rencana yang telah diprogramkan. Berdasarkan pendapat McClelland tersebut, karyawan akan mampu mencapai kinerja maksimal jika ia
memiliki motivasi berprestasi tinggi.
2.2.3. Unsur-unsur Kinerja
Menurut Hasibuan 2008 beberapa unsur-unsur yang menjadi penilaian kinerja seorang karyawan meliputi : 1 Kesetiaan; 2
Prestasi kerja; 3 Kejujuran; 4 Kedisiplinan; 5 Kreativitas; 6 Kerjasama; 7 Kepemimpinan; 8 Kepribadian; 9 Prakarsa; 10
Kecakapan; 11 Tanggung jawab. Demikian pula Aguinis 2009 standar kompetensi kinerja yang dibutuhkan terdiri dari : 1
Fleksibilitas; 2 Kerjasama; 3 Kemampuan komunikasi, 4 Kemampuan menulis; 5 inisiatif; 6 Pengambilan keputusan, 7
Pengetahuan pekerjaan; 8 Kualitas kerja; 9 Produktivitas.
2.3. Hubungan QWL terhadap Kinerja Karyawan
Setiap kita memiliki kebutuhan. Aspek QWL bertujuan sebagai suatu
cara untuk meningkatkan kepuasan kerja melalui peningkatan kualitas kehidupan kerja yang hasilnya berujung pada meningkatnya kinerja
karyawan yang tinggi. Kinerja yang dimaksud adalah kemampuan perusahaan untuk memproduksi barang atau jasa yang berkualitas dan
karyawan mampu melayani konsumen sehingga berdampak pada kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap barang dan jasa perusahaan tersebut.
Setiap proses pengambilan kebijakan, organisasi harus memperhatikan aspek QWL agar tidak terjadi penurununan kinerja karyawan akibat
karyawan merasa haknya terkurangi untuk berkembang, berprestasi, berpartisipasi, sistem upah, dan lingkungan kerja yang kondusif. Karyawan
tertarik pada organisasi-organisasi yang memiliki karakteristik yang mirip atau sesuai dengan mereka sendiri, begitu pula organisasi yang memilih
orang-orang berkompetensi tertentu yang dibutuhkan untuk efektivitas organisasi, dan orang-orang yang tidak sesuai organisasi cenderung akan
pergi Beh dan Rose, 2007. Konsep QWL mengungkapkan kesadaran terhadap pentingnya
penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian
peran penting program QWL diharapkan mampu mengubah iklim kerja organisasi baik secara teknis maupun manusiawi sehingga dapat membawa
kepada kualitas kehidupan kerja yang lebih baik. Peningkatan kualitas kehidupan kerja ini diperlukan untuk menciptakan kepuasan kerja untuk
menghasilkan kinerja yang tinggi sesuai dengan tujuan perusahaan. Penerapan QWL yang baik menghasilkan kinerja manajerial yang
baik. Oleh karena itu, semakin tinggi aspek QWL dapat terwujud dengan baik maka semakin tinggi pula kinerjanya, baik tingkat manajer maupun
karyawan. Khususnya, manajer akan termotivasi untuk tampil baik ketika sistem kerja dirancang berfokus pada kebutuhan pribadi karyawannya.
Kondisi kerja harus bermakna, menantang, dan beragam, dan pekerja harus memiliki keterampilan, otonomi, dan sumber daya untuk melakukannya
dengan baik. Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan sistem yang selaras parameter individu, sosial, dan teknis dari organisasi, atau QWL.
Teori motivasi berprestasi, disempurnakan oleh McClelland 1961 dan Atkinson 1964 dikutip oleh Beh dan Rose 2007, juga menjelaskan
proses motivasi mempengaruhi kinerja karyawan. Teori motivasi berprestasi ini menjelaskan bahwa karyawan dengan kebutuhan tinggi untuk berprestasi
akan cenderung lebih menanggapi secara baik terhadap pekerjaannya yang diperkaya daripada pada karyawan dengan kebutuhan rendah untuk
berprestasi. Pengayaan pekerjaan merangsang motivasi berprestasi, biasanya yang mengarah ke tingkat yang lebih tinggi kinerja, keterlibatan, dan
kepuasan. Pekerjaan yang membosankan atau berulang-ulang dapat menyebabkan tingkat kinerja rendah karena mereka gagal untuk memotivasi.
Sebaliknya, pekerjaan yang lebih diperkaya mengarah kepada keadaan motivasi yang tinggi dengan peningkatan hasil kinerja.
Korman, et al. 1981 dikutip oleh Beh dan Rose 2007 menunjukkan bahwa karyawan, terutama manajer, menekankan pada pendapatan, posisi,
dan pertumbuhan pribadi sebagai indikator potensi sukses. Jika ini kriteria keberhasilan penting, mereka harus menghubungkan antara kinerja seseorang
terhadap faktor-faktor QWL dan selanjutnya pada pekerjaannya.
Penting untuk disadari bahwa ada hubungan ketika faktor-faktor QWL organisasi yang dinamis secara teori dan kemudian dikembangkan
secara aplikatif terhadap kinerja karyawan. Perusahaan dengan QWL-nya mampu menjamin kebutuhan karyawannya baik secara jasmaniah maupun
rohaniah. Dengan adanya dorongan tersebut karyawan senantiasa akan terpacu ketika mereka mengerjakan tugas yang diberikan. Kondisi demikian
menunjukkan pentingnya saling ketergantungan karyawan dengan lingkungan organisasi mereka. Oleh karena itu, mereka tidak independen satu
sama lain.
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu