Gambar 31. Peta Hierarki Wilayah Kabupaten Bangka Tahun 2003 Hasil pengolahan proses analisis skalogram tahun 2008 selengkapnya
disajikan pada Tabel 42. Berdasarkan Tabel 42, terlihat bahwa di tahun 2008 wilayah Hierarki I adalah wilayah yang memiliki nilai IPD 55,05. Jumlah desa
yang termasuk ke dalam wilayah Hierarki I hanya 3 tiga desa yaitu Desa Baturusa, Kelurahan Kenanga, dan Kelurahan Kuto Panji.
Tabel 42. Data Hasil Pengolahan Proses Analisis Skalogram Tahun 2008
No. KECAMATAN DESA
KELURAHAN Indeks Perkembangan
Desa IPD Hierarki
1 MERAWANG BATURUSA 69,184
HIERARKI 1
2 MERAWANG AIR ANYIR
30,828 HIERARKI 3
3 MERAWANG RIDING PANJANG
35,081 HIERARKI 3
4 MERAWANG JURUNG 26,165
HIERARKI 3
5 MERAWANG MERAWANG 38,267
HIERARKI 3
6 MERAWANG PAGARAWAN 48,011
HIERARKI 2
7 SUNGAI LIAT KENANGA
62,288 HIERARKI 1
8 PEMALI AIR DUREN
41,413 HIERARKI 2
9 PEMALI AIR RUAI
51,14 HIERARKI 2
10 PEMALI PENYAMUN
39,506 HIERARKI
3 11 PEMALI
PEMALI 40,576
HIERARKI 3
12 PEMALI KARYA MAKMUR
35,862 HIERARKI 3
13 BAKAM BUKITLAYANG
28,058 HIERARKI
3 14 BELINYU
KUTO PANJI 70,081
HIERARKI 1 15 BELINYU
LUMUT 15,718 HIERARKI
3 16 BELINYU
RIDING PANJANG 34,127
HIERARKI 3 17 RIAU SILIP
PANGKAL NIUR 43,04
HIERARKI 2 18 RIAU SILIP
CIT 46,267
HIERARKI 2 19 RIAU
SILIP GUNUNG
MUDA 38,011 HIERARKI
3 20 RIAU SILIP
BERBURA 28,85
HIERARKI 3
Minimum 15,72
Maksimum 70,08
Rataan 41,12
Standar deviasi
13,92
Jumlah wilayah yang termasuk ke dalam Hierarki II pada tahun 2008 adalah tetap yaitu 5 lima desa. Wilayah-wilayah yang termasuk ke dalam
wilayah Hierarki II memiliki kisaran IPD 41,12– 55,05, yaitu Desa Pagarawan, Air Duren, Air Ruai, Pangkal Niur, dan Desa Cit. Desa Karya Makmur dan Air Anyir
pada tahun 2008 masuk dalam Hierarki III, sementara Kelurahan Kenanga meningkat menjadi Hierarki I.
Wilayah-wilayah yang memiliki IPD 41,12 termasuk ke dalam wilayah Hierarki III dimana jumlah kelurahan yang masuk Hierarki III pada tahun 2008
menjadi 12 desa. Peta sebaran Hierarki wilayah tahun 2008 disajikan pada Gambar 32.
Gambar 32. Peta Hierarki Wilayah Kabupaten Bangka Tahun 2008
Desa-desa yang mengalami peningkatan IPD pada periode 2000-2003 sebanyak 12 desa yaitu Pagarawan, Baturusa, Air Anyir, Jurung, Merawang,
Penyamun, Air Duren, Lumut, Gunung Muda, Pangkal Niur, Cit dan Berbura. Desa-desa yang mengalami penurunan IPD sebanyak 7 desa yaitu Riding
Panjang Kecamatan Merawang, Kenanga, Pemali, Air Ruai, Bukit Layang, Riding Panjang Kecamatan Belinyu, dan Kutopanji.
