Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian
Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2013. Sebelumnya peneliti telah mengadakan pra penelitian pada bulan Januari dan sudah menemukan beberapa
informan. Pada saat pra penelitian, peneliti berusaha mengakrabkan diri dengan beberapa informan tersebut untuk meminta kesediaan mereka untuk diteliti
nantinya. Setelah seminar, peneliti fokus mengerjakan skripsi sambil mencari terus informan yang bisa diteliti, sesuai dengan kriteria yang peneliti tetapkan,
baik itu di Desa Surbakti maupun di Desa Unjur. Selama penelitian berlangsung, peneliti tidak membatasi pelaksanaan wawancara harus kepada pasangan suami
isteri dari sebuah keluarga, tetapi walaupun hanya ada bapak atau ibu saja yang mewakili keluarga, wawancara tetap berjalan.
Sistem wawancara yang diterapkan peneliti dalam penelitian ini adalah sistem data jenuh, dimana ketika jawaban antara informan yang satu dengan yang
lainnya sudah jenuh, maka peneliti akan menyudahi penelitiannya. Dalam penelitian ini, peneliti mewawancarai enam orang informan yang berasal dari
Suku Batak Karo di Desa Surbakti, Kabupaten Karo dan lima orang informan yang berasal dari Suku Batak Toba di Desa Unjur, Kabupaten Samosir, antara
lain:
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Deskripsi Subjek Penelitian
No. IDENTITAS INFORMAN
DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN
1. Nama : Bapak Dedep Milala
Umur : 68 Tahun Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak Karo Alamat : Desa Surbakti
Wawancara pertama dilaksanakan oleh peneliti pada tanggal 11 Juni 2013,
yaitu pada Bapak Dedep Sembiring Milala. Beliau dan peneliti berpapasan
di sebuah perempatan jalan, kemudian sempat melakukan pembicaraan yang
terkesan serius, sampai pada akhirnya beliau mengajak peneliti ke rumah,
untuk melanjutkan pembicaraan tersebut. Hanya ada beliau dan juga
anaknya yang masih lajang. Bapak Dedep dan Ibu br Sitepu baru tinggal
menetap di Desa Surbakti sejak tahun 2010. Sebelumnya tinggal di
Tongging. Keluarga ini dikaruniakan anak sebanyak empat orang, tiga orang
anaknya sudah menikah dan satu lagi sedang menjalani masa lajangnya.
Beliau hanya seorang supir sebuah bus antar kota antar provinsi, sementara
ibu hanyalah seorang petani. Setelah adanya kesepakatan, maka penliti pun
akhirnya mengadakan wawancara mulai dari sekitar pukul 13.40 wib dan
berakhir pada 17.55 wib. Setelah wawancara selesai, peneliti mohon
izin untuk mengambil gambar beliau untuk dokumentasi.
2. Nama : Bapak Olet Sitepu
Ibu R. Br Ginting Umur : 68 Tahun 58 Tahun
Agama : Kristen Protestan Suku : Batak Karo
Alamat : Desa Surbakti Peneliti melakukan wawancara pada
pagi hari tanggal 12 Juni 2013, sekitar pukul 08.45 wib, dengan pasangan
Bapak Olet Sitepu dan Ibu br Ginting. Di ruang tamu yang cukup luas, udara
yang dingin karena angin yang berhembus, dan ditemani suguhan
secangkir teh manis di pagi hari, cukup menambah kahangatan suasana
pada saat itu. Bapak Sitepu dengan jaket kulit berwarna hitam yang masih
melekat di badannya, lengkap dengan kaca mata cokelat miliknya, sementara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Ibu br Ginting juga masih dihangatkan oleh jaket rajutan berwarna hijau,
lengkap dengan syal berwarna abu- abu. Bapak dan Ibu ini adalah
pensiunan dari Perawat. Keseharian mereka kebanyakan dihabiskan
dengan berladang dan berusaha kos- kosan di Medan. sudah dikaruniakan
anak sebanyak empat orang, dua orang telah menikah, dua orang lagi sedang
berjuang di bangku kuliah. Diakhir wawancara sekitar pukul 13.20 wib,
tidak lupa peneliti untuk mengambil dokumentasi pasangan tersebut.
