2.3. Benda Cagar Budaya
Benda cagar budaya memiliki dua definisi berdasarkan Undang-undang tentang Cagar Budaya No. 5 tahun 1992, yaitu:
1. Benda buatan manusia yang bergerak, maupun tidak bergerak yang merupakan kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-sisanya,
yang berumur sekurang-kurangnya 50 lima puluh tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 lima puluh
tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
2. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan
Peraturan Daerah DKI Jakarta no 9 tahun 1999 bab IV, menjabarkan tolok ukur kriteria sebuah bangunan cagar budaya, yaitu:
1. Tolok ukur nilai sejarah dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa perjuangan, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada
tingkat nasional dan atau Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2. Tolok ukur umur dikaitkan dengan usia sekurang-kurangnya 50 tahun.
3. Tolok ukur keaslian dikaitkan dengan keutuhan baik sarana dan prasarana lingkungan maupun struktur, material, tapak bangunan dan bangunan di
dalamnya. 4. Tolok ukur tengeran atau landmark dikaitkan dengan keberadaaan sebuah
bangunan tunggal monument atau bentang alam yang dijadikan simbol dan wakil dari suatu lingkungan sehingga merupakan tanda atau tengeran
lingkungan tersebut. 5. Tolok ukur arsitektur dikaitkan dengan estetika dan rancangan yang
menggambarkan suatu zaman dan gaya tertentu.
Kepemilikan benda cagar budaya berdasarkan Undang-undang RI No. 5 tahun 1992 Bab III pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa benda cagar budaya tertentu dapat
dimiliki atau dikuasai oleh setiap orang dengan tetap memperhatikan fungsi sosialnya dan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang.
Kegiatan pemugaran pada Benda Cagar Budaya harus sangat diperhatikan, terutama dari keaslian bentuk, bahan, tehnik pengerjaan, dan tata letak. Berikut
adalah prasyarat kegiatan pemugaran benda cagar budaya Suantra, 2010: 1. Keaslian Bentuk
Keaslian bentuk bangunan harus dikembalikan berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan antara lain foto-foto lama, dokumen tertulis, saksi hidup, atau studi
teknis. 2. Keaslian Bahan
a. Dalam pemugaran bahan bangunan yang harus digunakan adalah bahan asli dan harus dikembalikan ke tempatnya semula.
b. Apabila bahan bangunan mengalami rusak ringan maka harus dilakukan perbaikan dan pengawetan sehingga dapat digunakan kembali
c. Apabila telah rusak berat atau hilang, maka dapat diganti dengan bahan baru. Namun bahan pengganti harus sama, baik jenis maupun kualitasnya.
3. Keaslian Tata Letak a. Tata letak bangunan harus dipertahankan dengan lebih dahulu melakukan
pemetaan b. Keletakan komponen-komponen bangunan seperti hiasan, arca, dan lain-
lain harus dikembalikan ke tempat semula. 4. Keaslian Teknologi Pengerjaan
Keaslian teknologi pengejaan dengan bahan asli maupun baru harus tetap dipertahankan. keaslian teknologi ini antara :
a. Teknologi pembuatan b. Teknologi konstruksi
Benda cagar budaya yang termasuk ke dalam bangunan museum memiliki beberapa persyaratan pendirian, diantaranya adalah dalam hal pendirian bangunan
dimana berdasarkan bangunannya museum dapat dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu bangunan pokok pameran tetap, pameran temporer, auditorium,
kantor, laboratorium konservasi, perpustakaan, bengkel preparasi, dan ruang penyimpanan koleksi dan bangunan penunjang pos keamanan, museum shop, tiket
box, toilet, lobby, dan tempat parkir. Selain dapat dikelompokan bangunan museum juga dapat berupa bangunan baru atau dapat juga memanfaatkan bangunan lama,
dengan memperhatikan prinsip-prinsip konservasi Direktorat Permuseuman, 2000.
2.4. Pemanfaatan Lanskap Sejarah Sebagai Kawasan Wisata