Desa-desa yang mengalami peningkatan IPD pada periode 2003-2008 sebanyak 12 desa yaitu Baturusa, Riding Panjang Kecamatan Merawang,
Kenanga, Penyamun, Pemali, Air Ruai, Bukit Layang, Riding Panjang Kecamatan Belinyu, Gunung Muda, Kutopanji, Pangkal Niur dan Cit. Desa-desa yang
mengalami penurunan IPD sebanyak 8 desa yaitu Pagarawan, Air Anyir, Jurung, Merawang, Air Duren, Karya Makmur, Lumut dan Berbura. Perbandingan hierarki
desakelurahan tahun 2000, 2003 dan 2008 serta perubahannya disajikan pada Gambar 33. Perubahan Hierarki DesaKelurahan Tahun 2000, 2003 dan 2008
disajikan pada Tabel 43.
Gambar 33. Perbandingan Hierarki Kelurahan Tahun 2000, 2003, dan 2008
Tabel 43. Perubahan Hierarki DesaKelurahan Tahun 2000, 2003 dan 2008
No. KECAMATAN DESA
KELURAHAN RING
PERUBAHAN HIERARKI 2000 2003 2008
1 MERAWANG
PAGARAWAN 2 2 1 2 2
MERAWANG BATURUSA
1 2 1 1 3
MERAWANG AIR
ANYIR 1 3 2 3
4 MERAWANG
RIDING PANJANG
1 2 3 3 5
MERAWANG JURUNG
2 3 3 3 6
MERAWANG MERAWANG 1 3 1 3
7 SUNGAI
LIAT KENANGA
2 1 2 1 8
PEMALI PENYAMUN 1 3 3 3
9 PEMALI PEMALI
1 2 3 3 10
PEMALI AIR DUREN
2 2 2 2 11
PEMALI AIR RUAI
2 1 2 2 12
PEMALI KARYA MAKMUR
2 1 2 3 13
BAKAM BUKITLAYANG 1 3 3 3 14
BELINYU LUMUT
1 3 3 3 15
BELINYU RIDING
PANJANG 1 3 3 3
16 BELINYU
GUNUNG MUDA
2 3 3 3 17
BELINYU KUTO
PANJI 2 1 1 1 18
RIAU SILIP PANGKAL NIUR
2 3
3 2
19 RIAU
SILIP CIT
1 3 3 3 20
RIAU SILIP
BERBURA 1 3 3 3
Dari Tabel 43, pada tahun 2003 yaitu pada saat adanya kegiatan penambangan, diketahui bahwa desa yang tidak mengalami perubahan hierarki
sebanyak 11 desa yaitu Desa Jurung, Penyamun, Air Duren, Bukit Layang, Lumut, Riding Panjang Belinyu, Gunung Muda, Kuto Panji, Pangkal Niur, Cit
dan Berbura. Desa yang mengalami peningkatan hierarki sebanyak 4 desa terdiri atas 3 desa ring 1 Baturusa, Air Anyir dan Merawang dan 1 desa ring 2
Pagarawan. Desa yang mengalami penurunan hierarki sebanyak 5 desa terdiri atas 2 desa ring 1 Riding Panjang Kec.Merawang dan Pemali dan 3 desa ring 2
Kenanga, Air Ruai dan Karya Makmur. Peningkatan hierarki lebih banyak terjadi pada desa ring 1 dan sebaliknya penurunan hierarki pada desa ring 2.
Pada tahun 2008 yaitu pada saat kegiatan penambangan berakhir, desa yang tidak mengalami perubahan hierarki sebanyak 14 desa yaitu Desa
Baturusa, Riding Panjang Kecamatan Merawang, Jurung, Penyamun, Pemali, Air Duren, Air Ruai, Bukit Layang, Lumut, Riding Panjang Kecamatan Belinyu,
Gunung Muda, Kuto Panji, Cit dan Berbura. Peningkatan hierarki hanya pada desa ring 2 yaitu Kenanga dan Pangkal Niur. Desa yang mengalami penurunan
hierarki sebanyak 4 desa terdiri atas 2 desa ring 1 Air Anyir dan Merawang dan 2 desa ring 2 Pagarawan dan Karya Makmur.
