Stereotip Hambatan dalam Komunikasi Antarbudaya

Universitas Sumatera Utara diskriminatif terhadap masing-masing pihak yang diprasangkai. Bahwasanya tindakan-tindakan diskriminatif yang berdasarkan prasangka social akan merugikan masyarakat Negara itu sendiri, akibatnya perkembangan potensi- potensi manusia masyarakat tersebut akan sangat diperhambat. Apabila kita berprasangka bahwa orang kulit hitam pemalas, orang Jepang itu militeristik, orang China itu mata duitan, wanita sebagai objek seks, politisi itu penipu, tanpa didukung dengan data yang memadai dan akurat, maka komunikasi kita akan sering macet karena berlandaskan persepsi kita yang keliru, yang pada akhirnya orang lain pun akan salah mempersepsi kita. Sekarang ini telah diusahkan untuk mengubah dan menghilangkan prasangka-prasangka sosial yang picik dan yang menghambat perkembangan masyarakat dengan wajar. Usaha-usaha memerangi prasangka sosial antargolongan itu kiranya jelas harus dimulai dari : 1 didikan anak-anak dalam keluarga oleh orangtuanya dan di sekolah nantinya oleh gurunya. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa organisasi non formal keluarga dan formal sekolah sangatlah berpengaruh pada pembentukan karakter seorang anak terlebih bagaimana dia nantinya memandang dunia sekitarnya; 2 Kemudian kita bisa menghindarkan anak dari pengajaran-pengajaran yang dapat menimbulkan prasangka-prasangka sosial, dan ajaran-ajaran yang sudah berprasangka sosial; 3 menjalin interaksi antargolongan yang cukup intensif Gerungan, 1991.

