Kerangka Pemikiran PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

permukaan terbuka dapat mengakibatkan adanya bekas lubang galian pada tanah, terjadinya penurunan permukaan tanah, adanya tumpukan lapisan penutup overburden yang dapat mengakibatkan bahaya longsor dan tercucinya senyawa beracun, timbulnya kebisingan, debu dan getaran dari mesin-mesin operasi penambangan, terbentuknya sisa-sisa penambangan tailing yang merupakan bahan berpasir yang kurang subur Sitorus, 2007. Decommissioning merupakan tahap akhir dari kegiatan pertambangan yang bertujuan untuk mengembalikan areal terganggu ke kondisi semula atau alternatif lain yang bermanfaat yang dilaksanakan melalui reklamasi Ripley et al., 1996. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya DESDM, 2009. Reklamasi tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan kondisi rona awal. Tujuan jangka pendek reklamasi lahan bekas tambang adalah membentuk bentang alam landscape yang stabil terhadap erosi. Selain itu, reklamasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaikan dengan tataguna lahan pascatambang. Penentuan tataguna lahan pascatambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta peraturan dari pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direklamasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya Suprapto, 2011. Pascatambang penutupan tambang adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan DESDM, 2009. Penutupan tambang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat dihentikannya kegiatan pertambangan untuk memenuhi kriteria sesuai dengan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, keselamatan dan kesehatan kerja dan konservasi mineral dan batubara KESDM, 2010. Prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan meliputi perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara berdasarkan standar baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati, penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang, dan struktur buatan lainnya, pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya, memperhatikan nilai-nilai sosial dan budaya setempat serta perlindungan terhadap kuantitas air tanah KESDM, 2010. Perusahaan yang melakukan penambangan wajib melaksanakan kegiatan reklamasi dan pascatambang. Dalam rangka menjamin ketaatan perusahaan pertambangan untuk melakukan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan rencana reklamasi, perusahaan pertambangan wajib menyediakan jaminan reklamasi, yang besarnya sesuai dengan rencana biaya reklamasi yang telah mendapat persetujuan Menteri, Gubernur, maupun BupatiWalikota sesuai kewenangannya. Jaminan reklamasi dapat berbentuk deposito berjangka, bank garansi, asuransi, dan cadangan akuntansi accounting reserve. Jaminan tersebut harus ditempatkan oleh perusahaan pertambangan sebelum perusahaan tersebut memulai usaha produksi atau eksploitasi pertambangan DESDM, 2008. Asumsi strategis model kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan adalah perusahaan memiliki kegiatan pengelolaan lingkungan yang baku, keterbukaan informasi kegiatan pengelolaan lingkungan dan alokasi dana serta sosialisasi kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam pengelolaan lingkungan Sumantri et al., 2008

2.2. Profil dan Solum Tanah

Lapisan-lapisan tanah terbentuk karena adanya pengendapan yang berulang-ulang oleh genangan air atau karena proses pembentukan tanah. Proses pembentukan tanah diawali proses pelapukan batuan induk menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses percampuran bahan organik dengan bahan mineral dipermukaan tanah, pembentukan struktur tanah, pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas ke bawah sehingga terbentuk lapisan- lapisan tanah yang disebut horison tanah. Susunan horison secara vertikal disebut profil tanah. Terdapat 6 horison utama berturut-turut dari atas yaitu horison O, A, E, B, C dan R. Horison penyusun solum tanah adalah horison A, E dan B Hardjowigeno, 2007. Horison O adalah horison organik yang terbentuk di atas lapisan tanah mineral yang biasa dijumpai pada tanah-tanah hutan yang belum terganggu. Horison A berada dipermukaan tanah terdiri atas campuran bahan organik dan bahan mineral. Pada horison E, terjadi proses pencucian eluviasi terhadap liat, Fe, Al dan bahan organik. Horison B terbentuk akibat adanya penimbunan iluviasi liat atau Fe dan Al oksida atau humus yang berasal dari horison E. Horison B juga terbentuk karena adanya penimbunan relatif residual Fe dan Al oksida akibat pencucian silika, adanya perubahan dari bahan induk yang membebaskan oksida besi atau disebabkan adanya bidang kilir akibat gesekan agregat tanah yang mengembang bila basah dan mengkerut bila kering. Horison C merupakan bahan induk yang sedikit terlapuk sehingga dapat ditembus tanaman, sedangkan batuan keras yang belum terlapuk disebut horison R Hardjowigeno, 2007.

