tahun 2010 curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret yang tercatat 471,8 mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei tercatat 137,4 mm.
Jumlah rata-rata curah hujan selama 5 tahun berturut-turut 2006-2010 yaitu 2425,6 mmth. Pada Gambar 5 ditampilkan grafik rata-rata jumlah curah
hujan selama periode 5 tahun dari tahun 2006-2010.
Gambar 5. Grafik Rata-rata Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Bangka Tahun 2006-2010 Stasiun Meteorologi Pangkalpinang, 2011
Suhu udara rata-rata di wilayah penelitian menurut data Stasiun Meteorologi Pangkalpinang, pada tahun 2010 suhu berkisar antara 26˚C – 28˚C
dengan suhu rata-rata 27˚C. Grafik rata-rata suhu udara bulanan di Kabupaten Bangka selama periode 5 tahun 2006-2010 disajikan dalam Gambar 6.
Gambar 6. Grafik Rata-rata Suhu Udara Bulanan di Kabupaten Bangka 2006- 2010 Stasiun Meteorologi Pangkalpinang, 2011
Rata-rata curah hujan 5 tahun terakhir
50 100
150 200
250 300
350
Jan Feb
Mar April Mei Juni Juli
Agt Sept Okt
Nop Des
Bulan C
ur a
h hu ja
n m
m b
ln
25.5 26
26.5 27
27.5 28
Jan Feb Mar Apr
Mei Jun
Jul Agust Sep Okt Nop Des
Suhu derajat Celcius
Bulan
Suhu Udara Rata-rata Periode 2006 - 2010
4.3. Topografi
Morfologi wilayah Kabupaten Bangka berbentuk peneplain yaitu merupakan dataran yang hampir rata atau sedikit bergelombang, karena lapisan-
lapisan batuan yang ada telah terlapuk, terkikis dan tersedimentasikan membentuk dataran kipas aluvial, dataran sungai dan dataran pantai. Di antara
wilayah peneplain tersebut terdapat bukit-bukit batuan beku granit yang tahan terhadap proses pelapukan P.T. Tambang Timah, 2009.
Berdasarkan kelas lereng, Kabupaten Bangka terdiri dari 49.82 kelas lereng I datar; 32,52 kelas lereng II landai; 4,59 kelas lereng III agak
curam dan 1,56 kelas lereng IV curam. Morfologi wilayah penelitian berbentuk peneplain dan berada pada kelas lereng I dan kelas lereng II dengan
kemiringan berkisar antara 0 – 12. Luas wilayah Kabupaten Bangka berdasarkan kelas lereng selengkapnya disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Luas Wilayah Kabupaten Bangka Berdasarkan Kelas Lereng
Kelas Lereng Tingkat
Luas ha Persentase
I 0-8 II 8-15
III 16-25 IV 25
Tanpa keterangan Datar
Landai Agak Curam
Curam 147 010
95 966 13 549
4 612 33 931
49.82 32.52
4.59 1.56
11.50 Luas Keseluruhan
295 068 100.00
Sumber : Elpida 2007
4.4. Geologi dan Tanah
Formasi batuan di wilayah penelitian sebagian besar ditempati oleh formasi sedimenter dan batuan intrusif granit. Lapisan batuan sedimenter terdiri
dari batuan sedimen pra-tersier, dan batuan sedimen kuarter. Lapisan batuan sedimen pra-tersier diduga berumur Karbon sampai Trias-Bawah. Lapisan ini
diterobos oleh lapisan batuan intrusi yang berkomposisi dari gabrodiorit, gramodiorit, adamelit dan granit. Lapisan kedua ini diduga berumur Trias-Atas.
Batuan granit terbagi dua kategori, yaitu granit tua dan granit muda. Lapisan granit tua diperkirakan berumus Pra-Trias, sedangkan lapisan granit muda
diperkirakan berumur Yura-Atas. Granit muda ini dianggap sebagai pembawa kasiterit bijih timah yang memiliki nilai ekonomis P.T. Timah, 2009.
Menurut P.T. Timah 2009, potensi kesuburan tanah tercermin dari faktor pembentuk tanahnya terutama sifat-sifat litologi, dan mineralogi, iklim dan
umur pembentukannya. Tanah-tanah di wilayah penelitian umumnya terbentuk dari hasil pelapukan granit yang menghasilkan tanah-tanah yang bertekstur
kasar dengan kadar pasir silikat sangat tinggi. Tanah-tanah ini terdiri dari mineral resisten terutama kuarsa, zirkon, serta turmalin dan relatif tidak mengandung
mineral-mineral mudah lapuk. Dengan demikian cadangan unsur hara yang dapat cepat dipakai tanaman dalam tanah di wilayah penelitian sangat kecil.
Namun demikian, potensi lahan untuk dikembangkan menjadi areal pertanian tergolong sedang karena topografinya yang datar sampai bergelombang.
Tanah bekas tambang atau tailing merupakan padatan buangan atau sisa dari proses penambangan baik dari Tambang Semprot TS, Tambang
Mekanik TM maupun dari Tambang MGM Darat. Tailing terdiri atas fraksi pasir dari kwarsa hasil pelapukan granit dengan sedikit campuran liat dan debu. Tanah
ini sulit ditanami karena masalah kelembaban tanah yang sangat rendah akibat rendahnya kapasitas memegang air dan rendahnya kandungan unsur hara. Peta
kelas lereng di Kabupaten Bangka disajikan pada Gambar 7. Selain tailing, pada lahan bekas tambang terdapat pula tumpukan
overburden yaitu tumpukan material yang dipindahkan pada saat proses stripping. Overburden terdiri atas campuran tanah, kaolin, hancuran kong yang
telah menjadi pasir dan kerikil kwarsit, boulders dan lain-lain.
4.5. Mineralisasi Kasiterit Bijih Timah
Berdasarkan proses mineralisasinya, terdapat dua jenis kasiterit bijih timah di Kabupaten Bangka yaitu endapan kasiterit primer dan endapan kasiterit
aluvial P.T. Timah, 2009. Endapan kasiterit primer terjadi akibat adanya intrusi granit baik pada
batuan granit maupun pada batuan sekitarnya. Mineralisasi bijih timah primer dalam batuan granit berupa lensa-lensa yang berasosiasi dengan kaolin, dengan
diameter dari beberapa sentimeter sampai puluhan sentimeter, urat-urat dengan berbagi arah yang berasosiasi dengan kaolin dengan ketebalan dari beberapa
sentimeter sampai puluhan sentimeter dan Greisenisasi granit. Endapan kasiterit aluvial merupakan endapan yang ekonomis untuk
ditambang dibandingkan dengan endapan kasiterit primer. Endapan kasiterit aluvial terjadi sebagai akibat adanya proses pelapukan mekanik dan kimiawi
terhadap batuan dasar yang mengandung kasiterit primer.
Gambar 7. Peta Kelas Lereng di Kabupaten Bangka Proses tersebut ditambah dengan adanya pencucian alam dan adanya
perangkap bagi tempat konsentrasi. Perangkap dimaksud adalah lubuk atau lembah-lembah purba baik dangkal maupun dalam. Pada lembah-lembah dalam
terbentuk endapan aluvial yang sangat tebal dan berasosiasi dengan endapan bijih timah sekunder P.T. Timah, 2009.