3. Nama : Bapak Regina
Sinulingga Ginting Umur : 52 Tahun
Agama : Kristen Protestan Suku : Batak Karo
Alamat : Desa Surbakti Bapak Regina Sinulingga pada saat
ditemui oleh peneliti, pada tanggal 13 Juni 2013 disebuah warung kopi yang
berada di tengah Desa Surbakti, sedang menikmati secangkir kopi di
sebuah warung yang tidak jauh dari pusat desa tersebut. Bapak Regina
memakai kaus berkerah berwarna biru dan rompi kulit berwarna hitam,
lengkap memakai topi. Beliau berkulit sawo matang, dengan kumis tebal dan
janggut yang tipis. Beliau langsung melemparkan senyuman yang hangat
seakan menyambut peneliti dengan senang hati. Sekitar pukul 15.04 wib,
wawancara segera berlangsung di warung kopi tersebut. Bapak Regina
dan Ibu br Ginting adalah petani yang tidak punya apa-apa, hanya sepetak
ladang untuk diusahakan. Dalam menjalani kehidupan keluarga, beliau
sering menasehatkan kepada anak- anaknya supaya mengenali kondisi
keluarga dan tahu diri, namun bukan suatu alasan bagi beliau untuk
melarang anak berpacaran dengan siapa pun dari suku manapun,
terkhusus Batak Toba. Asalkan anak tersebut jelas identitasnya. Dengan
terbuka dan senang hati beliau menjawab pertanyaan demi pertanyaan
dari peneliti. Wawancara pun berakhir
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
pada pukul 20.25 wib. Kemudian peneliti beranjak meninggalkan
warung kopi tersebut.
4. Nama : Bapak Cinta Tami
Sinulingga Ginting Umur : 47 Tahun 45 Tahun
Agama : Islam Suku : Batak Karo
Alamat : Desa Surbakti Pada tanggal 14 Juni 2013, sekitar
pukul 19.50 wib, peneliti mendaratkan langkah kakinya di sebuah warung
yang tidak jauh dari sebuah Los Jambur yang ada di Desa Surbakti ini.
Dengan senyuman hangat Bapak Cinta Tami yang ternyata adalah pemilik
warung kopi ini menyambut kehadiran peneliti disana. Sambil menyuguhkan
segelas teh manis hangat, beliau langsung duduk dihadapan peneliti.
Beliau tampak berwibawa dari penampilannya. Kaos berkerah
berwarna abu-abu, celana kain berwarna hitam, dan jaket kulit
berwana hitam adalah busana yang dikenakan beliau malam itu. Kulit
yang tidak terlalu gelap, jidat yang cukup menonjol, dan juga kumis serta
rambut yang cukup tebal, inilah ciri- ciri Bapak Cinta Tami Sinulingga.
Ternyata perawakan Beliau yang terkesan sangat berwibawa terbukti
ketika beliau bercerita kepada peneliti bahwa Ia adalah mantan anggota
DPRD Dati I Kabupaten Karo. Beliau juga adalah seorang Tokoh Agama,
Tokoh Adat dan Tokoh Masyarakat yang cukup dipercayai dan diakui oleh
masyarakat khususnya warga Desa Surbakti. Setelah cukup lama bertanya
jawab dengan beliau, peneliti mendapati ketegasan beliau dalam hal
perkawinan antarsuku, bahwa Agama adalah hal yang paling penting dari
pada suku. Beda suku asalkan perempuan atau laki-laki itu adalah
yang soleha dan jelas asal-usulnya. Wawancara dengan beliau berakhir
pada pukul 22.13 wib.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
5. Nama : Bapak Efran Ginting
Umur : 45 Tahun Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak Karo Alamat : Desa Surbakti
Pada tanggal 15 Juni 2013, peneliti kembali mengunjungi sebuah warung
kopi di Desa Surbakti. Bapak Efran Ginting, juga ditemui oleh peneliti di
sebuah warung kopi sedang menikmati secangkir kopi dan sebatang rokok.
