20
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1 Teori Ricardo Ricardian Rent
Menurut Ricardo nilai ekonomi lahan land rent merupakan surplus ekonomi yang didapat atas dasar produksi dari suatu lahan setelah dikurangi
biaya. Adanya perbedaan surplus ekonomi dikarenakan perbedaan tingkat kesuburan pada lahan tersebut. Hanya lahan paling subur yang digarap dan tidak
ada pembayaran rent dikenakan terhadapnya. Rent timbul karena ada peningkatan jumlah penduduk sehingga lahan kurang subur digarap. Konsep perbedaan
kesuburan itu dapat dijelaskan dengan konsep biaya dan penerimaan Gambar 4.
a lahan sangat subur b lahan subur
c lahan tidak subur Gambar 4. Perbedaan Land Rent Karena Perbedaan Tingkat Kesuburan Lahan
Keterangan gambar : P
: harga produksi Rp C
1
.. C
3
: biaya produksi Rp X
1
.. X
3
: tingkat produksi ton AC
: biaya rata-rata Rp MC
: biaya marginal Rp
21 Menurut teori ini, karena terdapat perbedaan kesuburan lahan, maka pada
tingkat harga yang sama akan diperoleh surplus yang berbeda Pambudi, 2008. Dimana pada tanah atau lahan yang sangat subur memiliki land rent paling tinggi
yaitu pada daerah P – C1, pada lahan subur hanya memiliki land rent sebesar daerah P – C2 atau masih di bawah land rent pada lahan yang sangat subur,
sedangkan pada lahan tidak subur tidak memiliki land rent. Hal tersebut terjadi karena terdapat perbedaan pada tingkat biaya rata-rata.
3.1.2 Teori Von Thunen Locational Rent
Berdasarkan teori Von Thunen Suparmoko dalam Pambudi, 2008 menjelaskan bahwa surplus ekonomi suatu lahan banyak ditentukan oleh lokasi
ekonomi. Biaya transportasi dari lokasi suatu lahan ke kota atau pasar merupakan input produksi yang penting, semakin dekat lokasi suatu lahan ke pasar maka akan
semakin tinggi aksesibilitasnya atau biaya transportasi semakin rendah. Oleh karena itu, biaya sewa lahan akan semakin mahal dan berbanding terbalik dengan
jarak. Semakin jauh jarak ke pasar maka biaya transportasi semakin mahal sehingga land rent semakin turun sejalan dengan meningkatnya biaya transportasi.
Hal ini dapat diilustrasikan seperti pada gambar 5, misalkan pada jarak 0 km tepat di lokasi pasar biaya transportasi tidak ada, maka biaya total produksi
sebesar OC land rent tinggi. Kemudian pada jarak OM biaya transportasi meningkat menjadi BA sehingga biaya total produksi menjadi MA, sehingga land
rent menjadi lebih rendah. Pada jarak OK biaya transportasi sebesar UT, sehingga biaya total produksi sebesar KT, pada kondisi demikian tidak mendapatkan
surplus. Oleh karena itu, land rent berbanding terbalik dengan jarak, semakin besar jarak maka land rent akan semakin kecil.
22 Gambar 5. Pengaruh Jarak Terhadap Biaya Transportasi dan Land Rent
Keterangan gambar : O
: pusat pasar km P
: harga produk Rp C
: biaya produksi Rp M,K,L : jarak km
3.1.3 Analisis Regresi Linear Berganda