Universitas Sumatera Utara
dan Ibu br Ginting. Hal ini dikarenakan bahasa yang sungguh sangat sulit untuk dimengerti. Beliau mengungkapkan, bagaimana nantinya menjalin komunikasi
dengan baik jika bahasa orang Batak Toba sangat sulit untuk mereka mengerti, beliau sangat khawatir karena tidak akan ditemukan keefektivan berkomunikasi.
Sementara lima informan lainnya menyatakan bahwa bahasa tidak menjadi penghalang bagi mereka untuk bergaul atau menjalin hubungan dengan orang
Batak Toba. Karena menurut mereka bahasa itu adalah identitas budaya atau suku, dan tentunya berbeda-beda ketika kita menjalin hubungan diluar dari suku kita.
Namun, masih banyak waktu untuk belajar. Menurut kelima informan ini, balajar adalah salah satu jalan keluar atau jawaban ketika kita ingin menjalin hubungan
dengan orang lain di luar suku kita, salah satunya Batak Toba. Dalam penelitian ini, ada satu orang informan, yaitu Bapak Regina Sinulingga, menyatakan bahasa
yang berbeda itu bisa dipelajari, namun disamping itu, beliau juga mengaku bahwa bahasa Batak Karo lebih lembut dan sopan dibandingkan dengan bahasa
Batak Toba yang cukup lantang pengucapannya, sehingga terkesan kasar dan keras.
b. Pandangan Dunia
Pandangan dunia atau sering disebut dengan world view terdiri dari tiga unsur, yaitu Sistem Kepercayaan, Nilai, dan Perilaku. Sistem Kepercayaan
dibentuk oleh budaya yang mendarah daging dalam diri seseorang. Kepercayaan ini adalah penting, karena “diterima sebagai suatu kebenaran”. Kita harus mampu
mengenali bahwa budaya memiliki sistem kepercayaan yang berbeda-beda antara budaya yang satu dengan lainnya. Seseorang yang tumbuh dalam budaya dimana
Kekristenan merupakan agama yang utama, akan mempercayai bahwa keselamatan akan diperoleh hanya dengan satu cara yaitu percaya kepada Yesus
Kristus sebagai Tuhan dan Juru Selamat yang hidup, sementara agama lain menolak hal tersebut, mereka memiliki kepercayaan tersendiri mengenai
keselamatan Samovar, 2010: 224. Fungsi sosial agama dapat memperkuat struktur sosial dan prinsip-prinsip moral masyarakat. Sistem kepercayaan manusia
berperan untuk menetralisir sifat jahat manusia, nilai-nilai agama berperan untuk
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
memperbaiki akhlak manusia. Jelas bahwa peranan agama dalam suku apa pun itu mengandung nilai-nilai universal yang berisikan pendidikan dan pembinaan dan
pembentukan moral dalam keluarga Lubis, 2012: 65. Nilai juga menjadi suatu pegangan dalam kehidupan seorang individu, baik itu nilai yang diajarkan dalam
keluarga, maupun nilai yang diajarkan di sekolah. Bagaimana seorang individu diberitahukan dan diajarkan dalam keluarga mana yang baik dan buruk, benar dan
salah, yang boleh dan yang tidak boleh, namun nilai ini tidak bersifat universal karena memang cenderung berbeda antara budaya yang satu dengan lainnya.
Nilai-nilai yang ada dalam suatu budaya atau suku itu adalah aspek penilaian dari sistem kepercayaan, nilai dan juga perilaku.