Beliau mengenakan kaos putih berkerah, jaket kulit berwarna hitam
dan Lengkap dengan topi rajutan di kepalanya, karena didukung juga
dengan cuaca yang sangat dingin dan menusuk saat itu. Keluarga telah
dikaruniakan anak sebanyak tiga orang dan semuanya masih dalam bangku
perkuliahan. Beliau juga bukan pribadi yang melarang anak untuk pacaran
dengan seseorang yang berasal dari suku lain, khususnya Batak Toba.
Menurut beliau agama adalah hal yang paling penting daripada yang lainnya.
Beliau juga masih memiliki rasa etnosentrisme yang kuat, namun beliau
dalam wawancaranya selalu mengakui kehebatan orang Batak Toba. Hal yang
disoroti beliau adalah bahasa dan biaya dalam adat, jika harus
mengadakan perkawinan campuran Batak Toba dengan Batak Karo.
Wawancara dimulai sekitar pukul 20.24 wib dan berakhir pada pukul
22.55 wib. Kemudian peneliti mengambil gambar informan setelah
ada ijin dari informan tersebut.
6. Nama : Bapak Kristop Regar
Ibu Ngina Ginting Umur : 59 Tahun 62 Tahun
Agama : Kristen Protestan Suku : Batak Karo Toba
Alamat : Desa Surbakti Malam sudah tiba, peneliti masih
berjalan disekitar pusat desa, sekitar pukul 20.45 wib. Sebuah rumah
panggung yang sangat bersih dan dihiasi beraneka ragam bunga di
halamannya, mengalihkan pandangan peneliti. Seorang bapak
mempersilahkan peneliti untuk masuk ke dalam rumah panggung yang tertata
sangat rapi di dalamnya. Ternyata ada isteri beliau dan anak serta
menantunya disana. Bapak Kristop dengan kemeja corak liris-liris, celana
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
kain berwarna coklat muda, lengkap dengan jaket tebal yang menutupi
badannya. Semntara isteri beliau mengenakan kaos coklat dan jaket
rajutan, serta celana kotak-kotak. Kemudian ada anak dan menantu
beliau, yang lengkap dengan sarungnya. Keluarga ini telah
dikaruniai lima orang anak, satu orang putra dan empat orang putri, semua
sudah menikah. Kehidupan sehari-hari keluarga ini hanya berasal dari ladang.
Pandangan Bapak Kristop dan Ibu Ngina terhadap Batak Toba itu netral-
netral saja, bahkan mereka sangat senang dengan orang Batak Toba.
Wawancara pun dimulai sekitar pukul 21.00 wib dan berakhir pada pukul
23.40 wib. Setelah wawancara berakhir, tak lupa peneliti untuk
mengambil gambar mereka sebagai dokumentasi.
7. Nama : Bapak Likson
Ambarita dan Ibu Likson Umur : 59 Tahun 57 Tahun
Agama : Kristen Protestan Suku : Batak Toba
Alamat : Desa Unjur Informan pertama yang ditemui oleh
peneliti di Desa Unjur adalah Keluarga Bapak Likson Ambarita. Wawancara
ini dilakukan pada tanggal 29 Juni 2013, sekitar pukul 17.00 wib.
Senyuman yang hangat menyambut peneliti di rumah tersebut. Bapak
Likson dan Ibu Likson langsung mempersilahkan peneliti ke rumah dan
disuguhkan secangkir teh hangat. Rumah panggung yang cukup luas,
dengan penghuni yang ramai dikarenakan beberapa anak-anak
mereka dan juga cucunya yang tinggal bersama-sama di rumah tersebut.
