Universitas Sumatera Utara
Mulyana, 2007: 276. Sebenarnya bukan kata yang mempunyai makna, namun kitalah yang memberikan makna terhadap kata-kata itu, dan makna yang kita
berikan pada satu kata bisa lebih dari satu atau dua makna, tergantung pada konteks ruang dan waktu. Kata-kata yang membangkitkan makna dalam pikiran
orang. Jadi makna ada di kepala bukan pada lambang atau simbol. Contoh, orang Sunda menggunakan kata bujur yag berarti “pantat”, ternyata bagi orang Batak
Karo itu artinya “Terimakasih”, dan “benar” bagi orang di Kalimantan Selatan. Bagaimana jika dua, tiga orang ini berkomunikasi, apa yang akan terjadi?
Kemungkinan akan tergambar seperti ilustrasi di bawah ini: Seorang cowok Batak dan cewek Sunda berada di sebuah angkutan kota.
Si cowok berlagak sok akrab dengan cewek terseebut dan ia langsung membayar ongkos si cewek. “Biarin saya yang bayar, Neng.” Si cewek
tidak bisa berbuat apa-apa. “Terima kasih, Mas” katanya. Si cowok pun menjawab, “Bujur kembali”. Tentu saja si cewek marah dan menamparkan
uang ke wajah si cowok, sambil berucap, “Enak saja, nih uangmu” Menurut Gudykunst dan Kim 1984 untuk mencapai komunikasi yang
efektif, maka komunikator harus mengetahui apa yang ingin dibicarakan, sehingga pesan yang ingin disampaikan jelas dan membuat komunikan bisa
menerima dengan cermat. Pola berpikir seorang individu yang berasal dari budaya lain dituntut untuk bisa memahami sebagaimana budaya lawan bicaranya Lubis,
2012. Dengan mengerti pola-pola dasar pengetahuan verbal dan non verbal dari suatu kebudayaan, kita dapat mengetahui sikap-sikap dasar dari kebudayaan
tersebut. Misalnya dengan memperhatikan cara pemberian salam dari pihak keluarga laki-laki dalam acara pernikahan adat Batak Toba, terhadap keluarga
perempuan, kita dapat melihat dan mempelajari sedikit tentang sikap orang batak yang sangat menghormati pihak pemberi isteri. Dengan demikian, kita juga bisa
melihat bagaimana sistem nilai suatu budaya.
2.2.2.2 Pandangan Dunia World View
Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhadap hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam semesta, juga masalah filosofis lainnya.
Pandangan dunia ini membantu kita untuk mengetahui posisi dan tingkatan kita dalam alam semesta. Oleh karena pandangan dunia begitu kompleks, kita sulit
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
melihatnya dalam interaksi antarbudaya. Misalnya, jelas berbeda bagaimana pandangan seorang kristiani dengan muslim, dengan khatolik, juga dengan
seorang atheis. Pandangan dunia sangat mempengaruhi budaya. Efeknya sering sekali dalam hal-hal yang tampak nyata dan remeh seperti pakaian, isyarat dan
perbendaharaan kata. Pandangan dunia mempengaruhi kepercayaan, nilai, sikap, penggunaan waktu dan banyak aspek budaya lainnya, sehingga pandangan dunia
ini pun akhirnya mempengaruhi komunikasi antarbudaya, oleh karena sebagai anggota suatu budaya setiap pelaku komunikasi mempunyai pandangan dunia
yang tertanam dalam pada jiwa yang sepenuhnya dianggap benar dan ia otomatis menganggap bahwa pihak lain juga memandang dunia sama seperti
pandangannnya. a.
Sistem Kepercayaan Pada dasarnya, manusia yang memiliki naluri untuk menghambakan diri
kepada yang Maha Kuasa, yaitu dimensi lain di luar dirinya dan lingkungannya, yang dianggap mampu mengendalikan hidup manusia. Dorongan ini sebagai
akibat atau refleksi ketidakmampuan manusia dalam menghadapi tantangan- tantangan hidup, dan hanya Yang Maha Kuasa saja yang mampu memberikan
kekuatan dalam mencari jalan keluar dari permasalahan hidup dan kehidupan. Dalam komunikasi antarbudaya, tidak ada hal yang benar dan hal yang salah
sejauh itu berkaitan dengan kepercayaan. Sistem kepercayaan ini merupakan produk manusia sebagai homo religius. Manusia yang memiliki kecerdasan
pikiran dan perasaan luhur tanggap bahwa diatas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang maha besar. Karena itu manusia takut sehingga
menyembahnya dan lahirlah kepercayaan yang sekarang menjadi agama. Fungsi sosial agama adalah memperkuat struktur sosial dan prinsip-prinsip moral, secara
keseluruhan berfungsi untuk memperbaiki akhlak manusia. Agama menjelaskan apa yang seharusnya dan memadukannya dengan alam dan sekitar. Pada dasarnya
peranan agama dalam etnis manapun merupakan unsur utama karena agama mengandung nilai-nilai universal yang berisikan pendidikan dan pembinaan dan
pembentukan moral dalam keluarga. Misalnya seseorang percaya bahwa hembusan angin dapat mengarahkan perilakunya ke arah yang benar, maka kita
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
tidak boleh menyatakan itu sesuatu hal yang salah. Kita harus dapat mengenal dan menghadapi kepercayaan tersebut bila kita ingin menjalin komunikasi yang baik
dengan orang tersebut. b.
