Universitas Sumatera Utara
Batak Toba menurut beliau adalah pribadi yang sangat kental dalam budaya dan adat istiadat. Beliau mengaku bahwa secara pribadi, beliau akan sangat senang
jika anaknya bergaul dan menikah dengan orang Batak Toba.
2. Persepsi masyarakat suku Batak Toba di Desa Unjur terhadap suku Batak Karo
Persepsi membuat kita bisa memahami dan mengartikan pengaruh eksternal dengan mengizinkan kita untuk menginterpretasi, mengelompokkan, dan
mengatur stimulus yang kita pilih untuk diatur dan dimonitor sedemikian rupa. Dengan kata lain, persepsi merupakan suatu proses dimana orang-orang
mengubah kejadian dan pengalaman eksternal menjadi pemahaman internal yang berarti Samovar, 2010: 222. Hal ini berarti tidak semua individu dalam budaya
yang sama mempunyai cara pandang yang sama terhadap suatu realita. Ada tiga unsur yang mempengaruhi kita dalam mempersepsi sesuatu, yaitu
Sistema lambang bahasa, pandangan dunia world view, dan juga organisasi sosial. Berikut ini akan dijelaskan bagaimana ketiga unsur ini mempengaruhi
masyarakat Batak Toba di Desa Unjur dalam mempersepsi Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti.
a. Sistem Lambang Bahasa
Sesuai dengan hasil pengamatan peneliti, bahasa menjadi salah satu unsur yang sangat penting dan sangat mempengaruhi individu dari Batak Toba di Desa
Unjur dalam memandang orang Batak Karo. Menurut kelima informan yang ada di desa ini, lewat bahasalah mereka juga memberitahukan kepada anak bagaiman
adat budaya Batak toba. Kelima informan ini juga menyatakan akan sangat tidak baik jika menjalin hubungan atau bergaul dengan orang lain di luar suku, jika kita
tidak mengerti bahasanya. Menurut mereka bahasa adalah alat komunikasi yang akan mentransfer ide-ide yang ada dalam diri kita kepada orang lain. Jadi, semua
informan mengaku bahwa bahasa adalah hal yang sangat disoroti dalam pergaulan dan persahabatan dengan orang lain di luar suku. Sebenarnya, inilah salah satu hal
yang membuat kelima informan suku Batak Toba sangat keberatan untuk
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
menikahkan anak-anak mereka dengan individu yang berbeda bahasa. Karena menurut pengakuan masing-masing informan, sangat tidak efektif menjalin
komunikasi, tetapi jika memang harus berhubungan dengan orang Batak Karo, misalnya dalam hal kekeluargaan, kunci utama yang masing-masing informan
katakan adalah kemauan untuk belajar bahasa antarsuku tersebut.
b. Pandangan Dunia
Pandangan dunia ini terdiri dari tiga hal yang mempengaruhi, yaitu sistem kepercayaan, nilai dan perilaku. Berikut akan dibahas secara rinci.
1. Sistem Kepercayaan
Menurut Tinambunan 2010, anak akan berpegang teguh pada kepercayaan yang telah dipegang teguh oleh orang tua. Maka ketika anak telah
berpaling dari kepercayaan tersebut, anak dianggap telah melanggar didikan orang tuanya, dan orang tua kan dianggap tidak berhasil menanamkan nilai kepercayaan
yang dianutnya. Menurut hasil pengamatan peneliti terhadap lima orang informan Batak
Toba di Desa Unjur, kepercayaan atau agama adalah hal yang sangat penting dan menjadi hal yang sangat sensitif bila dipertanyakan dibanding dengan hal lainnya.