Ketika ditemui peneliti, Bapak Likson mengenakan kemeja biru bercorak
garis-garis, celana hitam dan jaket tebal. Sementara ibu yang masih baru
pulang dari pasar, mengenakan kaos putih dan celana pendek dibawah
lutut. Warna kulit ibu jauh lebih cerah dari bapak. Bapak Likson adalah
seorang penatua adat yang cukup
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
disegani masyarakat Desa Unjur. Beliau juga adalah penatua gereja.
Bertani menjadi mata pencaharian mereka dalam memenuhi kebutuhan
keluarga. Pandangan mereka terhadap perkawinan antarsuku Batak Toba dan
Batak Karo hanya mempermasalahkan bahasa yang tidak dipahami. Dalam
hal perkawinan campuran kedua suku ini, mereka hanya akan mengarahkan
anak tanpa menjadikannya sebuah paksaan. Agama tetap menjadi hal
nomor satu bagi mereka.
8. Nama : Bapak Ronald
Togatorop dan Ibu Nurmala
Siallagan
Umur : 60 Tahun 56 Tahun Agama : Kristen Protestan
Suku : Batak Toba Alamat : Desa Unjur
Wawancara selanjutnya adalah pada keluarga Bapak Ronald Togatorop dan
Ibu Nurmala Siallagan. Tepat pada tanggal 02 Juli 2013, sekitar pukul
21.30 wib. Keluarga ini menikah pada tahun 1978, dan sampai sekarang
keluarga ini telah dikaruniakan anak sebanyak tujuh orang. Anak sulung
dari keluarga ini cacat, tidak bisa berbicara tuna rungu. Hanya ada satu
orang putra dalam keluarga ini, yaitu yang paling bungsu, sekarang sudah
duduk di bangku SMA kelas 2. Keluarga ini adalah keluarga yang
kokoh berdiri teguh di atas nasehat- nasehat orang tuanya. Berdiri teguh di
atas nilai-nilai agama dan juga nilai adat yang begitu kuat ditekankan
orang tua. Beliau adalah pensiunan dari SMP, dan ibu masih mengajar di
sebuah Sekolah Dasar di Desa Unjur. Beliau juga diakui sebagai penatua
adat dan juga penatua di Gereja HKBP Ambarita. Keluarga ini adalah salah
satu keluarga yang cukup disegani dan terpandang, namun bukan dari segi
harta, tetapi karena kedisiplinan mereka. Pasangan keluarga ini selalu
menekankan dengan sangat dan menasehatkan selalu kepada anak-
anak untuk tidak pacaran dengan orang Batak Karo. Wawancara pun
berakhir sekitar pukul 23.20 wib.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
9. Nama : Bapak Devi Manik
Ibu R. Br Siadari Umur : 46 Tahun 45 Tahun
Agama : Kristen Protestan Suku : Batak Toba
Alamat : Desa Unjur Sekitar pukul 20.13 wib, tepat pada
tanggal 04 Juli 2013, peneliti menemui pasangan keluarga yang sudah
membuat janji ketika pra penelitian. Pasangan ini menikah pada tahun
1988, dan telah dikaruniai anak sebanyak tiga orang, seorang putri dan
dua orang putra. Keadaan di rumah Bapak Devi sangat sepi, hanya ada
beliau dan isterinya Ibu R. br Siadari. Menurut pengakuan mereka, hal ini
dikarenakan anak-anak mereka semua merantau ke kota demi pendidikan.
Ketika ditemui oleh peneliti di rumah, Bapak Devi dan Ibu R. Br Siadari
terlihat sukacitanya menyambut kehadiran peneliti. Kemeja Batik
berwarna Cokelat, Jaket berwarna biru campur putih, dan celana tissue abu-
abu adalah pakaian yang dikenakan Bapak Devi saat itu. Kulitnya yang
putih, bentuk wajah yang oval, ada kumis, rambut yang lebat serta ukuran
badan yang sedang adalah perawakan beliau. Sementara ibu siadari
mempunyai bentuk wajah yang bulat, dengan warna kulit yang agak gelap,
dan pendek. Ibu Siadari memakai baju kaos berkerah dengan corak bunga,
dan celana hitam. Pasangan ini adalah penatua di Gereja HKBP Ambarita.
