15 Pada tingkat mikro, proses konversi lahan pertanian terutama lahan sawah
dapat dilakukan oleh petani sendiri atau dilakukan oleh pihak lain. Secara umum konversi lahan yang dilakukan oleh pihak lain memiliki dampak yang lebih besar
terhadap penurunan kapasitas produksi pangan karena proses konversi lahan sawah tersebut biasanya mencakup hamparan lahan sawah yang cukup luas,
terutama ditujukan untuk pembangunan kawasan perumahan atau pemukiman Irawan dan Friyatno, 2002. Namun penurunan produksi pangan akibat konversi
yang ditujukan untuk kegiatan non pertanian ini bersifat permanen, karena sekali lahan sawah berubah fungsi maka tidak dapat menjadi sawah kembali. Selain
berdampak terhadap penurunan kapasitas produksi pangan, konversi lahan sawah juga berdampak terhadap penurunan pendapatan pertanian dan meningkatkan
kemiskinan serta pemubadziran investasi.
2.5 Lahan Sawah
Lahan sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang galengan, saluran untuk menahan atau menyalurkan air, yang biasanya
ditanami padi sawah tanpa memperhatikan dari mana diperolehnya atau status lahan tersebut BPS: Luas Lahan Menurut Penggunaannya, 2008. Lahan sawah
dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan jenis pengairannya, yaitu lahan sawah irigasi teknis, setengah teknis, sederhana, dan desanon PU dan lahan sawah non
irigasi tadah hujan, pasang surut, lebak, polder dan sawah lainnya. Lahan sawah irigasi teknis adalah lahan sawah yang mempunyai jaringan
irigasi dimana saluran pemberi terpisah dari saluran pembuang agar penyediaan dan pembagian air ke dalam lahan sawah tersebut dapat sepenuhnya diatur dan
diukur dengan mudah. Lahan sawah irigasi setengah teknis adalah lahan sawah
16 yang memperoleh irigasi dari irigasi setengah teknis. Lahan sawah irigasi
sederhana adalah lahan sawah yang memperoleh pengairan dari irigasi sederhana yang sebagian jaringannya dibangun oleh PU. Lahan sawah irigasi desanon PU
adalah lahan sawah yang memperoleh pengairan dari sistem pengairan yang dikelola sendiri oleh masyarakat BPS: Luas Lahan Menurut Penggunaannya,
2008.
2.6 Nilai Ekonomi Lahan Land Rent
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007, menjelaskan bahwa lahan sekurang-kurangnya mepunyai tiga jenis rent yaitu ricardian rent mencakup sifat
kualitas dari tanah atau tingkat kesuburan, locational rent mencakup lokasi relatif dari lahan dan environmental rent mencakup sifat lahan sebagai suatu
komponen utama dari ekosistem. Umumnya land rent yang merupakan cermin dari mekanisme pasar hanya mencakup ricardian rent dan locational rent saja,
sedangkan environmental rent tidak sepenuhnya terjangkau dalam mekanisme pasar.
Menurut Barlowe dalam Sadikin 2009, menjelaskan bahwa nilai ekonomi lahan dibedakan menjadi dua, yaitu sewa lahan contract rent dan
keuntungan usaha economic rent atau land rent. Sewa lahan contract rent sebagai pembayaran aktual dari penyewa kepada pemilik dimana pemilik
melakukan kontrak sewa dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan keuntungan usaha economic rent atau land rent merupakan surplus pendapatan di atas biaya
produksi atau harga input lahan yang memungkinkan faktor produksi lahan dapat dimanfaatkan dalam proses produksi.
17 Konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep keuntungan
usaha land rent yang dilakukan pada suatu lahan pertanian tertentu, khususnya lahan sawah. Land rent adalah residu surplus ekonomi atau porsi nilai produksi
total dan total penerimaan setelah pembayaran terhadap biaya total dilakukan. Menurut Mubyarto 1989, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi nilai
ekonomi lahan land rent, yaitu perbedaan kesuburan tanah, perbedaan jarak dari pasar, perbedaan biaya produksi, dan perbedaan lahan yang terbatas scarcity of
land sehubungan dengan kondisi lingkungan lahan tersebut.
2.7 Penelitian Terdahulu