Universitas Sumatera Utara
Begitu banyak informasi yang perlu digali dari dalam diri seorang individu, sementara lain lagi dengan individu lain dalam satu komunitas atau kelompok
kecil unit sosial yang diteliti. Karena itulah batas waktu yang dibutuhkan oleh peneliti cukup lama.
Peneliti dalam hal ini memilih studi kasus sebagai metode penelitian kualitatif yang digunakan, karena memang bertujuan ingin memecahkan suatu
masalah tertentu. Jadi, dengan menggunakan studi kasus, peneliti pun akhirnya bisa memperoleh wawasan yang mendalam mengenai aspek-aspek dasar tentang
perilaku manusia, karena studi kasus mampu meneliti dengan lebih mendalam, totalitas, intensif dan utuh. Namun dalam hal ini, dibutuhkan kemampuan peneliti
dalam mengumpulkan, memilah, mengkategorisasikan, memberikan kode, serta menafsirkan makna dari sejumlah informasi yang didapat dari seorang individu.
3.2 Objek Penelitian
Objek penelitian adalah karakteristik tertentu yang memiliki skor atau ukuran yang berbeda untuk individu yang berbeda. Dalam penelitian ini, yang
menjadi objek penelitian adalah persepsi terhadap nilai-nilai perkawinan.
3.3 Subjek Penelitian
Penelitian Kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil penelitian, karena hasil penelitian lebih bersifat kontekstual dan kasuistik dalam
waktu dan ruang tertentu. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif ini, tidak ada istilah sampel. Sampel dalam penelitian kualitatif ini disebut dengan subjek
penelitian atau informan, yaitu orang-orang yang dipilih untuk diwawancarai atau diobservasi sesuai dengan tujuan dan kebutuhan penelitian Kriyantono,
2007:161. Subjek penelitian menurut Amirin 1986 dalam Idrus 2009 adalah
seseorang atau sesuatu yang mengenainya ingin diperoleh keterangan, sedangkan menurut Arikunto 1989 adalah benda, hal atau orang tempat data untuk variabel
penelitian melekat, dan yang dipermasalahkan. Dari batasan kedua pengertian di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa subjek penelitian adalah individu,
organisme, atau benda yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
pengumpulan data penelitian. Menentukan subjek penelitian dalam suatu penelitian kualitatif adalah sangat penting, agar tidak terjadi kesalahan dalam
menentukan informan, sebab dari merekalah diharapkan informasi dapat terkumpul sebagai upaya untuk menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan
Idrus, 2009 : 92. Dalam menentukan subjek penelitian memang sangatlah perlu sebuah kerasionalan yang jelas tentang alasan subjek tersebut dipilih. Jadi,
sebenarnya bukan asal dipilih begitu saja, namun asumsi yang harus ada adalah subjek tersebut merupakan subjek yang paling tepat dan sesuai dengan tema
penelitian yang dilaksanakan serta kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Adapun subjek penelitian Informan ini adalah orang tua dari keluarga
yang sudah memiliki anak berumur 17 tahun ke atas, dari masing-masing Suku Batak Toba di Desa Unjur, Kabupaten Samosir dan Suku Batak Karo di Desa
Surbakti, Kabupaten Karo. Hal ini didasarkan pada fase perkembangan pribadi seorang anak yang terdiri dari empat tahap, yaitu Masa kanak-kanak, Masa Muda
remaja, Masa pertengahan paruh baya, Masa Tua. Usia 17 tahun ke atas masuk dalam fase Masa Muda. Fase ini ditandai dari pubertas sampai dengan masa
pertengahan. Dalam fase inilah seorang anak mencoba bertahan untuk mencapai kebebasan fisik dan psikis dari orang tuanya, mendapatkan pasangan, dan mencari
tempat di dunia lain Feist, 2010: 143. Oleh karena itulah peneliti menggunakan kriteria sudah mempunyai anak 17 tahun ke atas, karena secara pertumbuhan
pribadi seorang anak, dalam fase inilah orangtua mulai ketat dalam mengawasi anak-anaknya, termasuk dalam hal memilih teman hidup. Dengan demikian
pengambilan subjek penelitian atau informan dengan cara seperti ini dinamakan teknik Purpossive Sampling atau sampel bertujuan.
Sedikit, peneliti ingin menjelaskan sejarah singkat suku yang akan ditelitinya, yaitu sejarah Suku Batak Toba. Adapun sejarah singkat Suku Batak,
berawal dari seorang Raja yang menurut cerita diberi nama “Siradja Batak”. Beliau mempunyai dua orang anak, yaitu Guru Tateabulan dan Raja Isumbaon.
Anak Siradja Batak juga memberinya cucu, sebanyak tiga orang, yaitu satu orang dari anak pertama, diberi nama Radja Biak-biak, dan dua orang dari anak yang
kedua, antara lain Radja Asi-asi dan Sangkarsomalidang. Suku Batak ini adalah
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
salah satu suku yang paling tua dan memilki penyebaran terbesar selain dari Suku Dayak di Kalimantan dan Suku Toraja di Sulawesi.
Siradja Batak dan keturunannya berasal dari Pusukbuhit, Pangururan, Kabupaten Samosir. Mereka telah lama tinggal dan diam di tanah tersebut, sekitar
1000 tahun sebelum datangnya aliran kepercayaan Kristen, yang dibawakan oleh kaum Pendeta dari Jerman. Namun, ketika keturunan sudah semakin banyak,
maka berangkatlah sebagian dari mereka untuk merantau ke luar daerah, dalam bahasa batak disebut “Desa Na Ualu” Delapan Arah Mata Angin, yang termasuk
didalamnya yaitu Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat, Barat Laut, Utara, Timur Laut. Keturunan yang pergi merantau, tetap mengingatkan kepada anak-
anaknya bahwa mereka adalah keturunan Siradja Batak. Ada yang merantau ke arah tanah Karo, Dairi, Simalungun dan kebanyakan mencari daerah di pinggiran
Danau Toba. Tanah Karo adalah salah satu daerah yang telah didiami oleh suku lain,
sebelum didatangi oleh keturunan “Siradja Batak”. Mau tidak mau, mereka harus berbaur dengan suku lainnya yang sudah terlebih dahulu mendiami daerah
tersebut. Banyak diantara keturunan Siradja Batak yang merantau ke Tanah Karo itu menikah dengan putri dari suku berbeda di daerah tersebut. Sementara
keturunan Siradja Batak tidak cukup kuat dalam mempertahankan adat-istiadat, budaya serta Tarombo atau silsilah, sebagai identitas mereka di Tanah Karo
tersebut. Akhirnya terbentuklah suatu adat istiadat serta marga klan yang disebut dengan Marga Silima di Tanah Karo itu, antara lain ; Karo-karo, Tarigan, Ginting,
Peranginangin dan Sembiring. Akibatnya, budaya serta Tarombo atau silsilah keturunan Siradja Batak itu pun hilang ditelan waktu di Tanah Karo. Hal ini
menyebabkan keturunan Siradja Batak di Tanah Karo sedikit sulit untuk dijangkau, sulit untuk menemukan benang merah dengan keturunan Siradja Batak
yang lainnya seperti keturunan Siradja Batak yang ada di Dairi, Simalungun, Angkola-Mandailing dan juga di Toba. Silsilah atau Tarombo sangatlah penting
bagi orang batak, karena rasa semarga klan membuat dekatnya persaudaraan baik dirantau maupun di tanah asalnya sendiri Hutagalung, 1961:9.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
3.4 Kerangka Analisis