Nilai Menjelaskan apa itu suatu nilai bukanlah hal yang mudah. Setidak-tidaknya
bisa kita katakan bahwa nilai itu bagi kita adalah sesuatu yang kita cari, sesuatu yang menarik bagi kita, sesuatu hal yang kita inginkan dan pastinya semua itu
adalah sesuatu yang baik. Nilai selalu mempunyai konotasi positif. Sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga nilai kebenaran, indah
nilai estetika, baik nilai moral dan juga nilai religius. Tidak pernah ada komunitas masyarakat yang terbentuk dan berdiri tanpa adanya sistem nilai. Nilai
dalam masyarakat tercakup dalam adat kebiasaan dan tradisi, yang secara tidak sadar diterima dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat. Dalam suatu komunitas
masyarakat yang secara cepat mengalami perubahan, nilai menjadi bahan pertentangan. Nilai mempunyai tiga ciri, sebagai berikut: 1. Nilai berkaitan
dengan subjek. Kalau tidak ada subjek yang menilai, maka tidak akan ada nilai. 2. Nilai tampil dalam suatu konteks praktis, dimana subjek ingin membuat
sesuatu. 3. Nilai-nilai menyangkut sifat-sifat yang ditambah oleh subjek pada sifat-sifat yang dimiliki objek Bertens, 2004: 139.
Tidak bisa dipungkiri bahwa nilai sering dikacaukan dengan keyakinan dan juga kepercayaan. Keyakinan itu berisi kepercayaan pada suatu argumentasi yang
sungguh-sungguh dianggap benar. Keyakinan tidak butuh bukti empiris. Nilai- nilai adalah perasaan-perasaan tentang apa yang diinginkan ataupun yang tidak
diinginkan, atau tentang apa yang boleh dan yang tidak boleh. Dalam suatu komunitas mayarakat, setiap individu akan mengikuti nilai-nilai yang sudah
ditanamkan oleh leluhurnya. Mereka akan menjunjung tinggi nilai itu sehingga menjadi salah satu faktor penentu untuk berperilaku. Dalam hal ini, seorang
anggota dalam suatu komunitas masyarakat tertentu dan yang terdahulu, akan memberitahukan nilai apa yang berlaku dalam komunitas itu, memberitahukan
apa yang boleh dilakukan dan hal yang tabu atau tidak boleh dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa sistem nilai yang berlaku itu tidak tersebar secara sembarangan, tetapi menunjukkan serangkaian hubungan
yang bersifat timbal balik, yang menjelaskan adanya tata tertib dalam suatu komunitas masyarakat. Jadi, nilai-nilai itu tidak bersifat universal karena
kecenderungannya berbeda antara satu budaya dengan budaya lainnya. Misalnya, dalam komunitas masyarakat suku Batak Karo, ada satu nilai yang dipegang kuat,
yaitu menantu perempuan tidak boleh mengajak berbicara mertuanya laki-laki. Ternyata nilai seperti ini tidak berlaku bagi masyarakat suku Batak Toba. Tidak
ada batasan dalam masyarakat suku Batak Toba untuk bicara kepada mertua atau menantunya, namun yang pasti berbicaralah dengan sopan.
Wujud nilai lainnya yang berlaku bagi kedua suku ini adalah sistem kekerabatan yang sangat kuat, dalam bahasa Batak Toba dikatakan Dalihan Na
Tolu, sementara dalam suku Batak Karo disebut Sangkep Sitelu, Artinya, ada tiga golongan kedudukan yang sama dan sederajat di dalam sub suku Batak, ketiga
golongan inilah yang melahirkan istilah-istilah kekerabatan dalam masyarakat batak yang harus diutamakan dan dihormati. Golongan pertama yaitu
Menghormati dan sujud pada pihak pemberi isteri dalam suatu perkawinan, “Somba marhula-hula” Batak Toba, “Kalimbubu” Batak Karo, golongan kedua
adalah tetap berhati-hati dan menjaga persaudaraan yang baik dengan Saudarai kandung kita, “manat mardongan tubu”Batak Toba, “Senina” Batak Karo,
golongan ketiga adalah menghormati serta bisa mengambil hati dari kelompok anak perempuan dan suaminya juga anak-anaknya, serta orangtua dari suaminya
bagi anak perempuan yang telah menikah, disebut “Elek marboru” Batak Toba, Beru Batak Karo. Dalam sub suku Batak Toba, ketiga golongan ditambah
lagi dengan satu pelengkap, yaitu Sopan dan baik dalam persahabatan satu kampung. Istilah kekerabatan yang kita temukan di dalam sub suku Batak Karo
juga jauh berbeda dengan sub suku Batak Toba, Simalungun, Angkola- Mandailing dan Pakpak Dairi. Demikianlah sedikit perbedaan yang bisa
dijelaskan penulis, dari sekian banyak perbedaan yang ada diantara kedua sub suku Batak tersebut. Sehingga terbersit dalam pikiran penulis, bagaimana
menjalin hubungan lebih dari sekedar teman diantara kedua sub suku Batak
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
tersebut, Batak Toba dan Batak Karo, bagaimana dengan pemaknaan terhadap simbol, nilai budaya dan juga adat istiadat diantara keduanya.