1. Sistem Kepercayaan
Menurut pengamatan peneliti, masyarakat Batak Karo yang ada di Desa Surbakti adalah masyarakat yang sudah beragama. Dari enam informan yang
diteliti, tidak ada satupun informan yang tidak beragama lagi. Ada lima keluarga yang menganut kepercayaan Kristen Protestan dan ada satu keluarga yang
menganut agama Islam. Bagi mereka agama memang menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan. Nilai-nilai agama pun diwariskan kepada anak-anak
yang dikaruniakan Tuhan ke dalam keluarga mereka, karena menurut mereka nilai agama itu menjadi suatu pegangan hidup, mengarahkan kita untuk melangkah ke
arah yang baik dan benar. Sesuai dengan ajaran dan didikan dalam agama, mereka mendidik anak-anak dalam keluarga. Informan yang beragama Kristen
mengatakan bahwa mereka mengajari dan mendidik anak untuk berdoa, beribadah ke gereja, mengasihi sesama manusia, dan percaya kepada Tuhan Yesus. Informan
yang beragama Islam, tentunya mewarisi nilai agama tersebut dengan cara mendidik dan mengajari anak untuk membaca Al-Quran dan menerapkan dalam
kehidupan sehari-hari, bagaimana harus mengasihi sesama manusia, apa yang boleh dan tidak diperbolehkan oleh Allah SWT. Baik agama Kristen maupun
agama Islam, nilai yang mendasari kepercayaan mereka adalah saling mengasihi sama seperti Tuhan mengasihi semua manusia tanpa pandang bulu. Itulah nilai
dasar dari agama yang diwariskan kepada anak-anak.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dalam kasus ini hanya ada satu pasangan suami isteri yang sangat teguh dalam memegang nilai agama yang dianutnya, yaitu pasangan Bapak Olet Sitepu
dan Ibu br Ginting. sekalipun mereka mengungkapkan bahwa nilai dasar dari kepercayaan mereka adalah kasih, namun aapabila anak menjalin hubungan lebih
dari teman dengan seseorang yang berbeda agama, mereka sangat melarang dengan keras. Jangankan dengan yang berbeda agama, dengan seseorang yang
seagama namun beda aliran pun mereka tidak mengizinkan anak-anak. Menurut pengakuan mereka, menjalani hidup dengan seseorang yang berbeda agama itu
tidak akan pernah damai sejahtera karena sudah pastii punya visi dan misi yang berbeda dalam membangun bahtera keluarga. Sementara Bapak Dedep dan Bapak
Regina adalah kepala keluarga yang menganut kebebasan, tidak ada istilah melarang anak-anak untuk menikah dengan siapa pun, sekalipun itu berbeda
agama. Mereka hanya sebatas mengarahkan dan pasrah terhadap jodoh anak nantinya.
Berbeda halnya dengan Bapak Kristop Siregar dan Ibu Ngina br Ginting, mereka mengizinkan anak-anak untuk menjalin hubungan dengan seseorang yang
berbeda agama dengan memenuhi satu syarat, yaitu anak tersebut ditarik ke agama yang diantut oleh pasangan ini. Ada hal yang berbeda yang ditemui
peneliti dalam keluarga Bapak Efran Ginting. Bagi beliau agama adalah hal yang sangat penting, namun dalam perwujudannya tidak sepenting bagaimana beliau
mengatakannya. Bapak Efran Ginting dan Ibu br Sitepu adalah pasangan yang memiliki rasa takut untuk menekankan dengan teguh kepercayaan yang mereka
anut kepada anak, hal ini dikarenakan keluarga dari Ibu br Sitepu banyak menganut agama Islam, anak-anak mereka sangat dekat dengan keluarga dari
pihak ibu. Sementara kita ketahui bahwa menurut kepercayaan orang Batak yang diungkapkan oleh Tinambunan 2010, anak akan berpegang teguh pada
kepercayaan yang telah dipegang teguh oleh orang tuanya. Dalam keluarga Bapak Cinta Tami, berbeda dari yang lainnya. Beliau adalah penganut agam Islam,
menurut kepercayaan agama Islam, jika anak sudah berumur 13 tahun, maka sudah dikatakan akil balik, artinya anak sudah menanggung dosanya sendiri. Jadi,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
beliau membebaskan anak untuk menntukan pilihan, karena jika anak-anak murtad, itu adalah dosa anaknya sendiri.
2. Nilai dan Perilaku
Nilai adalah salah satu elemen pokok dalam mempersepsi dunia. Nilai merupakan norma dimana suatu suku atau etnis memberitahukan kepada seorang
individu yang menjadi anggotanya mana yang baik dan mana yang buruk, benar dan salah, yang boleh dan yang tidak boleh. Nilai itu tidak universal, karena
cenderung berbeda nilai antara budaya yang satu dengan yang lainnya Lubis, 2012: 67. Sebelum masuk dalam pembahasan nilai-nilai budaya yang dipegang
dan diwariskan oleh informan kepada anak dalam keluarga, peneliti akan membahas nilai-nilai budaya yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat Batak
Karo sehari-harinya. Banyak nilai budaya Batak Karo yang akhirnya diketahui oleh peneliti,
melalui informan yang mereka laksanakan dalam kehiduapan mereka, dan tentunya nilai ini tidak berlaku secara keseluruhan bagi budaya Suku Batak Toba,