2.2.3.2 Stereotip

Sering sekali kita dengarkan kalau prasangka itu bergandengan dengan stereotip. Stereotip adalah gambaran atau tanggapan tertentu mengenai sifat-sifat dan watak pribadi orang atau golongan lain yang bercorak negatif. Stereotip mengenai orang lain itu sudah tertanam dalam orang yang berprasangka sebelum ia mempunyai kesempatan untuk bergaul sewajarnya dengan orang yang dikenai prasangka itu. Stereotip ini memegang peranan yang sangat besar pada orang yang berprasangka dalam pergaulan sosialnya dengan orang yang dikenai prasangka. Misalnya, stereotip orang berkulit hitam yang tertanam dalam benak orang Amerika berkulit putih adalah bodoh, pemalas, kurang ajar dan tidak berkesusilaan. Stereotip ini jelas akan menentukan sikap orang Amerika berkulit Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara putih terhadap sifat dan watak orang kulit hitam, terlepas dari tingkat ekonomi, pendidikan dan kebudayaannya. Larry A. Samovar dan Richard E. Porter 1991, mendefenisikan stereotip sebagai kepercayaan yang kita anut mengenai kelompok-kelompok atau individu- individu berdasarkan pendapat dan sikap yang lebih dulu terbentuk Mulyana, 2005. Misalnya, orang Batak Toba pekerja keras, agak kasar, jujur dan menjunjung tinggi nilai anak laki-laki dalam keturunan, orang Sunda suka kawin cerai, pelit dalam hal uang belanja, orang Batak Karo pemalas, jorok, pendendam, menyukai hal yang berbau mistis, dan masih banyak contoh stereotip lainnya. Ada beberapa faktor yang berperan dalam terbentuknya stereotip, yaitu: 1 sebagai manusia kita cenderung membagi dunia ini ke dalam dua kategori, yaitu kita dan mereka; 2 stereotip bersumber dari kecenderungan kita untuk melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin, dalam berpikir mengenai orang lain. Kita seolah-olah sudah diberikan bayangan apa yang ada di depan kita, sebelum kita memasuki dunia itu, seperti yang diungkapkan oleh Lippman, bahwa kita tidak melihat dulu baru memberikan defenisi; kita mendefenisikan dahulu baru melihat; kita diberitahukan dahulu tentang dunia sebelum kita melihatnya; kita membayangkan banyak hal sebelum kita mengalaminya. Dan prakonsepsi itu mempengaruhi keseluruhan proses persepsi. Sekalipun dikatakan bahwa stereotip itu bisa negatif bisa positif, namun pada umumnya stereotip itu bersifat negatif. Sebenarnya tidak salah ketika setiap suku dalam bangsa itu memiliki stereotip tersendiri, dan sangatlah baik ketika stereotip itu memang kita simpan dalam benak kita. Tetapi yang berbahaya itu adalah ketika kita mengaktifkan stereotip itu dalam menjalin hubungan dengan orang lain yang berasal dari luar golongan atau suku kita, dengan kata lain kita membentuk suatu hubungan komunikasi antarbudaya yang terhambat dikarenakan stereotip yang ada dalam benak kita terhadap orang yang kita ajak berbicara. Ada Empat alasan mengapa Stereotip menghambat komunikasi antarbudaya: 1. Sejenis penyaring, dimana suatu hal yang benar memiliki peluang yang sangat kecil untuk diungkapkan dan diketahui. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara 2. Stereotip ini mempengaruhi pandangan kita untuk mengeneralisasi suatu sifat atau watak pada suatu komunitas tertentu. 3. Dengan adanya stereotip, maka kita mengarahkan orang lain untuk menerima pendapat kita sesuai dengan cara kita sendiri. 4. Sekali terbentuk stereotip akan sangat jarang berubah, karena dipegang kuat dalam suatu kelompok. Stereotip juga bisa berkembang dari pengalaman negatif. Jika kita memiliki pengalaman tidak menyenangkan dengan orang-orang dari kelompok atau golongan tertentu, kita bisa mengeneralisasi ketidaknyamanan yang mencakup semua anggota kelompok tersebut, seperti kutipan berikut ; “Stereotypes can also develop out of negative experiences. If we have unpleasant cantact with certain people, we may generalize that unpleasantness to include all members of that particular group Marthin, Judith N dan Thomas K. Nakayama. 2008.” Misalnya, kita bersahabat dengan seseorang dari Padang, selama menjalin hubungan dengan dia, kita merasa bahwa dia sangat pelit dalam berbagai hal. Sifat pelit itu mendominasi sifatnya. Dengan demikian, akan tersimpan dalam memori otak kita bahwa orang Padang itu memang pelit, dan yang berbahaya kita langsung mengeneralisasikan stereotip itu pada individu lain yang berasal dari suku yang sama. Menurut Psikologi kognitif, pengalaman-pengalaman baru akan dimasukkan dalam laci kategori yang ada dalam memori kita, berdasarkan dengan kesamaannya dengan pengalaman masa lalu. Dengan cara seperti ini, orang memperoleh informasi tambahan dengan segera, sehingga membantu meramalkan peristiwa atau kejadian yang dihadapi. Inilah yang disebut dengan stereotip yang sangat erat kaitannya dengan emosi, nilai, dan inti diri, yang dengan demikian sulit untuk mengubahnya.

2.2.3.3 Etnosentrisme

Dokumen yang terkait

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Ant

1 91 173

Hubungan Perilaku Martarombo dengan Kepedulian Suku Batak Toba Terhadap Sesama Batak Toba

35 167 106

Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya dengan Intergroup Contact Pada Masyarakat Suku Batak Toba Terhadap Masyarakat Suku Nias di Kabupaten Simalungun

3 74 80

Komunikasi Masyarakat Batak Toba Dalam Upacara Pernikahan Adat (Studi Kasus Tentang Proses Komunikasi Antarbudaya Dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Pada Masyarakat di Kelurahan Lestari Kecamatan Kisaran Timur Kabupaten Asahan Sumatera Utara)

9 129 118

Perubahan Perlakuan terhadap Anak Perempuan pada Masyarakat Batak Toba (Studi Deskriptif pada Masyarakat Batak Toba di Desa Pollung, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan)

11 112 129

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Anta

0 1 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian 2.1.1 Perspektif Interpretivisme - Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa S

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah - Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam

0 1 7

Persepsi Masyarakat Suku Batak Toba Dan Batak Karo Dalam Konteks Komunikasi Antarbudaya (Studi Kasus Masyarakat Suku Batak Toba di Desa Unjur Dan Masyarakat Batak Karo di Desa Surbakti Terhadap Suku Batak Toba Dalam Mempersepsi Nilai-Nilai Perkawinan Anta

0 1 15

Hubungan Persepsi Kongruensi Budaya dengan Intergroup Contact Pada Masyarakat Suku Batak Toba Terhadap Masyarakat Suku Nias di Kabupaten Simalungun

0 0 23