5.8. Pembahasan Umum
Pengembangan pemanfaatan sumberdaya alam melalui kegiatan penambangan dalam pengembangan wilayah merupakan stategi supply side.
Strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan-kegiatan produksi yang
berorientasi ke luar. Tujuan penggunaan strategi adalah untuk meningkatkan pasokan komoditas yang pada umumnya diproses dari sumberdaya alam lokal.
Kegiatan produksi ditujukan untuk ekspor yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan lokal. Adanya kegiatan penambangan tersebut akan menarik
kegiatan usaha lain ke wilayah tersebut. Keuntungan penggunaan strategi ini adalah prosesnya cepat sehingga efek yang ditimbulkan cepat terlihat Rustiadi
et al., 2008. Kegiatan penambangan di lokasi penelitian pada periode 2003-2008
memberikan dampak adanya peningkatan pendapatan masyarakat sekitar tambang yang cukup signifikan. Pendapatan masyarakat desakelurahan ring 1
dan ring 2 mengalami peningkatan sebesar 199 dan 132 dibandingkan pada periode sebelum adanya kegiatan penambangan. Seiring dengan meningkatnya
pendapatan masyarakat sekitar tambang, hierarki wilayah desa-desa sekitar tambang juga mengalami peningkatan pada saat adanya kegiatan
penambangan. Hal ini disebabkan munculnya kegiatan usaha lain di sekitar lokasi tambang sebagai penunjang usaha pertambangan antara lain munculnya
toko-toko warung makanan, toko kelontong, usaha perbengkelan alat-alat pertambangan, jasa sewa alat berat dan usaha penyediaan bahan bakar minyak.
Seiring dengan berjalannya waktu, cadangan kasiterit mineral timah yang ada di lokasi penelitian semakin menipis dan habis sehingga sebagian
besar masyarakat tidak lagi bekerja sebagai penambang. Pada akhir masa tambang, potensi ekonomi tersebut menurun dan hilang sehingga berakibat pada
penurunan pendapatan masyarakat di sekitar tambang. Penurunan pendapatan masyarakat sekitar tambang dapat dilihat dari pendapatan rata-rata masyarakat
pada periode 2009-2011. Pada periode tersebut terjadi penurunan pendapatan sebesar 17 untuk desakelurahan ring 1 dan 10 untuk desakelurahan ring 2.
Penurunan pendapatan ini juga diiringi dengan penurunan hierarki pada desa- desa sekitar tambang yang disebabkan berkurangnya fasilitas-fasilitas akibat
menurunnya sektor perekonomian dan jasa penunjang lainnya yang juga melibatkan masyarakat dalam jumlah cukup besar.
Dampak sosial ekonomi pascatambang tersebut seharusnya diprediksi sebelum penambangan timah dilaksanakan. Reklamasi lahan pascatambang
timah harus mengantisipasi dampak sosial ekonomi tersebut selain melakukan upaya perbaikan lingkungan. Untuk mencapai maksud tersebut reklamasi dapat
dilaksanakan dengan penanaman tanaman cepat tumbuh fast growing species atau tanaman serbaguna multi purposes tree species yang melibatkan
partisipasi aktif stakeholders masyarakat, perusahaan, akademisi, LSM dan pemerintah.
Berdasarkan analisis kesesuaian lahan dan analisis finansial, jenis tanaman cepat tumbuh fast growing species dan tanaman serbaguna multi
purposes tree species yang sesuai untuk lahan pascatambang timah dan memiliki manfaat ekonomi adalah sengon, akasia dan karet. Pemanfaatan hasil
tanaman reklamasi tersebut secara legal-formal lebih mudah mengingat lokasi penelitian merupakan lahan pascatambang timah yang berada dalam Areal
Penggunaan Lain APL atau di luar kawasan hutan sehingga perizinan pemanfaatannya hanya dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah.
