa bagian jalur sirkulasi berupa jalan yang berlubang maupun jalan yang
bergelombang. Maka, seharusnya jalur sirkulasi pada kawasan ini lebih diperhatikan seperti menertibkan kegiatan industri dan pembuatan jalur khusus
bagi truk-truk besar agar tidak terjadi kepadatan dan tidak menganggu aktivitas wisata yang nantinya akan dikembangkan.
Kawasan Kampung Tugu merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang terdapat di Indonesia dan dilestarikan secara khusus. Maka dari itu,
sebaiknya pemerintah memperhatikan jalur sirkulasi yang berada disekitar kawasan Gereja Tugu maupun aksessibilitas menuju kawasan Kampung Tugu,
dengan memberikan penunjuk jalan yang jelas serta dapat dimengerti dengan baik. Hubungan antara transportasi dan tata guna lahan sangatlah penting.
Bermacam-macam pola pengembangan lahan menghasilkan bermacam-macam kebutuhan akan transportasi, sebaliknya bentuk susunan sistem transportasi
mempengaruhi pola pengembangan lahan. Pada lingkungan perkotaan, sistem transportasi dan pola tata guna lahan saling berpengaruh, dengan berubahnya
salah satu dari bagian tersebut akan menghasilkan perubahan pada bagian yang lain. Maka dari itu, harus dilakukan perbaikan terhadap sistem transportasi, salah
satunya data dilakukan dengan Transportation System Management TSM. Beberapa usaha yang dapat dilakukan dalam daftar TSM, meliputi: perbaikan arus
kendaraan, perlakuan istimewa bagi kendaraan berpenumpang banyak, mengurangi periode puncak perjalanan, manajemen parkir, perbaikan angkutan
kota dan “angkutan pinggiran”, pembatasan penggunaan kendaraan atau menggunakan kendaraan berpenumpang banyak, strategi manajemen angkutan,
dan manajemen perjalanan yang lebih baik yang berkenaan dengan pekerjaan.
4.1.3. Tata Guna Lahan