Beliau bekerja di bagian tata usaha di SMA 1 Simanindo dan ibu bekerja
sebagai guru di sebuah Sekolah Dasar di luar Desa Unjur. Selain itu mereka
juga mempunyai sebidang tanah untuk bertani. Agama adalah hal yang paling
penting untuk dipertahankan dari pada perbedaan suku. Itulah pandangan dari
pasangan ini dalam nilai-nilai perkawinan campuran Batak Toba dan
Batak Karo.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
10. Nama : Bapak Op. Devita Ambarita dan
Ibu Br Silalahi Umur : 68 Tahun 71 Tahun
Agama : Kristen Protestan Suku : Batak Toba
Alamat : Desa Unjur Tanggal 05 Juli 2013, sekitar pukul
19.30 di Desa Unjur, peneliti mengadakan wawancara dengan salah
satu penatua adat di desa ini. Dengan senyuman dan tangan terbuka, beliau
menyambut kehadiran peneliti, duduk di warung ala kadarnya. Kemeja batik
lengan pendek, celana panjang berwarna hitam, dengan warna kulit
sawo matang, lengkap dengan uban yang semakin merata, seperti itulah
keadaan informan ketika ditemui di warung tersebut.
Keluarga ini dikaruniakan anak sebanyak empat
orang. Tiga orang putra dan satu orang putri. Beliau adalah pensiunan dari
Sekretaris Desa di Desa Unjur. Sumber penghasilan mereka berasal
dari hasil jualan di warung kepunyaan mereka. Beliau adalah pribadi yang
mempunyai pemikiran yang terbuka untuk orang lain, tidak terlalu takut
jika anak pacaran dengan suku lain, seperti Batak Karo. Wawancara
berlangsung dengan baik dan menikmati setiap prosesnya. Antara
Bapak dan ibu saling bergantian menjawab pertanyaan yang diajukan
peneliti. wawancara pun berakhir pada pukul 21.30 wib. Sebelum pamit
pulang, peneliti mengambil dokumentasi bersama informan.
11. Nama : Ibu Berto Sitanggang Umur : 52 Tahun
Agama : Kristen Protestan Suku : Batak Toba
Alamat : Desa Unjur Wawancara terakhir di Desa Unjur
adalah pada tanggal 09 Juli 2013, terhadap Ibu Berto Sitanggang. Ketika
dijumpai peneliti, beliau baru saja pulang dari Gereja, menghadiri latihan
koor. Jadi pakaian masih dilengkapi dengan sarung bercorak bunga-bunga
dan baju berwarna cokelat motif bunga-bunga, badan gemuk, daan
warna kulit yang agak gelap, itulah sedikit deskripsi tentang beliau. Ibu
Berto sedang duduk santai di beranda rumah bersama dengan putrinya yang
sudah menikah, dan juga kakek yang
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
adalah ayah beliau. Awalnya beliau bersikap sangat kaku
dan menolak untuk diwawancarai, karena beliau berpikir bahwa ini
adalah tugas akhir dan sangat penting untuk peneliti, tidak boleh
sembarangan menjawab. Kemudian peneliti dengan nada yang sangat
lembut kembali mencoba menjelaskan maksud dan tujuannya, serta inti
permasalahan yang akan ditelitinya. Akhirnya beliau paham dan
menyetujui untuk diwawancarai. Ibu Berto mempunyai anak lima orang,
dua orang putra dan tiga orang putri. Pekerjaan sehari-harinya hanyalah
petani biasa dan sumber penghasilan lainnya dari bayaran tenaga mereka
bekerja di sebuah Cattering di Desa Ambarita. wawancara tersebut
berakhir pada pukul 21.30 wib.
4.2 Hasil Pengamatan dan Wawancara