antara lain: antara menantu dengan mertua tidak boleh berbicara empat mata, hanya ada pemberian istilah kain panjang bagi pengantin bukan ulos seperti
budaya Batak Toba, tukur atau harga yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak pemberi perempuan itu sudah mempunyai kelas-kelas tersendiri dan jauh
lebih murah dibanding dengan harga di budaya Batak Toba, pesta pernikahan itu diadakan harus di tempat perempuan bukan di tempat laki-laki seperti Batak Toba,
sistem impal pun masih sangat kuat bagi masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti, duduk berhadapan namun berseberangan dengan mertua adalah suatu
hal yang tabu, dalam acara adat orang yang meninggal pun jauh berbeda dengan Batak Toba, bagi Batak Karo pemberi ulos itu adalah pihak yang berduka kepada
kerabatnya, sebaliknya dalam Batak Toba, dan nilai yang paling penting untuk mereka tekankan kepada anak-anak adalah sangkep sitelu Sangkep Sitelu, dimana
ada tiga golongan kedudukan yang sama dan sederajat di dalam suku Batak Karo, ketiga golongan inilah yang melahirkan istilah-istilah kekerabatan dalam
masyarakat batak yang harus diutamakan dan dihormati. Golongan pertama yaitu menghormati dan sujud pada pihak pemberi isteri dalam suatu perkawinan,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
disebut kalimbubu, golongan kedua adalah tetap berhati-hati dan menjaga persaudaraan yang baik dengan Saudarai kandung kita, disebut senina, golongan
ketiga adalah menghormati serta bisa mengambil hati dari kelompok anak perempuan dan suaminya juga anak-anaknya, serta orangtua dari suaminya bagi
anak perempuan yang telah menikah, disebut anak beru. Dengan demikian anak- anak akan mengetahui posisi mereka dalam sistem bermasyarakat dan sistem
kekerabatan adat istiadat. Informan yang diteliti memberikan jawaban yang rata- rata sama, dalam hal mewariskan nilai-nilai kepada anak, yaitu dengan mengajari
dan mendidik anak, membawa mereka ke acara adat besar di Karo, pesta tahunan, dan juga menunjukkan perilaku yang menghargai dan menghormati adat istiadat
yang dipegang. Nilai budaya yang paling mendasar yang harus diketahui anak adalah sangkep sitelu nilai kekerabatan.
Kekentalan budaya Batak Karo yang sampai saat ini masih dipegang teguh oleh Bapak Olet Sitepu dan Ibu br Ginting, terus diwariskan kepada anak dengan
cara mendidik mereka sesuai nilai adat yang berlaku, memberitahukan kepada anak, norma yang berlaku, apa yang baik dan buruk, benar dan salah. Sangkep
Sitelu menjadi nilai dasar yang diajarkan pasangan ini kepada anak-anaknya, dengan harapan anak-anaknya kelak bisa mengerti setelah mereka berumah
tangga. Mensosialisasikan budaya kepada anak-anak lewat perilaku Bapak Olet dan Ibu br Ginting juga sudah mereka kerjakan, supaya anak nantinya
memperhatikan. Sama halnya dengan pasangan Bapak Cinta Tami Sinulingga dan Ibu Rawati Ginting, yang selalu bekerja sama menjelaskan nilai budaya dan
prinsip hidup kepada anak, berhubung karena Bapak Cinta Tami adalah seorang penatua adat yang diakui di Desa Surbakti. Bapak Efran Ginting juga ternyata
mlakukan hal yang sama, yaitu mendidik anak-anak sesuai dengan adat yang berlaku, menunjukkan kepada anak nilai-nilai yang berlaku dalam budaya yang
mereka pegang, namun beliau mengaku bahwa adat istiadat suku Batak Karo memang jauh lebih simpel dan sederhana dibanding dengan adat istiadat Batak
Toba, hal ini menjadi salah satu pandangan yang membuat beliau menginginkan anak-anak menikah dengan orang Batak Karo saja, karena beliau lebih
menganggap baik budaya mereka dan sangat menyenanginya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Agak sedikit berbeda dengan pasangan Bapak Kristop dan Ibu ngina, dimana pernikahan mereka adalah pernikahan campuran Batak Toba dan Batak
Karo. Nilai-nilai yang diwariskan kepada anak-anak juga adalah percampuran dari nilai kedua suku Batak Toba dan Batak Karo. Sekalipun keluarga ini tinggal di
daerah Batak Karo, namun yang mendominasi nilai yang diwariskan itu adalah dari budaya Batak Toba. Salah satu cara yang digunakan beliau untuk mengajari
anak dalam adat istiadat adalah dengan cara mengajak anak ke acara adat, supaya anak bisa memperhatikan dengan baik. Sama halnya dengan Batak Karo, beliau
juga menanamkan hal yang paling mendasar bagi anaknya yaitu Dalihan Na Tolu dalam bahasa Batak Toba dan Sangkep sitelu dalam bahasa Batak Karo.
Sementara pasangan Bapak Dedep dan Ibu br Sitepu adalah pasangan yang hanya mewariskan nilai yang mereka ketahui sekedar saja dalam adat budaya Batak
Karo. Menurut pengakuan mereka, bahwa pasangan ini tidak begitu paham dan mendalam dalam hal adat istiadat Batak Karo, sekalipun mereka adalah suku
Batak Karo.
c. Organisasi sosial