Penanaman tanaman seperti sengon dan akasia pada lahan pascatambang timah sudah memenuhi kriteria perbaikan lingkungan, namun
hanya memberikan sedikit manfaat terhadap sosial ekonomi masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya areal reklamasi yang sudah ditanami
dengan sengon dan akasia dirusak oleh masyarakat yang melakukan penambangan timah kembali remining. Berdasarkan analisis AHP didapatkan
bahwa karet merupakan tanaman prioritas utama berdasarkan persepsi stakeholders untuk ditanam pada lahan reklamasi pascatambang timah,
kemudian sengon dan prioritas terakhir adalah akasia. Penyusunan arahan jenis tanaman untuk reklamasi lahan
pascatambang dilakukan berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan dan prioritas tanaman persepsi stakeholders. Penanaman karet Hevea brasiliensis
diarahkan pada lahan pascatambang timah dengan jumlah bobot lebih dari 10 yang berada pada skala persentil lebih dari 50. Lahan pascatambang timah
yang memiliki jumlah bobot 6-10 diarahkan ditanami dengan sengon Paraserianthes falcataria yang berada pada skala persentil antara 25-50.
Penanaman akasia Acacia auriculiformis diarahkan pada lahan pascatambang timah dengan jumlah bobot kurang atau sama dengan 6 enam yang berada
pada skala persentil sampai 25.
Arahan jenis tanaman reklamasi di Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam adalah karet 73, sengon 6 dan akasia 21; Desa Riding Panjang
Kecamatan Merawang: karet 77, sengon 11 dan akasia 12; Desa Lumut Kecamatan Belinyu: karet 37, sengon 19 dan akasia 44. Arahan
teknik reklamasi berdasarkan pola reklamasi PT. Timah untuk masing-masing jenis tanaman adalah untuk karet dengan teknik reklamasi pola 1, sedangkan
untuk sengon dan akasia dengan teknik reklamasi pola II, III atau IV. Penanaman karet pada lokasi reklamasi lahan pascatambang timah
merupakan prioritas stakeholders sehingga diharapkan areal yang sudah direklamasi tidak terganggu akibat penambangan timah kembali oleh
masyarakat. Penanaman sengon dan akasia tetap dilakukan pada beberapa areal di lokasi tersebut karena tidak semua areal memiliki lahan yang sesuai
untuk penanaman karet. Arahan teknik dan jenis tanaman reklamasi lahan pascatambang timah
di Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam, Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang dan Desa Lumut Kecamatan Belinyu selain memberikan manfaat bagi
perbaikan lingkungan juga diharapkan dapat memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat. Penanaman karet dilakukan sebagai alternatif sumber
penghasilan masyarakat setelah penambangan berakhir.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
1. Reklamasi lahan pascatambang timah dapat dilaksanakan dengan memberikan campuran amelioran bahan organik pupuk kandang atau
kompos, top soil, tanah mineral, batuan fosfat atau dolomit dan pupuk ke tailing, kemudian memberikan inokulan CMA atau penanaman cover crop
dari famili leguminoseae dan melakukan penanaman dengan tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan pascatambang, yaitu karet, sengon danatau
akasia. 2. Lahan pascatambang yang sudah direklamasi tergolong ke dalam kelas
kesesuaian lahan S3 sesuai marginal untuk tanaman Karet Hevea brasiliensis dan S2 cukup sesuai untuk tanaman Sengon Paraserianthes
falcataria dan Akasia Acacia auriculiformis. Ketiga tanaman tersebut layak secara ekonomis untuk digunakan sebagai tanaman reklamasi lahan
pascatambang timah. Diantara ketiga jenis tanaman tersebut, yang memberikan manfaat ekonomi tertinggi adalah sengon.