2.3. Kesesuaian Lahan Bekas Tambang

Kegiatan reklamasi lahan bekas tambang timah tidak dapat terlepas dari kesesuaian lahan bekas tambang timah tersebut untuk pertumbuhan jenis-jenis tanaman reklamasi yang akan ditanam. Hal yang perlu diperhatikan adalah kondisi iklim lokasi tambang dan kondisi tanah yang akan dilakukan kegiatan reklamasi. Kajian terhadap kondisi tanah, hidrologi dan iklim serta kondisi lingkungan sekitar tambang penting dilakukan agar dapat diketahui posisi strategis kawasan bekas tambang dalam upaya melakukan reklamasi. Penyiapan lahan, khususnya untuk revegetasi, diupayakan berasal dari material yang tersedia di lokasi penambangan. Kondisi tanah yang merupakan perpaduan sifat- sifat fisik, kimia dan biologi tanah, merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan revegetasi lahan pasca penambangan. Sifat-sifat tanah seperti: bulk density, porositas, permeabilitas, kadar air, ketersediaan hara, dan ukuran butir merupakan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan optimal tanaman Arif dalam Yunianto, 2008. Pengembangan tanaman perkebunan di beberapa lokasi bekas tambang dapat berhasil jika lapisan tanah dapat dikembalikan sesuai syarat pertumbuhan tanaman dengan penambahan bahan organik dalam jumlah yang cukup. Penambahan unsur hara dilakukan dengan pemupukan yang cukup dan teratur. Penambahan bahan organik dan usaha ameliorasi tanah perlu dilakukan agar tanaman terbebas dari unsur-unsur yang bersifat racun. Banyaknya jumlah pupuk kandang dan usaha peningkatan pH tanah tergantung seberapa jauh “kerusakan” akibat kegiatan penambangan Purwono, 2010. Beberapa teknik rehabilitasi lahan pasca tambang antara lain dengan merekayasa tailing agar dapat digunakan sebagai media tumbuh dengan cara menempatkan tanah asli pada lubang tanam dan memberi tailing dengan campuran bahan amelioran yang terdiri dari bahan organikkompos, pupuk kandang, kapur pertanianfosfat alam, abu bakaran dan inokulasi mikorhiza Sitorus, 2007.

2.4. Potensi Manfaat Ekonomi Reklamasi

Selain memperhatikan aspek kesesuaian lahan bekas tambang, kegiatan reklamasi juga harus memperhatikan jenis-jenis tanaman reklamasi yang mampu memberikan manfaat ekonomi pengganti bagi masyarakat sebagai akibat hilangnya pendapatan masyarakat setelah tambang selesai dan mengurangi dampak sosial yang akan terjadi di masyarakat dengan adanya penutupan kegiatan pertambangan di wilayah mereka Yunianto, 2008. Adanya kegiatan reklamasi bekas tambang dengan pemilihan jenis tanaman yang tepat dan bernilai ekonomi tinggi diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja pasca kegiatan penambangan sehingga dampak sosial pada masyarakat yang mungkin terjadi akibat penutupan tambang berupa kehilangan lapangan pekerjaan dapat diminimalkan Yunianto, 2008.

2.5. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu tentang Reklamasi Pascatambang

Menurut Sitorus, et al. 2008, penambangan timah menyebabkan degradasi lahan dan berkurangnya jenis vegetasi alami. Jumlah jenis vegetasi akan meningkat seiring bertambahnya umur tailing setelah penambangan. Kadar pasir mendominasi struktur tailing tidak tergantung umur setelah penambangan. KTK, pH, N-total, dan C-organik tanah dipengaruhi oleh umur tailing setelah penambangan. Teknik terbaik untuk mereklamasi lahan pascatambang timah adalah dengan menggunakan kombinasi pupuk kandang inokulan cendawan mikoriza arbuskula dan lamtoro. Keberhasilan reklamasi bekas tambang juga dipengaruhi oleh peran masing-masing stakeholder masyarakat, pemerintah dan pengusaha. Yusuf 2008 menyatakan bahwa berdasarkan hasil Analytical Hierarchy Process AHP terhadap struktur hierarki perumusan arahan strategi kebijakan reklamasi lahan pasca penambangan dengan menggunakan metode comparative judgement atau skala banding secara berpasangan diperoleh aktorperan pemerintah