Menurut Williams 1960, dalam sistem nilai tersebut, kadang-kadang terdapat berbagai konsepsi yang hidup di dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat mengenai hal-hal yang dianggap bernilai dalam hidup. Nilai-nilai budaya adalah aspek penilaian daripada sistem kepercayaan, nilai dan sikap.
Nilai-nilai tersebut pada dasarnya bersifat normatif, yang dapat menjadi rujukan kepada anggota budaya tentang perkara yang baik, buruk, benar, salah, positif,
negatif dan sebagainya. Nilai-nilai budaya ini juga menekankan perilaku-perilaku yang penting dan yang harus dikesampingkan. Nilai budaya menjadi suatu
pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia dalam suatu komunitas masyarakat. Nilai-nilai budaya adalah sesuatu aturan yang tersusun untuk membuat pilihan-
pilihan dan mengurangkan konflik dalam masyarakat. Sistem nilai budaya itu demikian kuatnya meresap dan berakar dalam jiwa masyarakat, sehingga sulit
diganti atau diubah dalam waktu yang singkat Soelaeman, 2005. c.
Perilaku Dengan adanya sistem nilai dan juga kepercayaan yang dipegang oleh setiap
individu, maka berbeda juga perilaku yang dilahirkan. Sikap adalah suatu keadaan internal atau keadaan yang masih ada dalam diri manusia. Keadaan internal ini
berupa keyakinan yang diperoleh dari sebuah proses belajar dari kebudayaan, proses akomodasi dan asimilasi pengetahuan yang mereka dapatkan, sebagaimana
telah dikemukakan oleh Peaget’s tentang perkembangan kognitif manusia Wadworth, 1971.http:psikologi-unnes.blogspot.com200808pengertian-sikap-
dan-perilaku.html diakses tanggal 09 Maret 2013 Keyakinan diri yang ada dalam diri individu inilah yang mempengaruhi
respon pribadi terhadap obyek dan lingkungan sosialnya. Jika kita yakin bahwa mencuri adalah perbuatan tercela, maka ada kecenderungan dalam diri kita untuk
menghindar dari perbuatan mencuri atau menghidar terhadap lingkungan pencuri. Jika seseorang meyakini bahwa dermawan itu baik, maka mereka merespon
positif terhadap para dermawan, dan bahkan mungkin ia akan menjadi dermawan. Sekilas, di atas terlihat bahwa antara sikap dan perilaku ada kesamaan. Namun,
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
bukanlah demikian. Sikap dan perilaku jelas berbeda, perilaku adalah bagian dari kehidupan manusia yang menurut Wikipedia adalah sekumpulan perilaku yang
dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, danatau genetika. Sedangkan prilaku itu sendiri adalah
tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah,
menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia,
baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Para psikolog, di antaranya Morgan dan King, Howard dan Kendler, Krech,
Crutchfield dan Ballachey, mengatakan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan hereditas. http:psikologi-
unnes.blogspot.com200808pengertian-sikap-dan-perilaku.html diakses tanggal 09 Maret 2013
Secara hereditas, misalnya, mempengaruhi kecerdasan, kemampuan sensasi, dan emosi jiwa. Sistem ini juga mempengaruhi mekanisme biologis,
tetapi juga psikologis. Sehingga beberapa tahun terakhir ini banyak juga manusia yang berusaha mengendalikan perilaku manusia melalui manipulasi genetis. Oleh
karena itu sangatlah penting untuk kita ketahui pengaruh biologis terhadap perilaku yang terbentuk dalam diri seorang individu. Namun secara faktor
lingkungan, perilaku yang terbentuk itu adalah proses belajar dari pendidikan yang didapat, nilai dan budaya masyarakat, politik, dan sebagainya. Bagaimana
seorang anak berperilaku dan bagaimana ia memandang dunia adalaah tergantung bagaimana anak tersebut dididik dalam sebuah keluarga yang menanamkan sistem
nilai, kepercayaan dan mewarisi kebudayaan yang akan melekat pada diri si anak. Dengan kata lain, perilaku itu timbul dari bagaimana pandangan dunia yang
tertanam dalam pribadi si anak, yang sepenuhnya dianggap benar dan mengenggap bahwa pihak lain juga memandang cara yang sama seperti dirinya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.3 Organisasi Sosial