3. Tanaman prioritas yang digunakan untuk mereklamasi lahan pascatambang berdasarkan persepsi stakeholders adalah karet.
4. Arahan jenis tanaman reklamasi di Desa Bukit Layang adalah karet 73, sengon 6 dan akasia 21; Desa Riding Panjang: karet 77, sengon
11 dan akasia 12; Desa Lumut: karet 37, sengon 19 dan akasia 44. Arahan teknik reklamasi untuk masing-masing jenis tanaman
adalah untuk karet dengan teknik reklamasi pola 1, sedangkan untuk sengon dan akasia dengan teknik reklamasi pola II, III atau IV.
5. Pendapatan rata-rata masyarakat desa-desa sekitar tambang pada periode 2003-2008 mengalami peningkatan sebesar 199 ring 1 dan 132 ring 2
dari periode sebelum 2003 kemudian mengalami penurunan sebesar 17 ring 1 dan 10 ring 2 pada periode 2009-2011.
6. Kegiatan penambangan dapat meningkatkan hierarki desa-desa di sekitarnya. Pada saat adanya kegiatan penambangan 2003, sebagian
desa-desa sekitar tambang meningkat hierarkinya, terutama desa-desa ring 1. Pada saat kegiatan penambangan berakhir 2008, sebagian desa-desa
ring 1 mengalami penurunan hierarki.
6.2. Saran
1. Reklamasi pascatambang timah di Kabupaten Bangka disarankan menggunakan tanaman karet, sengon dan akasia dengan teknik reklamasi
pola I untuk karet dan pola II, III, atau IV untuk sengon dan akasia. 2. Agar dapat mempertahankan pendapatan masyarakat dan perkembangan
wilayah, maka Pemerintah Daerah perlu menginisiasi sejak awal berbagai kegiatan usaha ekonomi masyarakat untuk menggantikan sumber
pendapatan dari kegiatan pertambangan timah.
DAFTAR PUSTAKA
Amin B. 2002. Distribusi logam berat Pb, Cu dan Zn pada sedimen di perairan Telaga Tujuh Karimun Kepulauan Riau. J. Nat Indones. 51: 9-16.
Badri L N. 2004. Karakteristik Tanah, Vegetasi dan Air Kolong Pasca Tambang Timah dan Tehnik Rehabilitasi Lahan untuk Keperluan Revegetasi Studi
Kasus Lahan Pasca Tambang Timah Dabo Singkep [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, IPB.
Boerhendhy I, Cicilia N, Gunawan A. 2003. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet sebagai Substitusi Kayu Alam. J. Ilmu Teknologi Kayu
Tropis 1: 35-46.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangka. 2010. Kabupaten Bangka dalam Angka. Sungailiat: BPS Kabupaten Bangka.
[Depdagri] Departemen Dalam Negeri. 2004. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Depdagri.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan tentang Hutan Kemasyarakatan. Jakarta: Dephut.
____________________________. 2008. Peraturan Menteri Kehutanan tentang Penetapan Harga Limit Lelang Hasil Hutan dan Bukan Kayu. Jakarta:
Dephut. [DESDM] Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. 2008. Peraturan Menteri
Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Reklamasi dan Penutupan Tambang. Jakarta: DESDM.
____________________________________________. 2009. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Jakarta: DESDM.
Djaenuddin D, Basuni, Hardjowigeno S, Subagyo H, Sukardi M, Ismangun, Marsudi D, Suharta N, Hakim L, Widagdo, Dai J, Suwandi V, Bachri S,
Jordens ER. 1994. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian dan Tanaman Kehutanan Land suitability for agricultural and silvicultural
plants. Bogor: Center for Soil and Agroclimate Research.
Elfida. 2007. Analisis Pola Spasial Tambang Timah Rakyat sebagai Masukan dalam Penentuan Kebijakan Tata Ruang di Kabupaten Bangka [Tesis].
Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB.
Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.