Kelima informan adalah penganut agama Kristen Protestan dan tinggal di sebuah desa yang mayoritasnya adalah agama Kristen Protestan. Menurut pengakuan
mereka, nilai-nilai yang ada dalam agama itu adalah nilai-nilai yang mendasar yang harus diwariskan atau diajarkan kepada anak-anak. Nilai agam yang paling
mendasar bagi agama Kristen Protestan sesuai dengan pengakuan masing-masing informan adalah mengasihi Tuhan dengan segenap hati, dan mengasihi sesama
seperti Tuhan telah mengasihi diri sendiri. Mereka semua rata-rata punya cara yang sama bagaimana cara mewariskan nilai-nilai agama itu kepada anak, yaitu
dengan mengajari anak berdoa, mengajak anak beribadah ke gereja, mengajari anak membaca kitab suci Alkitab, dan menasehatkan kepada anak untuk tidak
murtad ke agama lain hanya karena godaan gemerlap dunia. Terkait dengan perkawinan campuran, peneliti ingin melihat dari sisi
perbedaan agama. Pasangan Bapak Op. Devita Ambarita dengan Ibu br Silalahi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
adalah keluarga yang memberikan arahan kepada anak untuk tidak pacaran atau menikah dengan orang yang berbeda agama, kalau pun mereka harus menikah,
dipastikan orang yang beda agama tadi ikut agama mereka, menjadi Kristen Protestan. Namun jika anak bersikeras untuk tetap menjalin hubungan dan bahkan
menikah dengan orang yang beda agama, keluarga ini hanya bisa pasrah dan menerima, khawatir jika anak nantinya menjadi depresi dan frustasi. Menurut
beliau, hanya ada arahan namun bukan paksaan. Berbeda dengan keluarga di atas, tiga keluarga lainnya, yaitu keluarga Bapak Ronald Togatorop dan Ibu Nurmala
Siallagan, keluarga Bapak Devi Manik dan Ibu br Siadari, dan keluarga Ibu Berto Sitanggang, ketiga keluarga ini menentang keras perkawinan beda agama. Selalu
menasehatkan dengan sangat keras dalam keluarga kepada ank-anak untuk tidak pacaran dan menikah nantinya dengan individu yang berasal dari agama yang
berbeda. Alasan yang hampir sama mereka nyatakan bahwa tidak akan pernah ada kedamaian dan kestuan hati jika bahtera keluarga dibangun dengan dasar agama
yang berbeda, hal ini hanya akan menimbulkan konflik di tengah-tengah rumah tangga. Sementara bagi pasangan keluarga Bapak Likson Ambarita dan Ibu
Likson, arahan kepada anak adalah wajib, namun bukan berarti paksaan. Sekalipun mereka mendidik dan mengajari nilai-nilai agama itu kepada anak, jika
jodoh berkata beda agama, mereka hanya bisa pasrah dan menerima dengan tangan terbuka, bagi pasangan ini yang penting mereka sudah menyampaikan
nilai-nilai agama tersebut dan sudah mengarahkan anaknya.
2. Nilai dan Perilaku
Nilai adalah norma tentang apa yang baik dan buruk, benar dan salah, yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Nilai ini akan diwujudkan dalam
bentuk perilaku. Inilah yang tampak dalam kehidupan sehari-hari, bagaimana perilaku kita terhadap orang lain, tentunya dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kita
pegang. Selama pengamatan berlangsung, ada beberapa nilai dan prinsip Batak Toba yang diketahui oleh peneliti dan paling sering diwariskan kepada anak,
antara lain: orang Batak Toba itu menganut nilai atau prinsip Anakkon ki do hamoraon di Au yang artinya anak adalah segala-galanya bagi orang tua. Nilai
anak sangat dijunjung tinggi, Dalihan Na Tolu sebagaimana sudah dijelaskan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya, nilai 3H, Hamoraon kekayaan, Hagabeon kesuksesan, dan Hasangapon kehormatan, adat pemakaian Ulos, nilai silsilah atau tarombo, dan
Suhi ni Ampang na Opat, sinamot harga yang diberikan pihak laki-laki kepada pihak pemberi perempuan bagi orang Batak Toba itu jauh lebih besar
dibandingkan dengan Batak Karo. Semua nilai ini tidak akan berarti tanpa adanya perwujudan dalam perilaku sehari-harinya. Nilai-nilai seperti ini tentunya
mempengaruhi cara pandang masyarakat Batak Toba terhadap masyarakat Batak Karo, dengan harapan apakah kelak mereka akan menemukan nilai seperti ini di
suku lainnya, terutama Batak Karo. Cara masing-masing informan dalam menerapkan nilai-nilai itu dalam keluarga dan mewariskan kepada anak juga tidak
jauh berbeda. Keluarga Bapak Likson Ambarita dan Ibu Likson adalah keluarga yang
menggunakan waktu luang dalam kelurganya untuk sharing dengan anak-anak tentang adat istiadat budaya Batak Toba, silsilah dan juga nilai lainnya. Berbeda
dengan pasangan Bapak Ronald Togatorop dan Ibu Nurmala Siallagan dan Ibu Berto Sitanggang, menerapkan nilai itu dalam keluarga lewat perilaku yang
tampak untuk menjadi contoh dan panutan bagi anak-anak kelak, sesuaikan perkataan dan perilaku. Melarang anak pacaran dengan orang lain di luar dari
suku juga menjadi salah satu cara untuk bisa terus mewarisi nilai adat budaya Batak Toba kepada anak hingga cucu nantinya. Sementara cara yang diterapkan
oleh Bapak Op. Devita Ambarita adalah membawa anak ke acara adat ketika anak sudah mulai memahami nilai-nilai kehidupan, dengan demikian anak akan banyak
melihat dan memperhatikan serta banyak mendengar, semakin hari anak akan semakin tahu dan paham, disamping itu beliau akan mengajari anak-anaknya di
rumah jika ada waktu luang.
c. Organisasi Sosial