Universitas Sumatera Utara
komunikasi efektif tidak terjalin, namun dia selalu ingin menjalin hubungan komunikasi antarbudaya tersebut.
Setiap manusia pasti ingin menjalin sebuah komunikasi yang efektif, supaya apa yang disampaikan bisa dimengerti orang lain dengan baik. Demikian
juga halnya dalam hubungan komunikasi antarbudaya. Namun, ada beberapa hal yang menjadi penghambat bagi kita untuk mencapai sebuah komunikasi efektif,
seperti prasangka sosial, stereotip, diskriminasi dan juga etnosentrisme yang tinggi. Hal ini jelas akan menghambat, karena semua faktor tersebut memandang
pada self-centre, yang membuat seseorang memaksakan apa yang dipikirkan pada orang lain.
2.2.3.1 Prasangka Sosial
Prasangka Sosial merupakan satu bentuk sikap yang secara psikologis menjadi sangat penting dalam hubungan interaksi dalam masyarakat. Interaksi Sosial
dalam komunitas masyarakat akan sangat rentan bagi munculnya prasangka sosial, yang dapat mengarah pada perilaku-perilaku yang merusak keharmonisan hubungan
antarkelompok dalam masyarakat.
Istilah prasangka sering digunakan untuk menggambarkan kecenderungan untuk menganggap hal lain dengan cara negatif.
Menurut Effendy 1981, prasangka merupakan salah satu rintangan atau hambatan berat bagi suatu kegiatan komunikasi oleh karena orang-orang yang
mempunyai prasangka, belum apa-apa sudah bersikap curiga dan menentang komunikator yang sedang menyampaikan pesan Liliweri, 2001: 175. Prasangka
sosial merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan, yang berlainan dengan golongan orang yang
berprasangka itu. Prasangka hanya hasil dari ketidakmampuan individu untuk menyadari keterbatasan dalam berpikir etnosentris dan stereotip-nya. Johnson
1986 dalam Liliweri 2001, menyatakan bahwa prasangka disebabkan karena: 1 gambaran perbedaan antara kelompok; 2 nilai yang dimiliki kelompok lain
nampaknya sangat menguasai kelompok minoritas; 3 adanya stereotip; 4 karena perasaan superior pada kelompok sendiri atau adanya etnosentrisme.
Brislin dalam Lubis 2012, menyatakan bahwa prasangka itu mencakup hal-hal berikut: memandang kelompok lain lebih rendah, sifat memusuhi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
kelompok lain, bersikap ramah pada kelompok lain, bersikap ramah pada kelompok lain dalam waktu tertentu, namun menjaga jarak pada saat lain.
Sebenarnya hingga derajat tertentu, kita berprasangka terhadap suatu kelompok. Hal ini tidak bisa dipungkiri, kita tidak bisa tidak berprasangka. Dengan adanya
prasangka, maka proses komunikasi sering menjadi korbannya, terganggu dan akhirnya menghambat komunikasi. Pada umumnya, orang-orang yang
mempunyai prasangka yang sama akan lebih cocok dan senang ketika menjalin hubungan komunikasi daripada mereka yang tidak kenal, dengan perbedaan
prasangka yang tinggi. Prasangka merupakan suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotip,
akan tetapi tidaklah demikian. Prasangka memiliki dua komponen: komponen berpikir kognitif, dan komponen perasaan afektif. Stereotip menjadi dasar dari
komponen kognitif dari prasangka. Komponen afektif terdiri dari satu perasaan pribadi terhadap kelompok orang lain. Perasaan ini mungkin termasuk kemarahan,
penghinaan, kebencian, penghinaan, kasih sayang dan simpati. Disisi lain, stereotip ini bisa bersifat negatif bisa juga bersifat positif, beda halnya dengan
prasangka yang memang cenderung bersifat negatif. Alport 1954 dalam Mulyana 2005, mendefinisikan bahwa prasangka etnik sebagai suatu antipati
berdasarkan suatu generalisasi yang salah dan kaku. Prasangka mungkin dinyatakan atau dirasakan. Budaya dan kepribadian sangat mempengaruhi
prasangka. Prasangka sangat berkaitan dengan persepsi seseorang atau kelompok lain,
dan sikap serta perilakunya terhadap mereka. Prasangka terhadap anggota suatu kelompok ternyata sangat merusak. Sebuah contoh mengenai prasangka sosial
ialah attitude orang Jermanterhadap keturunan orang-orang Yahudi di Negaranya yang sudah lama terdapat di masyarakat masyarakat Jerman. Hal ini terjadi sejak
abad ke-19 dan memuncak pada zaman Jerman-Hitler dengan tindakan-tindakan yang bertujuan untuk meniadakan sama sekali golongan Yahudi disana. Satu
contoh lagi seperti di Amerika Serikat, di sana terdapat prasangka social terhadap golongan Negro atau golongan kulit hitam terutama di Amerika bagian selatan.
Dari prasangka social tersebut keduanya sama-sama melahirkan tindakan-tindakan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
diskriminatif terhadap masing-masing pihak yang diprasangkai. Bahwasanya tindakan-tindakan diskriminatif yang berdasarkan prasangka social akan
merugikan masyarakat Negara itu sendiri, akibatnya perkembangan potensi- potensi manusia masyarakat tersebut akan sangat diperhambat. Apabila kita
berprasangka bahwa orang kulit hitam pemalas, orang Jepang itu militeristik, orang China itu mata duitan, wanita sebagai objek seks, politisi itu penipu, tanpa
didukung dengan data yang memadai dan akurat, maka komunikasi kita akan sering macet karena berlandaskan persepsi kita yang keliru, yang pada akhirnya
orang lain pun akan salah mempersepsi kita. Sekarang ini telah diusahkan untuk mengubah dan menghilangkan
prasangka-prasangka sosial yang picik dan yang menghambat perkembangan masyarakat dengan wajar. Usaha-usaha memerangi prasangka sosial
antargolongan itu kiranya jelas harus dimulai dari : 1 didikan anak-anak dalam keluarga oleh orangtuanya dan di sekolah nantinya oleh gurunya. Sebagaimana
telah dijelaskan sebelumnya bahwa organisasi non formal keluarga dan formal sekolah sangatlah berpengaruh pada pembentukan karakter seorang anak
terlebih bagaimana dia nantinya memandang dunia sekitarnya; 2 Kemudian kita bisa menghindarkan anak dari pengajaran-pengajaran yang dapat menimbulkan
prasangka-prasangka sosial, dan ajaran-ajaran yang sudah berprasangka sosial; 3 menjalin interaksi antargolongan yang cukup intensif Gerungan, 1991.
2.2.3.2 Stereotip